KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan untuk bergerak dengan sentimen pesimis dan tekanan penuh menuju level support 7.150 pada pembukaan perdagangan setelah libur panjang, termasuk cuti bersama Idulfitri 1445 H.
Pesimisme ini sesuai dengan berbagai sentimen negatif, terutama data ekonomi yang terus menunjukkan zona kontraksi, yang melebihi prediksi pasar sebelumnya.
Salah satu sentimen utama yang akan mempengaruhi pergerakan IHSG adalah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, yang mendorong investor untuk menghindari aset-aset berisiko, seperti saham. Serangan balasan Iran terhadap Israel pada penutupan pekan lalu, dengan meluncurkan misil dan pesawat drone ke wilayah Israel, memperburuk situasi ini.
Teheran menegaskan bahwa operasi militer tersebut sah dilakukan sesuai dengan Pasal 51 dari Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa, sebagai respons terhadap serangan Israel terhadap kantor Kedutaan Besar Iran di Damaskus, Suriah.
"Risiko geopolitik kembali menjadi perhatian utama dengan serangan misil dan drone Iran ke Israel," kata Redmond Wong, Ahli Strategi Pasar di Saxo Capital Markets.
Terbaru, data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang mencatatkan kenaikan inflasi inti Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) juga menekan pasar saham, di mana inflasi inti meningkat 0,4 persen dari bulan Februari, melampaui perkiraan selama tiga bulan berturut-turut.
Ini merupakan sinyal paling pasti dari pandangan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed yang akan semakin panjang ‘Higher for Longer’ dalam hal mempertahankan suku bunga acuan pada level tertinggi dalam dua dekade.
Gubernur Federal Reserve Bank of Atlanta Raphael Bostic kembali menegaskan ekspektasi suku bunga acuan hanya akan terjadi sekali saja di tahun ini. Ia menyoroti kekuatan yang amat kokoh pada ekonomi AS, dan pasar tenaga kerja dalam sebuah wawancara di Yahoo Finance Live belum lama ini.
Bahkan, Gubernur The Fed Atlanta ini sebelumnya mengatakan The Fed akan mengurangi suku bunga acuan pada kuartal keempat.
Pada perdagangan awal April kemarin sebelum libur panjang Idulfitri, IHSG ditutup flat dengan ada di posisi 7.286,88.
Sepanjang perdagangan tersebut, IHSG bergerak fluktuatif dengan sempat ada di posisi terendahnya 7.143,14 setelah sentimen masifnya capital outflow dari investor asing membayangi gerak IHSG yang juga dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah.
Dari dalam negeri, depresiasi rupiah menjadi sentimen negatif yang amat berat bagi IHSG. Esok hari kala pembukaan perdagangan, rupiah juga diprediksi akan kembali lesu di hadapan dolar Amerika Serikat, melampaui level terlemah sejak 2020 silam ketika pandemi Covid-19 menjalar dan membawa rupiah melampaui Rp16.000/USD.
Adapun rupiah juga tertekan aksi jual di pasar surat utang, terseret sentimen global yang kian memburuk, imbas kekhawatiran pasca rilis data Indeks Manufaktur yang mencatat ekspansi tak terduga.
Pesimisme dalam negeri juga hadir dari penurunan tajam Cadangan Devisa Indonesia pada Maret kemarin akibat upaya intervensi rupiah, membunyikan alarm peringatan lebih keras bagi para pelaku pasar terkait potensi kenaikan BI Rate.
Kejadian Oktober saat Bank Indonesia secara mengejutkan mengerek suku bunga acuan, bisa saja terulang, terutama bila tekanan pelemahan rupiah semakin berlanjut ke depan.
CADEV RI sudah terkuras nyaris USD6 miliar hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini ketika rupiah bahkan masih mencatat pelemahan 3 persen pada periode yang sama, seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Pergerakan IHSG secara teknikal dengan menggunakan indikator Moving Average (MA) untuk menentukan area level resistance, dan area level support.
Berdasarkan indikator MA, laju IHSG saat ini tengah menguji resistance MA-50. Terdapat level yang amat menarik dicermati pada resistance tersebut di level 7.288. Jika resistance ini gagal ditembus, IHSG ada potensi untuk melemah hingga ke bawah level 7.250.
Sedangkan untuk support kedua IHSG pada level 7.200, dan 7.150 sebagai level support psikologisnya. Bila IHSG memberikan tanda-tanda penguatan, resistance pertama yang potensial ada di level 7.300, dan 7.350.
Sebagai gambaran, MA merupakan indikator harga rata-rata dalam rentang waktu tertentu, yang kemudian dihubungkan ke dalam bentuk garis.
Melihat berbagai katalis dan sentimen yang ada, juga teknikal, prospek pelemahan IHSG terbuka lebar di awal perdagangan esok hari, 16 April 2024 dengan level support terkuat 7.150.