Logo
>

Baznas Berangkatkan 26 Santri Magang Kerja di Jepang

Ditulis oleh KabarBursa.com
Baznas Berangkatkan 26 Santri Magang Kerja di Jepang

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sebanyak 26 santri dari Pondok Pesantren Al Ittihad di Poncol, Bringin, berkesempatan mengikuti Technical Intern Training Program (TITIP) atau program magang kerja di Jepang.

    Keberangkatan mereka didukung oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Semarang melalui bantuan dari program zakat produktif.

    Ketua Baznas Kabupaten Semarang, Kadziq Faisol, menjelaskan bahwa pada awalnya para santri tersebut adalah penerima zakat (mustahik). Dia berharap, dengan gaji yang didapat saat magang nanti, mereka dapat berubah status menjadi muzakki atau pembayar zakat.

    "Gaji mereka di sana cukup besar. Dua setengah persen dari gaji itu nantinya akan dibayarkan sebagai zakat,” kata Kadziq Faisol melalui siaran persnya seperti dikutip, Rabu, 3 Juli 2024.

    Ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, Baznas telah membantu 100 santri untuk magang kerja di Jepang. Program ini diharapkan dapat meningkatkan perolehan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) dengan merubah status penerima zakat menjadi pembayar zakat, sehingga lebih banyak warga yang bisa dibantu melalui dana ZIS.

    Selain para pelajar dan pencari kerja, zakat produktif juga diberikan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Baznas juga mendorong para pengelola masjid untuk membentuk unit pengumpul zakat, infak, dan sedekah (UPZIS). Dengan demikian, dana yang terkumpul dapat dimanfaatkan secara mandiri dan hanya dilaporkan ke Baznas.

    Dia juga menyatakan bahwa Baznas tidak menolak sumbangan sosial dari warga pemeluk agama lain. Baznas memberikan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan, seperti layanan ambulans yang bisa dimanfaatkan oleh warga non-Muslim, dengan operasional yang didukung dari dana sosial tersebut.

    Camat Bancak, Sugeng, menyambut baik inovasi yang dilakukan oleh Baznas. Dia berharap, melalui upaya tersebut, jangkauan pelayanan dapat diperluas untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

    Warga Semarang tak Minati Profesi Petani

    Sektor pertanian di Kabupaten Semarang mulai ditinggalkan karena semakin langkanya warga yang berminat berprofesi sebagai petani.

    Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, menegaskan pentingnya melakukan mekanisasi pertanian untuk mencegah hilangnya sektor ini.

    “Lebih dari 70 persen petani kita berusia 40 tahun ke atas. Sulit mengajak generasi muda untuk bergabung dalam bertani. Mekanisasi pertanian harus segera dikembangkan,” kata Ngesti Nugraha, Selasa, 2 Juli 2024.

    Salah satu contoh dampak dari masalah ini adalah lahan pertanian seluas 14 hektar di Bergas Kidul yang terbengkalai karena tidak ada tenaga penggarap.

    Masalah serupa juga terjadi di wilayah Pabelan, yang semakin memperkuat perlunya menerapkan strategi pertanian modern.

    Untuk mengatasi tantangan ini, pada tahun ini Pemerintah Kabupaten Semarang menganggarkan dana Rp2 miliar dari APBD untuk membeli empat paket alat mesin pertanian (alsintan) terpadu.

    Paket alsintan tersebut mencakup mesin tanam padi, mesin pembersih gulma, penyemprot pupuk, dan mesin pemanen. Alsintan ini akan didistribusikan kepada petani di Kecamatan Bawen, Ambarawa, Tuntang, dan Banyubiru. Di tahun mendatang, rencananya akan dibeli paket serupa untuk tujuh kecamatan lainnya.

    Moh Edy Sukarno, Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang, menginformasikan bahwa mereka menerima bantuan 31 traktor dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI. Bantuan ini bertujuan untuk mendukung program strategis Kementan dalam meningkatkan produksi padi melalui perluasan areal tanam.

    Ambar Suryaningsih, Kepala Bidang Pertanian Dispertanikap Kabupaten Semarang, menambahkan bahwa bantuan traktor tersebut diharapkan dapat mendukung target perluasan areal tanam padi seluas 3.656 hektare, dengan harapan dapat meningkatkan produksi sebanyak 24.805 ton gabah kering panen (GKP).

    Salah satu petani penerima bantuan, Sutriyanto (55 tahun), menyambut baik bantuan traktor tersebut. Dia sebagai anggota kelompok tani Manunggal 2 Dusun Lendoh, Desa Bedono, Jambu, yakin bahwa dengan adanya traktor tersebut, pengolahan lahan akan menjadi lebih efisien.

    “Lahan sawah kami sekitar 15 hektar. Dengan adanya traktor ini, kami dapat menambah lahan garapan hingga sekitar satu hektar,” ungkapnya dengan antusias.

    Alasan Gen Z tak Berminat jadi Petani

    Sektor pertanian tidak lagi menarik minat generasi muda, termasuk generasi Z (Gen Z), sehingga banyak yang enggan menjadi petani.

    Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, memberikan tanggapannya terhadap situasi ini.

    Dia berdasarkan hasil Sensus Pertanian yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, jumlah petani milenial (usia 19-39 tahun) hanya sekitar 6,1 juta orang, yang merupakan 21,39 persen dari total petani keseluruhan sebanyak 28,19 juta orang.

    Arief mengamati bahwa banyak milenial yang enggan menjadi petani karena melihat bahwa profesi ini tidak menghasilkan uang yang memadai. Bahkan, seringkali petani mengalami kerugian daripada keuntungan yang diharapkan.

    “Dalam benak milenial dan Gen Z, mengapa harus menjadi petani? Mereka merasa tidak mendapatkan penghasilan yang cukup stabil. Mereka bekerja keras, menghabiskan waktu dan tenaga, namun hasilnya seringkali tidak memuaskan,” kata Arief saat berbicara dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Strategi Mewujudkan Swasembada Pangan Menuju Indonesia Emas 2045’, yang diselenggarakan di Gedung DPR RI, Kompleks Perlamen, Jakarta Pusat, 25 Juni 2024.

    Arief juga membandingkan pendapatan dari pekerjaan di sektor modern yang umumnya memiliki gaji minimum sekitar Rp4 juta per bulan. Menurutnya, menjadi petani dalam jangka waktu yang lama tidak menjamin seseorang akan memperoleh kekayaan yang signifikan.

    “Di era ini, menjadi petani tidak lagi dianggap sebagai profesi yang memberikan keuntungan finansial yang besar. Bandingkan dengan pekerjaan di sektor modern, di mana penghasilan lebih menjanjikan,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Arief menekankan, perlunya perubahan paradigma. Menurutnya, skema yang diterapkan dalam sektor pertanian saat ini belum mampu meningkatkan produktivitas secara signifikan.

    Dia memandang perlu adanya upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian, namun tetap menjaga agar harga produk-produk pertanian tidak terlalu tinggi agar dapat bersaing dengan produk luar negeri.

    “Kita harus berani berubah. Skema yang ada sekarang belum mampu menciptakan lonjakan produktivitas yang diharapkan. Kita perlu terus mengembangkan inovasi, namun tetap menjaga agar harga produk-produk pertanian tetap terjangkau agar dapat bersaing di pasar global,” pungkas Arief (bay/*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi