KABARBURSA.COM - Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, memberikan tanggapan terkait pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai short selling yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Menurut Jeffrey, produk dan layanan seperti short selling, margin trading, dan derivatif memang belum pernah dimintakan fatwa kesesuaian syariah oleh BEI kepada Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI).
Jeffrey menjelaskan bahwa, selain Fatwa Nomor 80 Tahun 2011, terdapat 24 fatwa lainnya yang dikeluarkan oleh DSN-MUI mengenai produk dan layanan pasar modal. Fatwa-fatwa ini mencakup mekanisme perdagangan di BEI, kliring di Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI), dan penyimpanan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
"Memang untuk produk dan layanan short selling, margin trading, dan derivatif belum pernah dimintakan fatwa kesesuaian syariah oleh BEI kepada DSN-MUI," ungkap Jeffrey, Minggu, 23 Juni 2024.
Ia menambahkan, para investor yang ingin bertransaksi secara syariah dapat menjadi investor syariah, di mana seluruh mekanisme transaksi dilakukan sesuai prinsip syariah, termasuk pembelian saham secara cash basis tanpa trading limit dari perusahaan sekuritas.
"Sesuai prinsip syariah, investor syariah dilarang menggunakan margin dan melakukan short selling. Kami sangat mendorong lebih banyak masyarakat menjadi investor syariah," ujar Jeffrey.
Namun demikian, Jeffrey menuturkan bahwa bagi investor lain, mereka tetap bisa menggunakan strategi investasi yang memanfaatkan fasilitas trading limit, margin, dan short selling sesuai dengan pilihan masing-masing.
Sebelumnya, Ketua DSN-MUI Bidang Pasar Modal Syariah, Iggi H. Achsien, menyatakan bahwa transaksi saham secara short selling hukumnya haram dalam pandangan syariah. Namun, DSN-MUI tidak memiliki wewenang untuk melarang saham-saham tertentu ditransaksikan secara short selling.
"Secara syariah, short selling itu haram dalam investasi syariah. Tapi kami tidak bisa melarang bahwa saham yang masuk daftar efek kemudian dimasukkan ke dalam daftar saham short selling," ujar Iggi.
Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor 80 Tahun 2011, transaksi short selling bertentangan dengan prinsip syariah karena termasuk ke dalam ba'i al-ma'dum.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan aturan mengenai pembiayaan transaksi efek oleh perusahaan efek dan transaksi short selling. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6 Tahun 2024, yang merupakan penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya dalam POJK Nomor 55/POJK.04/2020, khususnya terkait aspek governance dan prudential atas kegiatan pembiayaan transaksi efek kepada nasabah oleh perusahaan efek.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menuturkan bahwa BEI sedang mempersiapkan beberapa hal baru yang akan diluncurkan pada 2024, termasuk short selling, single stock futures, dan put warrant (structured warrant).
"Kami berharap ini bisa menambah pilihan instrumen trading bagi investor," ujar Irvan.
Transaksi Short Selling itu apa sih?
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menegaskan bahwa transaksi short selling dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah haram.
Ketentuan ini didasarkan pada Fatwa DSN-MUI Nomor 80 Tahun 2011 mengenai penerapan prinsip syariah dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar reguler bursa efek.
Fatwa tersebut menjelaskan bahwa transaksi short selling termasuk dalam praktik bai' al-ma'dum, yaitu penjualan barang yang tidak dimiliki, yang dilarang dalam Islam.
Ketua DSN-MUI Bidang Pasar Modal Syariah, Iggi H. Achsien, menyatakan bahwa fatwa tersebut merujuk pada hadis yang melarang jual beli barang yang belum dimiliki oleh penjual.
"Short selling itu menjual sesuatu yang belum kita miliki dengan asumsi bahwa nanti kita akan membelinya kembali dengan harga yang lebih rendah," ujar Iggi.
Lebih lanjut, Iggi menjelaskan bahwa transaksi short selling juga termasuk dalam kategori gharar, yaitu transaksi yang mengandung ketidakpastian atau spekulasi yang tinggi, yang dilarang dalam syariah. Oleh karena itu, investor yang berpegang pada prinsip syariah, baik individu maupun institusi, dilarang melakukan transaksi short selling.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan transaksi short selling?
Menurut berbagai sumber, short selling adalah transaksi jual beli saham di mana investor menjual saham yang sebenarnya tidak dimiliki dengan harapan bisa membelinya kembali saat harga saham tersebut turun. Praktik ini sering dilakukan oleh investor yang berpengalaman karena memerlukan prediksi yang tepat mengenai pergerakan harga saham.
Dalam mekanisme short selling, investor meminjam saham dari pihak lain, seperti pialang saham, kemudian menjual saham tersebut dengan harga pasar saat ini. Harapannya, ketika harga saham turun, investor dapat membelinya kembali dengan harga yang lebih rendah dan mengembalikannya kepada pialang, sehingga meraih keuntungan dari selisih harga jual dan beli.
Perlu diketahui, pada awal tahun 2020, BEI sempat melarang transaksi short selling untuk mencegah penurunan drastis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tengah pandemi COVID-19.
Larangan serupa juga pernah diberlakukan pada tahun 2008 dan 2015, ketika BEI menilai bahwa short selling berkontribusi terhadap penurunan tajam IHSG dalam waktu singkat.
Dengan adanya ketentuan ini, investor yang berpegang pada prinsip syariah harus berhati-hati dan menghindari transaksi yang dilarang agar tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal ini juga mendorong investor untuk mencari alternatif investasi yang lebih aman dan sesuai dengan hukum syariah. (*)
Kamus ekonomi Kabar Bursa:
Short Selling: Transaksi jual beli saham, di mana investor tidak memiliki saham untuk melakukan transaksi tersebut
Margin Trading: Transaksi pembelian efek dilakukan nasabah dengan dibiayai atau difasilitasi oleh perusahaan efek. Sehingga para investor dapat bertransaksi melebihi jumlah uang yang dimilikinya.
Derivatif: Kontrak atau perjanjian yang nilai atau peluang keuntungannya terkait dengan kinerja aset lain. Aset lain ini disebut sebagai underlying assets. Efek derivatif merupakan Efek turunan dari Efek "utama" baik yang bersifat penyertaan maupun utang.
Single Stock Futures: Perjanjian atau kontrak antara dua belah pihak untuk menjual atau membeli suatu saham, yang mana nantinya saham akan menjadi underlying dari produk SSF.
Underlying: Aset dengan nilai ekonomis yang menjadi dasar penerbitan sebuah instrumen keuangan. Maka dari itu, underlying menjadi suatu komponen terpenting yang wajib diamati di sebuah instrumen investasi, baik investasi derivatif maupun kontrak berjangka.
SFF: Kontrak berjangka saham.
 
      