KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mendorong pencapaian target lima penawaran umum perdana saham (IPO) berstatus lighthouse sepanjang tahun 2025.
Hingga 20 Juni 2025, telah terdapat tiga calon perusahaan tercatat dalam pipeline. IPO yang berpotensi menjadi bagian dari kategori ini, termasuk PT Chandra Daya Investama Tbk (CDIA) yang direncanakan segera melantai di bursa.
CDIA merupakan anak usaha PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) usaha konglomerat Prajogo Pangestu.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengonfirmasi bahwa hingga pertengahan tahun ini sudah ada tiga perusahaan yang lebih dahulu merealisasikan IPO lighthouse yakni PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) dari sektor energi, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) dari sektor properti dan konstruksi, serta PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) dari sektor barang konsumen.
“Dengan masuknya CDIA dalam pipeline, masih ada dua potensi IPO lighthouse lagi yang kami harapkan bisa tercapai tahun ini,” kata Nyoman dikutip Selasa, 24 Juni 2025.
Kategori IPO lighthouse mencerminkan perusahaan yang memiliki skala besar, citra baik, serta berpotensi menarik minat investor ritel maupun institusi. Perusahaan-perusahaan tersebut diharapkan menjadi acuan dan inspirasi bagi calon emiten lainnya, khususnya dari kalangan BUMN, BUMD, maupun konglomerasi swasta.
Namun demikian, ketidakpastian pelaksanaan IPO Danantara atau perusahaan pengelola aset BUMN yang sebelumnya disebut potensial menjadi IPO lighthouse mendorong BEI untuk memperluas strategi pendekatan terhadap sektor non-BUMN.
Untuk itu, BEI saat ini tengah menyusun kajian strategis yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari grup usaha besar, perusahaan potensial IPO, investor institusi dan ritel, hingga lembaga pemerintah. Kajian ini bertujuan menggali minat dan tantangan perusahaan berskala besar terhadap IPO, serta menyusun rekomendasi untuk penguatan regulasi dan infrastruktur pasar.
Nyoman menjelaskan sebagai bagian dari strategi pendampingan, BEI mengoperasikan unit kerja khusus yang secara aktif mendampingi perusahaan-perusahaan calon emiten melalui program seperti go public workshop, coaching clinic, pertemuan langsung, hingga acara jejaring yang mempertemukan pelaku usaha dengan profesi penunjang pasar modal.
Terkait peran Danantara sebagai liquidity provider, Nyoman menyatakan bahwa peraturan saat ini hanya memperbolehkan Anggota Bursa menjalankan peran tersebut.
Namun, BEI tetap membuka ruang kolaborasi dengan Danantara untuk mendorong anak-anak usaha BUMN yang menjadi Anggota Bursa agar turut aktif menyediakan likuiditas tidak hanya untuk IPO lighthouse, tetapi juga untuk saham-saham yang masuk dalam daftar efek liquidity provider. Hal ini dinilai penting untuk meningkatkan likuiditas, pendalaman pasar, serta kepercayaan investor.
Sampai dengan 20 Juni 2025, BEI mencatat telah ada 14 perusahaan yang mencatatkan saham dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp7,01 triliun. Selain itu, terdapat 14 perusahaan lainnya yang berada dalam pipeline pencatatan saham.
Dari sisi klasifikasi aset merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017, terdapat 1 perusahaan dengan aset skala kecil di bawah Rp50 miliar, 5 perusahaan dengan aset menengah antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar dan 8 perusahaan dengan aset besar di atas Rp250 miliar.
Dilihat dari sektornya, perusahaan dalam pipeline tersebut berasal dari berbagai sektor, yaitu 2 perusahaan dari sektor bahan baku, 1 dari sektor barang konsumen siklikal, 2 dari sektor barang konsumen non-siklikal, 1 dari sektor energi, 3 dari sektor keuangan, dan 2 dari sektor kesehatan. Saat ini belum ada perusahaan pipeline dari sektor industri, infrastruktur, properti dan real estat, teknologi, serta transportasi dan logistik.
Untuk aksi korporasi lain, pasar obligasi menunjukkan dinamika yang cukup aktif. Hingga 20 Juni 2025, telah diterbitkan 58 emisi dari Surat Utang dan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) dengan dana yang berhasil dihimpun sebesar Rp73,9 triliun.
Dalam pipeline, terdapat 58 emisi dari 44 penerbit yang berasal dari berbagai sektor, antara lain 2 perusahaan dari sektor bahan baku, 3 dari barang konsumen non-siklikal, 7 dari sektor energi, 24 dari sektor keuangan, 2 dari sektor kesehatan, 2 dari sektor industri, 1 dari sektor infrastruktur, dan 3 dari sektor properti dan real estat. Tidak terdapat perusahaan dalam pipeline obligasi dari sektor teknologi maupun transportasi dan logistik.
Sementara itu, untuk aksi rights issue, telah terdapat 4 perusahaan tercatat yang menerbitkan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dengan nilai total sebesar Rp860 miliar.
Selain itu, masih terdapat 4 perusahaan lainnya yang berada dalam pipeline rights issue, terdiri atas 2 perusahaan dari sektor bahan baku, 1 dari sektor kesehatan, dan 1 dari sektor transportasi dan logistik. Tidak ada perusahaan dalam pipeline rights issue dari sektor barang konsumen, energi, keuangan, industri, infrastruktur, properti, maupun teknologi.
Dengan semakin terdiversifikasinya sektor dan jenis aksi korporasi yang masuk dalam pipeline, BEI optimistis bahwa pasar modal Indonesia akan terus berkembang dan mampu menarik minat pelaku usaha berskala besar, termasuk untuk merealisasikan IPO lighthouse yang ditargetkan.(*)