KABARBURSA.COM - Para pakar meminta pemerintah melakukan sejumlah hal untuk menanggulangi pengangguran yang menimpa Generasi Z atau Gen Z.
Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan, mengakui jika pemerintah sebenarnya sudah mengambil beberapa cara demi mencegah banyaknya pengangguran, salah satunya adalah adanya kebijakan merdeka belajar.
"Langkahnya sebenarnya sudah dimulai, tapi perlu di akselerasi. Misal penyesuaian kurikulum dengan kebijakan merdeka belajar, itu kan sebenarnya untuk me-match-kan antara kompetensi dengan di lapangan," kata dia kepada Kabar Bursa, Selasa, 21 Mei 2024.
Akan tetapi, Hadi menilai langkah tersebut perlu diakselerasi lagi. Pasalnya, dia bilang saat di lapangan individu banyak dihambat oleh para stakeholder terkait dengan berbagai macam argumentasi teori.
Hadi kemudian menyinggung soal pelatihan kerja kepada Gen Z. Dia lagi-lagi menuturkan, pemerintah sejatinya sudah menjalankan langkah ini dengan menghadirkan kartu pra kerja saat pandemi covid-19.
Tapi, Hadi merasa program tersebut kurang efisien karena kartu pra kerja kebanyakan diberikan oleh orang yang terkena pengakhiran hubungan kerja (PHK).
"Kita tahu waktu pandemi pra kerja malah dibuat untuk orang yang terkena PHK. Sebenarnya kartu pra kerja kan untuk menyiapkan orang yang mau bekerja, ini mungkin perlu direvitalisasi," jelasnya.
Lebih lanjut Hadi menyampaikan, pemerintah harus memperbanyak pelatihan atau pendidikan pada sektor vokasi.
"Misal, jumlah pendidikan social humaniora ini kan menyerap tenaga kerja yang lebih kecil daripada yang teknik, maka kebijakannya diarahkan ke situ," terangnya.
Sementara itu Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tantan Hermansah, memandang pengangguran yang dialami Gen Z ini bukan soal mereka tidak memiliki pekerjaan konvensional.
Tantan menyebut, kini banyak individu yang mulai tertarik bekerja secara lepas dibanding konvensional.
"Banyak orang yang sudah mulai tergoda untuk resign dan lebih memilih menjadi pekerja bebas yang tidak teridentifikasi jam kerjanya," imbuh dia.
Dalam hal ini, Tantan meminta agar pemerintah mengidentifikasi lagi secara detail soal jumlah pengangguran Gen Z.
"Pemerintah harus dinamis memaknai persoalan bagaimana konsep bekerja sejak awal. Karena kalau kelembagaan bekerja masih dalam definisi yang konvensional, jumlah ini akan semakin membengkak," pungkasnya.
Data Pengangguran BPS
Anak muda di Indonesia dalam kategori usia 15-24 tahun tercatat sedang tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak mengikuti pelatihan (Not in Employment, Education, and Training/NEET). Jumlahnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 9,9 juta anak muda dari 44,47 juta anak muda atau sekitar 22,25 persen pada Agustus 2023.
Mengutip data yang dipublikasikan BPS, dari 9,9 juta anak muda usia 15-24 tahun yang tergolong dalam kategori NEET terdapat 6,45 juta yang berjenis kelamin perempuan (28,91 persen) dan 3,45 juta dengan jenis kelamin laki-laki (15,53 persen). Persentase ini menurun sekitar 0,97 persen dibandingkan periode Agustus 2022.
“Jika digolongkan menurut umur terdapat 3,4 juta (15,53 persen) yang tergolong kategori NEET berusia 15-19 tahun dan terdapat 6,4 juta (28,91 persen) yang berusia 20-24 tahun,” tulis BPS dalam laporannya, dikutip Jumat, 17 Mei 2024.
Artinya, kebanyakan dari mereka adalah Gen Z yang harusnya tengah di masa produktif. Gen Z merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang berusia 12-27 tahun. BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan sehingga ada tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.
BPS menilai, angka NEET yang lebih tinggi di kalangan perempuan dapat mengindikasikan banyaknya keterlibatan perempuan di kegiatan domestik seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya. Pekerjaan rumah tangga tersebut dinilai dapat menghalangi perempuan muda untuk melanjutkan sekolah atau memperoleh keterampilan kerja.
Secara geografis, pada 2023 penduduk usia muda NEET Indonesia lebih banyak berada di perdesaan dengan proporsi 24,79 persen, sedangkan di perkotaan 20,40 persen. Sebanyak 5,2 juta anak muda tegolong dalam ketegori NEET yang tinggal di daerah perkotaan dan 4,6 juta yang tidak bersekolah, tidak bekerja, dan tidak sedang mengikuti pelatihan tinggal di perdesaan.
Tingkat Pengangguran Terbuka
Indikator yang digunakan untuk dapat mengukur besarnya angkatan kerja pemuda yang menjadi pengangguran disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pemuda. TPT umumnya digunakan untuk mengukur tingkat pengangguran di suatu wilayah, menggambarkan tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan, atau tidak terserap oleh pasar kerja.
Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2023, TPT pemuda tercatat sekitar 13,41 persen. Artinya, sekitar 13 dari 100 pemuda yang masuk dalam angkatan kerja, tidak terserap dalam pasar kerja.
Hal tersebut menunjukkan perkembangan TPT periode 2016-2023. Terlihat bahwa pada tahun 2023 TPT pemuda dan TPT semua kelompok umur mengalami penurunan seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang mulai membaik pasca pandemi Covid-19.
Namun, pola TPT pemuda selalu lebih tinggi dari TPT semua kelompok umur dan konsisten setiap tahun. Masih tingginya pengangguran pemuda membuat daya saing pemuda belum mencapai posisi yang optimal. Salah satu penyebab tingginya TPT pemuda adalah rendahnya daya saing pemuda di pasar kerja.
Sementara itu, BPS mencatat masih ada 7,2 juta rakyat Indonesia yang menganggur pada Februari 2024. Angka itu turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal tersebut, diumumkan oleh Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti pada konferensi pers pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024 pada 6 Mei 2024.
“Pada Februari 2024, terdapat 7,2 juta pengaggur setara dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 persen,” kata Amalia.
Angka tersebut, lanjut Amalia, lebih rendah dibandingkan Februari 2023. Bahkan lebih rendah dari tingkat pengangguran sebelum pandemi Covid-19. “Pada Februari 2020, TPT sebesar 4,94 persen,” ujarnya.
Per Februari 2024, terdapat 214 juta penduduk usia kerja di seluruh Indonesia. Naik 2,41 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 149,38 juta merupakan angkatan kerja. Angkanya naik 2,76 juta orang.