KABARBURSA.COM - Dua emiten syariah, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), akan dikeluarkan dari daftar efek yang bisa diperdagangkan secara margin dan short selling di Bursa Efek Indonesia (BEI) paling cepat akhir 2024. Langkah ini diambil setelah fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai transaksi short selling saham.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menggodok revisi peraturan terkait daftar saham yang dapat diperdagangkan secara margin dan short selling. Saat ini, dari lima emiten syariah yang terdaftar, yaitu PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi Tbk (JMAS), dan PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS), BRIS dan BTPS adalah dua yang termasuk dalam daftar efek margin karena memenuhi kriteria.
Jeffrey menambahkan bahwa BEI sudah berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk kedua emiten syariah tersebut, dan mereka menyetujui perubahan ini. Proses pengeluaran saham BRIS dan BTPS dari daftar efek margin dan short selling akan dilakukan dengan memberikan waktu cukup bagi investor yang sudah melakukan transaksi untuk menyesuaikan portofolio mereka.
"Dari peraturan baru mungkin mulai berlaku sekitar Oktober, dan kami akan memberikan waktu tambahan sampai akhir tahun atau awal tahun depan sebelum peraturan tersebut efektif," jelas Jeffrey.
Setelah diberlakukannya peraturan baru, kelima emiten syariah yang terdaftar tidak akan bisa masuk ke dalam daftar efek yang dapat diperdagangkan secara margin atau short selling. Peraturan ini berbeda dari daftar saham syariah, yang mencakup saham perusahaan yang tidak melanggar prinsip syariah dalam kegiatan usahanya, meskipun emiten syariah - perusahaan yang secara khusus mengikuti prinsip syariah - tidak akan dapat diperdagangkan dengan mekanisme margin dan short selling.
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) sebelumnya mengeluarkan fatwa haram terkait transaksi short selling, yang dinyatakan dalam Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011. Menurut fatwa tersebut, short selling dianggap bertentangan dengan prinsip syariah karena termasuk dalam kategori ba'i al-ma'dum (penjualan barang yang belum ada). Hal ini didasarkan pada hadis yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkan menjual sesuatu yang tidak dimiliki.
Ketua DSN-MUI Bidang Pasar Modal Syariah, Iggi H. Achsien, menjelaskan bahwa short selling melibatkan jual beli barang yang belum dimiliki dengan harapan harga barang tersebut akan turun, yang termasuk dalam praktik gharar - proses jual beli yang tidak memiliki kepastian yang jelas, yang dilarang dalam Islam. Oleh karena itu, investor Muslim dan perusahaan yang mengaku sebagai emiten syariah memiliki hak untuk menolak dimasukkan dalam daftar efek yang dapat diperdagangkan dengan metode tersebut.
Fatwa Haram MUI
Polemik seputar short selling saham kini mengalami perkembangan dengan dikeluarkannya fatwa haram oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dewan Syariah telah menegaskan bahwa transaksi short selling dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk dalam kategori ba’i al-ma’dum.
Transaksi ini melibatkan penjualan saham yang belum dimiliki dengan harapan membeli kembali pada harga yang lebih rendah di masa depan, yang menurut DSN-MUI merupakan spekulasi yang tidak diperbolehkan dalam investasi syariah.
Ketua DSN-MUI Bidang Pasar Modal Syariah Iggi H Achsien, menyatakan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) sebaiknya memberikan opsi kepada emiten untuk mengecualikan saham mereka dari daftar efek yang dapat ditransaksikan secara short selling, terutama bagi emiten yang mengutamakan likuiditas sahamnya. Bagi investor syariah, Iggi menekankan bahwa short selling dianggap melanggar prinsip syariah dan seharusnya tidak diperbolehkan.
Meskipun demikian, Iggi juga mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang untuk melarang BEI memasukkan saham-saham tertentu ke dalam daftar efek short selling. Meskipun haram menurut syariah, keputusan akhir terkait penentuan saham yang dapat ditransaksikan secara short selling tetap berada di tangan otoritas pasar modal.
BEI sendiri tengah bersiap meluncurkan aturan short selling pada semester II tahun 2024. Rencananya, sebanyak 116 saham akan termasuk dalam daftar efek yang dapat ditransaksikan secara short selling, meskipun beberapa di antaranya termasuk dalam kategori saham syariah.
Ini mencakup beberapa saham yang masuk dalam perhitungan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), seperti PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PT Ace Hardware Indonesia Tbk. (ACES), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy, menyambut positif langkah tersebut sebagai strategi untuk meningkatkan pilihan instrumen trading bagi investor pasar modal Indonesia. Ia berharap inisiatif baru ini dapat memperkuat antusiasme investor terhadap pasar modal domestik.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.