Logo
>

Begini Potensi Pergerakan Rupiah usai Reli Penguatan

Ditulis oleh Syahrianto
Begini Potensi Pergerakan Rupiah usai Reli Penguatan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rupiah diperkirakan bergerak melemah dalam kisaran terbatas pada awal pekan ini setelah mengalami reli penguatan selama tujuh hari berturut-turut yang terhenti pada Jumat, 9 Agustus 2024 pekan lalu. Pergerakan rupiah hari ini kemungkinan masih belum terlalu bebas dan secara teknikal berpotensi mengalami pelemahan lebih lanjut.

    Berdasarkan sinyal di pasar offshore, Senin, 12 Agustus 2024 pagi ini, terlihat bahwa nilai tukar Rupiah NDF bergerak di kisaran Rp15.934-Rp15.949 per USD, yang tidak jauh berbeda dari posisi penutupan di pasar spot pekan lalu di Rp15.925 per USD. Sementara itu, indeks dolar AS pagi ini masih stabil di angka 103,16.

    Di pasar Asia pagi ini, pergerakan mata uang regional juga terbatas. Misalnya, won Korea Selatan dibuka melemah 0,02 persen, sementara yuan offshore juga turun 0,03 persen. Yen Jepang juga melemah 0,22 persen ke 146,94 per USD.

    Pergerakan rupiah sangat dipengaruhi oleh yen Jepang, yang memiliki bobot 12 persen dalam keranjang nilai tukar efektif (Nominal Effective Exchange Rate atau NEER), terbesar kedua setelah yuan China.

    Dengan kata lain, yen Jepang memiliki pengaruh besar terhadap fluktuasi rupiah, bahkan lebih besar dibandingkan dengan euro, dolar AS, dan dolar Singapura, mengingat volume perdagangan Indonesia dengan Jepang yang cukup besar.

    Saat ini, nilai rupiah dinilai masih overvalued sekitar 2 persen berdasarkan NEER, menurut analisis Bahana Sekuritas. Nilai wajar rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp16.221 persen USD.

    Pekan lalu, rupiah mencatatkan penguatan mingguan sebesar 1,7 persen, menjadi mata uang terbaik di Asia, mengalahkan peso Filipina yang naik 1,39 persen dan dolar Taiwan yang naik 1,22 persen.

    Investor asing kembali melepas Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di tengah penurunan suku bunga yang terus berlanjut. Bahkan, Bank Indonesia juga mulai menurunkan suku bunga untuk instrumen moneter lain, seperti Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas (SuVBI).

    Dalam lelang Jumat, 9 Agustus 2024 lalu, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga SRBI dalam lelang rutinnya. Tingkat bunga diskonto SRBI untuk tenor 12 bulan turun menjadi 7,23 persen, diikuti tenor 9 bulan di 7,16 persen, dan tenor 6 bulan di 7,05 persen.

    Ini adalah penurunan berturut-turut dalam tiga lelang terakhir. Pada lelang 2 Agustus lalu, bunga diskonto berada di kisaran 7,24 persen untuk tenor 12 bulan.

    Minat investor dalam lelang SRBI juga menurun, hanya mencapai Rp19,65 triliun, turun 34 persen dibandingkan dengan lelang SRBI sebelumnya yang mencapai permintaan Rp29,91 triliun.

    Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga untuk SVBI dan SuVBI dengan tenor 1 bulan sebesar 15 basis poin menjadi 5,55 persen, dari posisi tertinggi sebelumnya di 5,70 persen.

    Lesunya lelang SRBI serta penurunan suku bunga instrumen berjangka pendek ini mempengaruhi minat investor asing untuk masuk.

    Aliran modal asing pekan lalu masih kecil. Berdasarkan data Bank Indonesia, merujuk pada transaksi 5-8 Agustus, investor asing mencatatkan beli bersih sebesar Rp1,62 triliun, terdiri atas beli neto Rp2,24 triliun di SBN, Rp650 miliar di saham, dan jual neto Rp1,28 triliun di SRBI.

