KABARBURSA.COM - PT Bank Central Asia Tbk atau dalam kode saham BBCA merilis laporan bulanan terkait perubahan struktur pemegang saham hingga akhir Desember 2024.
Laporan tersebut memberikan gambaran terbaru mengenai komposisi kepemilikan saham, termasuk porsi saham yang dimiliki oleh pengendali, direksi, komisaris, dan masyarakat.
Melansir dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin, 6 Januari 2025 PT Dwimuria Investama Andalan masih menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 54,942 persen atau setara dengan 67,729,950,000 saham. Porsi ini tidak mengalami perubahan dari bulan sebelumnya. Pemegang saham pengendali lainnya, termasuk Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono, masing-masing memiliki 0,023 persen dan 0,022 persen.
Beberapa anggota direksi dan komisaris memiliki saham dengan persentase kecil. Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja memiliki 33.850.785 saham atau setara 0,027 persen. Sementara itu, Komisaris Utama, Djohan Emir Setijoso tercatat memiliki 106.824.845 saham atau 0,087 persen. Tidak ada perubahan signifikan pada kepemilikan saham direksi dan komisaris dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kepemilikan saham oleh masyarakat tercatat sebesar 42,404 persen dari total saham, terdiri dari saham berbentuk non-warkat (scripless) sebanyak 52,273,870,817 saham. Hal ini mencerminkan posisi penting masyarakat dalam struktur pemegang saham BCA.
Jumlah pemegang saham PT Bank Central Asia Tbk mengalami peningkatan sebesar 11.719 orang dari bulan sebelumnya, menjadi 377.292 orang pada akhir Desember 2024.
Sementara untuk laporan keuangannya, dilansir dari laporan Stockbit, BBCA mencatat kinerja keuangan yang solid dalam laporan terbarunya. Laba bersih kuartal ketiga 2024 mencapai Rp12,879 miliar, tumbuh 16,09 persen secara tahunan (YoY), seiring dengan pendapatan yang meningkat 10,09 persen menjadi Rp14,198 miliar. Margin laba bersih yang tinggi sebesar 47,60 persen menunjukkan efisiensi operasional yang terus terjaga. Hal ini dinilai mencerminkan keberhasilan dalam meningkatkan efisiensi operasional dan menjaga margin keuntungan.
Dari sisi valuasi, BBCA mencatatkan price to earnings ratio (P/E) TTM sebesar 22,21 dan price to book value (P/B) sebesar 4,63.
Return on equity (ROE) mencapai 20,84 persen, menandakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan optimal dari modal pemegang saham.
Fundamental keuangan perusahaan tetap kokoh dengan free cash flow (FCF) TTM sebesar Rp82,882 miliar, didukung kas tersedia sebesar Rp17,799 miliar. Meskipun rasio total liabilities terhadap equity berada di angka 4,60, perusahaan dinilai mampu menjaga likuiditasnya untuk menghadapi potensi tantangan ekonomi.
Pembagian dividen BBCA juga terlihat stabil. Dividen TTM tercatat sebesar Rp277,50 per saham dengan dividend yield sebesar 2,90 persen. Rasio pembayaran dividen sebesar 62,46 persen menegaskan keseimbangan antara distribusi keuntungan kepada pemegang saham dan reinvestasi untuk pertumbuhan.
Altman Z-Score tercatat sebesar 1,07 mengindikasi potensi keuangan perlu dikelola dengan hati-hati. Selama 10 tahun terakhir, BBCA mencatat pertumbuhan harga saham sebesar 265,71 persen yang berarti membuat daya tarik saham sebagai investasi jangka panjang.
Catatan Laba Bersih
Kinerja apik dan kombinasi yang solid yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA), berkode saham BBCA, mencatatkan pencapaian yang luar biasa. BCA berhasil mengumpulkan. Laba bersih tembus angka Rp50 Triliun hingga November 2024 (11M24).
Mengutip laporan keuangannya, Senin, 23 Desember 2024, kinerja impresif ini tidak terlepas dari keberhasilan BCA mendorong pertumbuhan kredit dan mempertahankan efisiensi beban bunga di tengah kondisi ekonomi yang masih dipengaruhi oleh tingkat suku bunga tinggi yang bertahan lama (fenomena higher for longer).
Dari laporan keuangan BCA, tampak kredit dan pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp875,78 triliun, tumbuh 15,47 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Perkembangan ini turut mendorong total aset perusahaan yang naik 4,50 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp1.415,40 triliun. Dalam ekosistem perbankan yang semakin kompetitif, BCA mampu mengoptimalkan pengelolaan dana secara cermat untuk mendukung ekspansi kredit yang sehat.
Pertumbuhan kredit yang signifikan tersebut kemudian berimbas positif pada pendapatan bunga BCA. Dalam catatan, pendapatan bunga BCA naik 7,95 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp80,81 triliun. Menariknya, beban bunga perusahaan mampu ditekan hingga turun tipis sebesar 0,10 persen(yoy) menjadi Rp 10,65 triliun.
Dengan demikian, pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) BCA meningkat 9,28 persen (yoy) menjadi Rp70,15 triliun. Kondisi ini memperlihatkan efektivitas strategi perusahaan dalam memanfaatkan sumber dana murah (low-cost funds) secara maksimal untuk menopang margin bunga bersih di tengah tekanan ekonomi.
Selain pendapatan bunga, BCA juga memanfaatkan sumber pendapatan lainnya, seperti komisi, provisi, dan fee, yang mencapai Rp16,28 triliun atau meningkat 7,20 persen (yoy). Diversifikasi pendapatan ini menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan BCA dalam mencatatkan rekor laba bersih.
Pada saat yang sama, perusahaan berhasil mengendalikan beban operasional dengan sangat baik. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) tercatat turun 15,42 persen (yoy) menjadi Rp1,72 triliun. Sementara itu, total beban operasional lainnya bersih juga menurun signifikan sebesar 20,71 persen(yoy) menjadi Rp7,77 triliun. Pengelolaan biaya yang efisien ini mendorong laba operasional perusahaan tumbuh hingga 14,69 persen (yoy) menjadi Rp62,37 triliun.
Dana Pihak Ketiga
Di tengah pencapaian gemilang tersebut, BCA juga menunjukkan performa yang solid dalam pengelolaan dana pihak ketiga (DPK). Hingga November 2024, DPK BCA tercatat tumbuh 3,48 persen (yoy) menjadi Rp1.109,45 triliun.
Meski pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan perkembangan DPK di sektor perbankan secara keseluruhan, BCA tetap menunjukkan keunggulan pada komposisi dana murah (current account savings account/CASA). Dana murah BCA mencapai Rp914,85 triliun, naik 5,60 persen (yoy), dengan rasio CASA meningkat dari 80,80 persen menjadi 82,46 persen.
Secara rinci, giro BCA tumbuh 8,55 persen (yoy) menjadi Rp363,08 triliun, sementara tabungan meningkat tipis 3,75 persen (yoy) menjadi Rp551,76 triliun. Adapun deposito mengalami penurunan sebesar 5,45 persen (yoy) menjadi Rp194,60 triliun.
Penurunan deposito ini mencerminkan langkah strategis perusahaan dalam mengalihkan fokus pada dana murah, sehingga menjaga efisiensi biaya pendanaan. Selain itu, BCA tidak banyak bergantung pada sumber pendanaan lain, seperti pinjaman dari pihak ketiga yang meskipun tumbuh signifikan 163 persen (yoy), hanya mencapai Rp251,98 miliar. Surat berharga yang diterbitkan perusahaan juga tetap stabil di angka Rp500 miliar.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.