KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia buka suara soal potensi delisting saham PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) usai putusan pailit dan penetapan tersangka bos perusahaan Iwan Setiawan Lukminto.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa Sritex berpotensi untuk segera didepak dari papan perdagangan bursa setelah resmi dinyatakan pailit dan sahamnya disuspensi selama lebih dari 24 bulan.
“Sehubungan telah dilakukannya suspensi atas saham SRIL selama lebih dari 24 bulan dan telah resmi dinyatakan pailitnya SRIL, maka kondisi tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan delisting atas suatu saham berdasarkan ketentuan III.1.3 Peraturan Bursa Nomor I-N,” ujar Nyoman melalui keterangan resminya dikutip Jumat, 23 Mei 2025.
Terkait status perusahaan, Nyoman menyampaikan bahwa BEI tengah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam proses delisting dan perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup (go private), sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 45 Tahun 2024.
“Mengingat SRIL telah resmi dinyatakan pailit, saat ini tanggung jawab manajemen telah beralih kepada Kurator. Dengan demikian, terkait pemberitaan mengenai penetapan Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka korupsi, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan kepada Kurator,” lanjutnya.
Iwan Setiawan Lukminto merupakan Direktur Utama SRIL sekaligus salah satu pemegang saham utama. Ia ditangkap oleh Kejaksaan Agung atau Kejagung pada Selasa, 20 Mei 2025 lalu di kediamannya di Solo, Jawa Tengah. Penangkapan tersebut terkait dengan dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari beberapa bank daerah PT Bano Pembangunan Daerah Jawa Barat (BJB) untuk Sritex dengan nilai kerugian diperkirakan mencapai Rp692 miliar.
Penetapan tersangka ini menjadi salah satu sorotan publik mengingat posisi Iwan dalam manajemen perusahaan terbuka. Namun, pasca vonis pailit yang diketuk Pengadilan Niaga, tanggung jawab operasional dan hukum perusahaan telah beralih sepenuhnya ke Kurator yang ditunjuk.
Lebih lanjut, Nyoman menjelaskan bahwa dalam proses delisting akibat kepailitan, maka hak pemegang saham berada di urutan paling akhir setelah seluruh kewajiban terhadap para kreditur diselesaikan.
“Dalam hal perusahaan tercatat dilakukan delisting oleh Bursa karena kondisi pailit dan saat ini sedang dilakukan penyelesaian aset oleh kurator," ujar dia.
Nyoman mengatakan maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), penyelesaian aset perusahaan terlebih dahulu dibagikan sesuai prioritas penyelesaian harta pailit sebagai berikut:
1. Kreditur dengan hak istimewa (preferen).
2. Kreditur separatis.
3. Kreditur konkuren.
4. Pemegang saham.
Ia menegaskan bahwa penyelesaian akan mengutamakan kepentingan kreditur, dan hanya bila terdapat sisa kekayaan dari hasil likuidasi, barulah sisa tersebut bisa dialokasikan kepada pemegang saham.
Terkait keputusan final mengenai delisting dan status perusahaan, Bursa menyatakan akan mengumumkan secara resmi kepada publik setelah koordinasi dengan OJK selesai.
“Bursa senantiasa melakukan koordinasi dengan OJK sebagaimana diatur dalam POJK 45 Tahun 2024 dan akan diumumkan kepada publik dalam hal sudah diputuskan akan dilakukan delisting atas Perseroan,” kata Nyoman.(*)