Logo
>

BEI Resmi Tunda Short Selling hingga 26 September 2025

Selain itu, BEI juga mencabut seluruh efek yang dapat ditransaksikan secara short selling dari daftar efek short selling.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
BEI Resmi Tunda Short Selling hingga 26 September 2025
Konferensi pers OJK dan BEI di gedung BEI Jakarta, Senin, 3 Maret 2025. Foto: Kabar Bursa/Hutama Prayogo

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi mengumumkan penundaan transaksi short selling setelah menindaklanjuti surat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: S-25/D.04/2025 tanggal 27 Maret 2025.

    Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menyampaikan, pihaknya melakukan penundaan implementasi pembiayaan transaksi short selling dan transaksi short selling oleh perusahaan efek hingga 26 September 2025.

    Selain itu, BEI juga mencabut seluruh efek yang dapat ditransaksikan secara short selling dari daftar efek short selling. 

    "Sebagaimana tercantum dalam butir 1.f.pengumuman PT Bursa Efek Indonesia No. Peng-00055/BEI.POP/04-2025 tanggal 25 Maret 2025 tentang Efek yang dapat ditransaksikan dan dijaminkan dalam rangka transaksi margin dan short selling," kata Jeffrey dalam keterangannya di keterbukaan informasi, dikutip Jumat, 25 April 2025.

    Di sisi lain, BEI juga tidak menerbitkan daftar efek short selling sebagaimana diatur dalam ketentuan III. Peraturan bursa nomor II-H tentang persyaratan dan perdagangan efek dalam transaksi marjin dan transaksi short selling sampai dengan tanggal 26 September 2025.

    Jeffrey menyampaikan, penundaan implementasi pembiayaan transaksi short selling dan transaksi short selling oleh perusahaan efek dan pencabutan daftar efek yang dapat ditransaksikan secara short selling mulai berlaku sejak 25 April 2025.

    Short Selling Bantu Investor Hadapi Ketidakpastian Pasar

    Sebelumnya, BEI direncanakan bakal meluncurkan sejumlah instrumen keuangan baru, yakni short selling dan intraday short selling.

    Jeffrey mengatakan, tujuan peluncuran instrumen ini adalah untuk membantu para investor di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.

    "Produk ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak opsi strategi bagi investor, terutama saat pasar mengalami fluktuasi tinggi dalam waktu singkat," ujarnya di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.

    Jeffrey menuturkan, proses finalisasi izin bagi anggota bursa yang akan menyediakan layanan short selling masih berlangsung. Dia menjelaskan BEI menargetkan instrumen ini akan diluncurkan dalam waktu dekat, yakni  sekitar Maret atau awal kuartal kedua tahun ini.

    "Dengan adanya strategi baru ini, investor diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola portofolio mereka di tengah kondisi pasar yang dinamis dan penuh tantangan," jelasnya.

    Memahami Intraday Short Selling

    Beberapa waktu lalu, BEI memperkenalkan intraday short selling atau IDSS dalam perdagangan di pasar modal untuk efisiensi ekosistem dan fleksibilitas pasar.

    IDSS adalah strategi perdagangan saham di mana investor menjual saham yang belum mereka miliki atau dipinjam dari pialang dengan harapan bisa membelinya kembali dengan harga lebih rendah sebelum pasar tutup pada hari yang sama. Artinya, posisi short selling harus ditutup sebelum akhir sesi perdagangan.

    Mekanisme short selling diatur dengan ketat untuk mengurangi risiko manipulasi pasar dan menjaga stabilitas perdagangan. BEI hanya mengizinkan short selling pada saham-saham tertentu yang masuk dalam daftar saham yang dapat ditransaksikan secara short selling.

    Jeffrey Hendrik, menegaskan keberadaan intraday short selling diharapkan bisa mendukung ekosistem produk non-equity (instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal tapi bukan saham seperti obligasi dan lainnya-red) dan sebagai sarana hedging ketika market turun.

    Menurut dia, BEI telah memiliki berbagai instrumen seperti structured warrant dan single stock futures. Dengan adanya intraday short selling, likuiditas pasar diharapkan meningkat, sehingga investor lebih mudah melakukan transaksi jual beli.

    “Artinya, short selling dan intraday short selling ini sudah menjadi best practice di bursa internasional. Dan Indonesia sebagai salah satu bursa besar di kawasan ASEAN tentu harus memiliki produk dan layanan yang setara dengan bursa-bursa besar lainnya,” kata Jeffrey dalam acara edukasi wartawan secara daring pada Selasa, 11 Februari 2025.

    Jeffrey menuturkan, proses finalisasi izin bagi anggota bursa yang akan menyediakan layanan short selling masih berlangsung. Dia menjelaskan BEI menargetkan instrumen ini akan diluncurkan dalam waktu dekat, yakni  sekitar Maret atau awal kuartal kedua tahun ini.

    “Dengan adanya strategi baru ini, investor diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola portofolio mereka di tengah kondisi pasar yang dinamis dan penuh tantangan,” jelasnya.

    Dalam agenda yang sama, Kepala Pengembangan Bisnis 1 BEI, Firza Rizki Putra, menjelaskan perbedaan antara IDSS dan regular short selling dalam perdagangan pasar modal.

    "Intraday Short Selling adalah mekanisme di mana investor dapat menjual saham yang belum mereka miliki pada harga tinggi, dengan harapan membelinya kembali di harga yang lebih rendah dalam satu hari perdagangan," kata Firza.

    Menurut dia, mekanisme perdagangan IDSS itu lebih menawarkan keuntungan yang cepat bagi investor yang ingin memanfaatkan volatilitas saham. Ia mengklaim IDSS lebih fleksibel dalam kondisi pasar yang bergerak cepat.

    "Melalui IDSS, investor bisa mendapatkan peluang profit di pasar yang sedang bearish," ucap dia.

    Firza mencontohkan jika harga saham saat ini Rp1.000 dan diperkirakan turun ke Rp900, investor dapat menjual di Rp1.000 dan membelinya kembali di Rp900, sehingga mendapat keuntungan dari selisih harga tersebut.

    Dirinya berharap, IDSS dapat memberikan manfaat bagi pasar modal terutama meningkatkan likuiditas perdagangan, mempersempit bid-ask spread, serta membantu pembentukan harga yang lebih adil (price discovery).

    Transaksi short selling, diklaim lebih efisien dan tidak hanya bergantung pada tekanan beli, sehingga mengurangi risiko yang sering terjadi akibat kenaikan harga yang tidak wajar.

    Selain menawarkan keuntungan, menurut dia setiap kebijakan baru tetap memiliki risiko. Sama halnya dengan IDSS. Salah satu risiko utama adalah jika harga saham tidak bergerak sesuai ekspektasi. Jika harga saham naik setelah dijual, investor harus membeli kembali saham tersebut dengan harga lebih tinggi, yang berarti mengalami kerugian.

    "Investor yang melakukan IDSS harus memahami bahwa pergerakan harga saham bisa tidak sesuai harapan. Oleh karena itu, analisis pasar dan manajemen risiko menjadi hal yang sangat penting sebelum melakukan transaksi ini," tutur dia.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.