KABARBURSA.COM - Peralihan investor dari saham ke instrumen kripto telah menyebabkan penurunan rata-rata transaksi harian (RNTH) saham sepanjang tahun ini. Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai transaksi harian saham menurun menjadi sekitar Rp11,89 triliun.
Meskipun demikian, angka ini masih di bawah target RNTH BEI tahun ini yang sebesar Rp12,25 triliun. Oktavianus Audi, Head of Customer Literation and Education di Kiwoom Sekuritas, mengakui bahwa penurunan transaksi di BEI juga dipengaruhi oleh minat terhadap investasi kripto. Namun, Audi juga menyoroti pengaruh faktor ekonomi makro terhadap kondisi tersebut.
Lebih lanjut, Audi mencatat bahwa investasi kripto menarik perhatian karena kemudahan akses seperti pembukaan rekening dan perdagangan 24 jam. "Selain itu, fluktuasi harga yang tidak terbatas memberikan fleksibilitas yang lebih besar, meskipun kita harus mempertimbangkan tingginya risiko yang terkait dengan aset kripto," ungkap Audi.
Audi menjelaskan bahwa banyak trader atau scalper beralih ke kripto sebagai alternatif investasi, yang pada akhirnya meningkatkan aktivitas perdagangan harian di pasar kripto.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, di tengah lesunya transaksi saham sepanjang tahun berjalan, nilai transaksi di instrumen kripto justru melonjak signifikan. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat nilai transaksi aset kripto pada periode Januari 2024 hingga Juni 2024 mencapai angka Rp301,75 triliun.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya mengatakan nilai ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 354,17 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu Rp66,44 triliun.
Sementara itu meski ada penyesuaian pada Mei lalu, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar hingga Juni 2024 mencapai 20,24 juta pelanggan, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 430.500 pelanggan per bulan sejak Februari 2021.
“Pertumbuhan jumlah pelanggan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin menyadari dan tertarik terhadap potensi investasi aset kripto,” ujar Tirta dalam keterangan resmi.
Chief Compliance Officer (CCO) Reku Robby menilai, pertumbuhan industri kripto salah satunya turut didorong oleh Exchange-Traded Fund (ETF) Bitcoin. “Pada 5 Juni lalu, ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat mencatat arus masuk bersih harian terbesar kedua sejak listing, menarik dana senilai 886,75 juta dolar AS. Inflow ETF Bitcoin ini pun terus meningkat hingga Juli, mengutip Crypto Intelligence, pada 12 Juli 2024 lalu, ETF Bitcoin Spot mengalami aliran dana yang kuat, mengumpulkan lebih dari 310 juta dolar AS (Rp5 triliun), yang menandai kinerja terbaik sejak 5 Juni,” kata Robby.
Menurut Robby, performa positif ETF Bitcoin tersebut bukan hanya menggambarkan besarnya minat investor konservatif di Amerika Serikat terhadap Bitcoin, namun juga memperkuat kepercayaan investor secara keseluruhan termasuk di Indonesia.
Selain itu, kendati performa Bitcoin masih cukup volatil, Bitcoin tengah berada pada trek bullish dengan main rally yang secara historis memang dimulai antara 1-6 bulan setelah halving. “Sehingga optimisme investor pun masih tergolong tinggi dan tergambar dari peningkatan jumlah transaksi dan investor di Indonesia,” jelasnya.
Perlu diketahui, tugas atau wewenang pengawasan transaksi aset kripto sedang dalam tahap peralihan dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2025. Perbesar BEI Akui Ada Peralihan Investor Bursa Efek Indonesia pun mengakui adanya tren peralihan investor ke instrumen investasi lain, di tengah lesunya transaksi saham.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan penyebab turunnya transaksi harian saham lebih dominan dipengaruhi oleh sentimen global. "Terkait transaksi yang menurun lebih dipengaruhi oleh faktor seperti kondisi suku bunga yang masih tinggi dan investor masih mencermati kondisi makro ekonomi maupun geopolitik di dalam dan luar negeri," ujar Jeffrey kepada Bisnis.
Seperti yang diketahui, Federal Reserve Amerika Serikat (AS) masih mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25 persen-5,5 persen, dengan proyeksi satu kali pemangkasan suku bunga tahun ini. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) juga mempertahankan suku bunga pada level 6,25 persen. Proyeksi suku bunga BI juga dipengaruhi oleh kebijakan Federal Reserve.
Federal Reserve akan mengadakan pertemuan FOMC pada tanggal 30-31 Juli 2024. Jeffrey juga mencatat adanya tren peralihan investor ke Surat Berharga dalam Rupiah Indonesia (SRBI) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa investor asing telah melakukan penjualan bersih sebesar Rp2,45 triliun sepanjang tahun ini (year-to-date).
Berdasarkan data setelmen Bank Indonesia per 25 Juli 2024, investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp39,06 triliun di SRBI. "Data menunjukkan peningkatan kepemilikan di instrumen pendapatan tetap seperti SRBI," tambah Jeffrey. (*)