Logo
>

BEI Bidik Emiten Lighthouse dan Siapkan Short Selling

Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana menerapkan kembali short selling mulai 26 September 2025, sebagai bagian dari strategi peningkatan likuiditas pasar.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
BEI Bidik Emiten Lighthouse dan Siapkan Short Selling
Tangkapan layar Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy saat memaparkan materi Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan secara daring pada Rabu, 25 Juni 2025. (Foto: KabarBursa/Desty Luthfiani)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) menyiapkan sejumlah langkah untuk meningkatkan likuiditas pasar saham domestik, mulai dari perluasan produk derivatif hingga rencana implementasi kembali short selling yang paling cepat dilakukan pada 26 September 2025.

    Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menjelaskan bahwa pelaksanaan short selling mengacu pada surat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tertanggal 27 Maret 2025, yang memberikan waktu sekitar enam bulan untuk persiapan.

    "Setidaknya di tanggal 26 September 2025 kita akan memulai perdagangan dengan short selling. Tapi bisa juga lebih lambat tergantung kondisi pasar saat itu," ujar Irvan dalam agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan atau RUPST BEI secara daring pada Rabu, 25 Juni 2025.

    Menurutnya, implementasi short selling bukan hanya soal tenggat waktu administratif, tetapi juga mempertimbangkan stabilitas dan kesiapan pasar. "Kalau kondisinya tidak favorable, ya kami mungkin akan berdiskusi lagi dengan OJK," tambahnya.

    Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar BEI dalam meningkatkan likuiditas pasar. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik dalam agenda serupa, menjelaskan bursa telah merilis daftar saham yang bisa dilayani oleh liquidity provider (LP) saham.

    "Bursa sudah menerbitkan daftar lebih dari 400 saham yang bisa di-LP-kan, ditambah 200 saham LP45 dan lainnya, total lebih dari 600 saham," jelas Jeffrey.

    Ia menambahkan bahwa BEI juga mendorong perluasan produk derivatif. "Underlying single stock futures saat ini lima, rencananya jadi 10. ETF juga kami aktivasi, serta ada pengembangan produk struktur seperti warrant call dan put," katanya.

    Selain itu, BEI memperluas cakupan indeks yang menjadi acuan derivatif, dari IDX30 ke IDX80. "Ini bagian dari strategi kami memperkaya pilihan dan instrumen di pasar modal," tambah Jeffrey.

    Direktur Utama BEI, Imam Rachman, menekankan bahwa peningkatan likuiditas bukan hanya berbicara soal jumlah perusahaan tercatat, tapi juga kualitas.

    "Kami tidak hanya bicara quantity, tapi juga quality. Target kami tahun ini ada lima perusahaan lighthouse, tiga sudah listing, dua lagi dalam proses," ujar Imam.

    Ia menjelaskan bahwa perusahaan lighthouse adalah emiten besar dan berkualitas tinggi yang diharapkan dapat menarik investor dan meningkatkan likuiditas pasar.

    Lebih lanjut, BEI juga memperkenalkan kontrak berjangka indeks asing sebagai bagian dari strategi likuiditas. "Kita mulai dengan MACI Hong Kong, foreign index futures yang kita launching awal tahun ini," kata Imam.

    Upaya lain yang dilakukan adalah memperluas produk derivatif lokal, seperti single stock futures yang akan diperbanyak underlying-nya, serta struktur warrant yang kini mencakup call dan put.

    Menurut Imam, BEI juga menargetkan penguatan peran LP untuk perdagangan saham. "Target kami di kuartal III 2025, LP untuk saham bisa mulai beroperasi," ujarnya.

    Di sisi teknis perdagangan, BEI juga akan menyempurnakan sistem pelaporan kode domisili investor. "Saat ini kode domisili hanya dibuka di sesi kedua. Q3 nanti akan kami buka juga di akhir sesi pertama," jelas Imam.

    Secara keseluruhan, BEI menekankan pendekatan menyeluruh untuk membangun pasar yang lebih dalam dan likuid. "Kami bicara bukan hanya IPO atau cash equities, tapi juga ekosistem produk dan mekanisme pendukungnya," ujar Imam.

    Diberitakan sebelumnya, Jeffrey telah mengumumkan BEI melakukan penundaan melakukan penundaan implementasi pembiayaan transaksi short selling dan transaksi short selling oleh perusahaan efek hingga 26 September 2025.

    Selain itu, BEI juga mencabut seluruh efek yang dapat ditransaksikan secara short selling dari daftar efek short selling. Pengumuman itu disampaikan 25 April 2025 lalu. 

    Peluncuran mekanisme tersebut sebenarnya dianggap transaksi short selling, diklaim lebih efisien dan tidak hanya bergantung pada tekanan beli, sehingga mengurangi risiko yang sering terjadi akibat kenaikan harga yang tidak wajar. Namun sekitar April lalu IHSG mengalami penurunan yang cukup dalam sehingga kemungkinan banyak pertimbangan untuk menerapkan mekanisme ini. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".