    Alhasil, sepanjang tahun ini hingga Kamis, 8 Agustus 2024, nonresiden tercatat mencatat jual neto Rp21,75 triliun di pasar SBN, beli neto Rp174,51 triliun di SRBI, dan Rp0,66 triliun di pasar saham.

    Secara teknikal, rupiah masih berpotensi melemah dengan koreksi terdekat menuju level Rp15.940 USD yang merupakan level support setelah gagal mendekati MA-200. Target pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp15.970 USD.

    Jika rupiah kembali break dari kedua support tersebut, ada potensi pelemahan lanjutan menuju level Rp16.000 USD sebagai support terkuat.

    Jika terjadi penguatan rupiah hari ini, level resistance menarik untuk dicermati berada di Rp15.900 USD dan selanjutnya di Rp15.850 USD.

    Adapun dalam sepekan perdagangan, atau dalam tren jangka menengah (Mid-term), rupiah masih memiliki potensi penguatan optimis lanjutan menuju MA-200 ke level Rp15.870 USD.

    Isu Resesi AS

    Di tengah isu resesi AS dan prospek penurunan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed), banyak investor mencari instrumen investasi yang menawarkan keamanan serta imbal hasil yang pasti dan tinggi.

    Salah satu penyebab meningkatnya kekhawatiran akan resesi AS pada pekan lalu adalah peningkatan tajam dalam angka pengangguran selama tiga bulan terakhir.

    Sebagai informasi, pada Juli 2024, tingkat pengangguran di AS mencapai 4,3 persen, naik dari 4,1 persen pada periode sebelumnya, di tengah melambatnya perekrutan tenaga kerja. Kenaikan ini menimbulkan kekhawatiran akan memburuknya pasar tenaga kerja dan potensi kerentanan ekonomi terhadap resesi.

    Ancaman resesi semakin nyata dengan proyeksi Sahm Recession Indicator, yang menunjukkan potensi resesi ketika indikator ini berada di atas level 0,5 poin persentase.

    Menurut perhitungan, Sahm Rule Indicator pada Juli 2024 menunjukkan angka 0,53 poin persentase.

    Selain itu, hasil survei CME FedWatch Tool menunjukkan hampir 50 persen pelaku pasar meyakini The Fed akan memangkas suku bunganya sebesar 50 basis poin (bps) pada pertemuan Federal Open Market Committee di September 2024.

    Jika hal ini benar-benar terjadi, dampak terhadap pasar keuangan global, khususnya di AS, akan terasa.

    Para investor, termasuk investor asing, mulai mengantisipasi situasi ini. Hal ini terlihat dari meningkatnya minat investor asing terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

    Instrumen seperti SBN dan SRBI yang ditawarkan saat ini memberikan imbal hasil yang cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan deposito perbankan.

    Direktur Distribution and Institutional Funding BTN, Jasmin, mengatakan bahwa banyaknya pilihan instrumen investasi lainnya seperti SBN dan SRBI yang dikeluarkan BI, yang menawarkan *yield* lebih tinggi dibanding deposito perbankan.

    "Bahkan rate SRBI lebih tinggi dari SBN, sehingga ada pergeseran investasi asing dari SBN ke SRBI," kata Jasmin.

    Selain itu, strategi pengelolaan portofolio aset manajemen juga terpengaruh oleh kondisi global saat ini.

    Direktur Panin Asset Management (Panin AM), Rudiyanto, menyebutkan bahwa dengan prospek penurunan suku bunga acuan, Panin AM akan memperpanjang durasi obligasi pada reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campurannya. Ketika suku bunga dipangkas, potensi *capital gain* akan semakin besar.

    Rudiyanto juga melihat instrumen moneter SRBI sebagai peluang investasi yang menarik karena memberikan imbal hasil yang tinggi. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.