KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan pengumuman resmi terkait terjadinya Unusual Market Activity (UMA) pada saham PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU). Pengumuman ini menyoroti peningkatan harga saham RATU yang dianggap berada di luar kebiasaan.
Dalam pernyataan resminya, BEI menyatakan bahwa pengumuman UMA tidak secara otomatis menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Kepala Divisi Pengawasan Transaksi, Yulianto Aji Sadono, bersama Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan, Pande Made Kusuma Ari A. menegaskan bahwa hingga saat ini, BEI sedang mencermati pola transaksi saham RATU untuk memastikan tidak ada tindakan yang melanggar aturan.
"Informasi terakhir terkait Raharja Energi Cepu yang tercatat di laman resmi BEI adalah pengumuman pada 7 Januari 2025 mengenai pencatatan saham dari penawaran umum," ungkapnya pada Rabu, 15 Januari 2025.
Sehubungan dengan UMA ini, BEI memberikan sejumlah imbauan kepada para investor, yakni: a) memperhatikan jawaban perusahaan atas permintaan konfirmasi dari BEI; b) mencermati kinerja dan keterbukaan informasi dari perusahaan; c) mengkaji ulang rencana corporate action perusahaan, terutama jika rencana tersebut belum mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); dan d) mempertimbangkan berbagai kemungkinan risiko sebelum mengambil keputusan investasi.
Lebih lanjut, mereka menegaskan pentingnya perlindungan terhadap investor dalam situasi ini. "Kami mengimbau investor untuk tetap berhati-hati dan mempertimbangkan segala informasi yang ada sebelum mengambil langkah investasi," ujar keduanya dalam pernyataan bersama.
Dengan adanya pengawasan ketat dari BEI, diharapkan situasi ini dapat segera teratasi, dan investor dapat terus melakukan aktivitas investasi dengan aman dan transparan.
Dari lantai bursa, saham RATU kembali mencatatkan lonjakan signifikan dalam perdagangan Rabu, 15 Januari 2025. Harga saham RATU ditutup di level Rp4.330, naik sebesar Rp860 atau 24,78 persen dari harga penutupan sebelumnya di Rp3.470. Lonjakan ini turut mencapai batas auto rejection atas (ARA) pada level Rp4.330.
Kenaikan ini juga diiringi oleh volume transaksi tinggi, mencapai 3,86 juta saham, jauh melampaui rata-rata volume perdagangan harian sebesar 199.452 saham. Nilai transaksi perdagangan saham RATU tercatat sebesar Rp16,7 miliar, dengan jumlah lot yang diperdagangkan sebanyak 39.000 lot.
Dalam sepekan terakhir, saham RATU telah mengalami kenaikan akumulatif sebesar Rp2.540 atau 141,90 persen. Lonjakan harga ini memicu perhatian para pelaku pasar, mengingat lonjakan tajam seperti ini jarang terjadi tanpa katalis fundamental atau sentimen tertentu.
Saham RATU Melesat 55,4 Persen Sejak IPO, Peluang atau Risiko?
Saham RATU terus mengalami lonjakan sejak Iniative Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia pada 8 Januari 2025. Saat IPO, Harga saham RATU dibuka Rp1.150 per saham, namun pada penutupan perdagangan per 10 Januari 2025, harganya sudah melesat di angka Rp2.230 per lembar saham.
Saham RATU terpantau naik 795 poin dan mengalami peningkatan sebesar 55,40 persen dalam kurun waktu tersebut. Lalu apakah emiten perusahaan tersebut menarik untuk investasi?
Menurut Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo, saham RATU yang baru IPO beberapa hari lalu ini mungkin sementara ini menarik untuk investasi jangka pendek, mengingat sifat saham yang fluktuatif.
“Saham itu tergantung dari fundamentalnya ya. mungkin (RATU) fundamentalnya di tahun 2024 sedang bagus. Biasanya, emiten-emiten ini akan mempertahankan fundamental keuangannya supaya tetap stabil. Kalau stabil, itu juga akan mengangkat secara positif. Tapi harus diingat bahwa pergerakan saham itu fluktuatif dan tidak akan naik terus,” ujarnya saat dihubungi Kabarbursa.com, Jumat 10 Januari 2025.
Ibrahim menyebut, saham RATU jika terus mengalami kenaikan bisa mengalami koreksi yang menyebabkan penurunan.
“Secara teknikal, harga saham ini tidak mungkin akan naik terus. Kalau harga naik terus, siapa yang mau beli? Pasti ada koreksi-koreksi. Bisa saja, kalau harga naik tinggi, kemudian sudah kelihatan bahwa tidak akan lagi ada yang melakukan pembelian, kemudian dari situlah banyak yang taking profit,” jelasnya.
“Taking profit ini sebenarnya dimanfaatkan oleh investor-investor tersebut untuk mengambil di posisi terendah. Selain itu pada saat kondisi global mengalami penurunan, itu pasti akan berdampak terhadap saham-saham. Kalau saham-saham gambarannya turun, pasti itu akan berdampak terhadap emiten. Emiten itu juga pasti akan mengalami penurunan,” sambungnya.
Meski begitu Ibrahim memproyeksikan, penurunan saham RATU tidak akan terlalu signifikan mengingat perusahaannya yang tidak berbasis komoditas.
“Jadi saham ini kemungkinan besar bisa lebih stabil untuk pergerakannya. kemudian saat naiknya terlalu signifikan itu juga harus hati-hati. Karena pasti Bursa Efek Indonesia akan mengawasi. Tetapi kalau seandainya harganya stabil, kemudian kenaikannya tidak mencolok, ini cukup bagus untuk dijadikan sebagai emiten yang diinvestasikan ke depannya,” terangnya.
Kemudian dengan melihat kondisi ekonomi global yang tidak menentu, Ibrahim menyarankan agar para investor hati-hati dalam memilih emiten untuk investasi. Terutama saham yang baru IPO biasanya digunakan investor hanya untuk mencari keuntungan sesaat.
“Biasanya investor saat ini, di zaman-zaman kondisi ekonomi digital sedang bermasalah, para investor akan mencari keuntungan besar namun cuma sesaat. Sehingga saham seperti RATU tergoreng,” jelasnya.
Oleh sebab itu Ibrahim menilai, saham RATU sementara ini belum bisa dipastikan untuk investasi jangka panjang. “Jangka panjang sepertinya tidak. Karena melihat kondisi juga, ini kan mau ada perang dagang, akan ada proteksi antara Amerika nih. Apalagi kebijakan Donald Trump ini kan banyak sekali pernyataan yang negatif yang membuat dolar menguat,” pungkas Ibrahim. (*)