KABARBURSA.COM - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, dilaporkan organisasi yang mengatasnamakan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ke Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan korupsi mark up impor beras sebesar 2,2 juta ton.
Menanggapi laporan tersebut, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), I Gusti Ketut Astawa menghormati laporan yang dilayangkan SDR. Menurutnya, segala bentuk pengaduan menjadi hak bagi setiap warga negara.
"Tentu kita hormati dan hargai pelaporan dari masyarakat tersebut sebagai hak dalam berdemokrasi. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh KPK juga mesti kita hormati dan dukung sepenuhnya," kata Ketut dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 6 Juli 2024.
Meski begitu, Ketut menekankan, Bapanas bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pihak regulator. Karenanya, dia menekankan, Bapanas tidak terlibat langsung dalam proses importasi.
Dia menegaskan, eksekutor proses importasi sepenuhnya menjadi kewenangan Perum Bulog. Diketahui, SDR juga turut melaporkan Kepala Perum Bulog, Bayu Khrisnamurti, dengan dugaan yang sama.
"Pelaksanaan importasi yang menjadi kewenangan Bulog, dan Bulog juga sudah mengklarifikasi bahwa terkait perusahaan Vietnam tersebut tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog," jelasnya.
Lebih lanjut, Ketut mengatakan, dalam menjalankan tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) senantiasa mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2021 Tentang Badan Pangan Nasional,
"Kami di Badan Pangan Nasional sejak awal berdiri berfokus membangun ekosistem pangan nasional. Sebagai regulator yang diamanatkan Perpres 66 tahun 2021, tentunya prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif senantiasa kami usung," katanya.
"Bersama BUMN pangan melalui penugasan ke Perum Bulog dan ID FOOD, kami terus bahu membahu menyokong kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kami rangkul pula teman-teman swasta dan berbagai asosiasi. Semua guyup bergotong royong dengan satu tujuan, petani sejahtera, pedagang untung, masyarakat tersenyum," tutupnya.
Diketahui, Perum Bulog telah mengklarifikasi terkait dugaan mark up yang dilaporkan oleh SDR ke KPK, berkenaan dengan penawaran dari perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group. Dalam klasifikasinya, entitas perusahaan tersebut pernah terdaftar sebagai salah satu mitra dari Perum Bulog pada kegiatan impor. Dalam hal ini, Bulog menegaskan tidak pernah memberikan penawaran harga.
“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka.Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” ucap Mokhamad Suyamto, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, beberapa waktu lalu.
Dua Laporan
Sebelumnya, Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto menuturkan, ada dua laporan yang dilayangkannya, yakni dugaan mark up impor beras dan demurrage beras di Tanjung Priok.
Menurut kajiannya, kedua dugaan tersebut dilakukan Kepala Bapanas dan Kepala Perum Bulog. Dia pun mengaku telah menyerahkan dua laporan tersebut ke KPK.
"Kami coba memasukkan laporan pada hati ini dan ada dua hal indikasi korupsi," kata Hari di Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024.
Dia mengklaim memiliki bukti yang cukup dalam laporan yang dilayangkan, salah satunya entitas perusahaan asal Vietnam, Tan Long Grup, yang diduga ikut bermain dalam proses importasi beras.
Lebih jauh, Hari menegaskan, mark up dan demurrage beras yang diduga dilakukan Bapanas dan Bulog dapat menimbulkan kerugian ekonomi negara hingga Rp2 triliun.
Demurrage Beras
Sebelumnya, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Hermanto meminta Bulog segera menyelesaikan demurrage atau biaya kelebihan waktu berlabuh atas proses importasi beras sebanyak 490 ton yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priuk dan Tanjung Perak.
Hermanto menegaskan Pemerintah perlu sesegera mungkin menyelesaikan demurrage dengan cepat dan profesional untuk menghindari inefisiensi akibat melampaui batas waktu efektif.
“Agar demurrage tak makin membengkak," kata Hermanto dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian, Bulog, dan Bappenas, pads Kamis, 20 Juni 2024.
Menurut Hermanto, masalah demurrage dengan besaran Rp350 miliar sudah menjadi konsumsi publik di berbagai media sosial. Dia mengkhawatirkan, demurrage ini menjadi sorotan publik lantaran anggaran yang digelontorkan pemerintah yang cukup besar.
“Ada kekhawatiran masyarakat, demurrage masuk ranah tidak efisien dalam penggunaan anggaran karena kewenangan yang cukup besar," tegasnya.
“Selama barang pangan tertahan di pelabuhan, beban anggaran menanggung demurrage akan semakin berat,” tutupnya.