KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menyiapkan rencana perubahan mekanisme perhitungan minimum free float bagi calon emiten saat pencatatan perdana saham atau initial public offering (IPO).
Jika selama ini perhitungan minimum free float didasarkan pada nilai ekuitas, ke depan BEI berencana mengubahnya menjadi berbasis kapitalisasi pasar atau market cap.
Langkah ini sejalan dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebutkan bahwa pembahasan perubahan kebijakan free float akan dilakukan pada kuartal IV tahun ini bersama BEI dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI). Perubahan basis perhitungan ini dinilai penting untuk menciptakan klasifikasi ukuran perusahaan yang lebih relevan pada saat saham dicatatkan di bursa, serta memperkuat struktur pasar.
Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan bahwa mekanisme teknis dan detail penyesuaian klasifikasi size berdasarkan kapitalisasi pasar akan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pemangku kepentingan sebelum ditetapkan.
“Detail penyesuaian klasifikasi size berdasarkan kapitalisasi pasar dalam menentukan minimum free float saat pencatatan perdana akan kami sampaikan kemudian kepada seluruh stakeholder untuk dimintakan pendapat terlebih dahulu,” ujar Nyoman pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Saat ini, pengaturan minimum free float calon emiten mengacu pada nilai ekuitas sebelum penawaran umum. Emiten dengan ekuitas di bawah Rp500 miliar diwajibkan memiliki free float minimal 20 persen. Untuk ekuitas antara Rp500 miliar hingga Rp2 triliun, free float minimal 15 persen, sedangkan untuk ekuitas di atas Rp2 triliun sebesar 10 persen. Namun, kondisi ini kerap tidak mencerminkan ukuran perusahaan secara riil setelah proses penawaran umum dilakukan.
BEI menilai penyesuaian ini penting untuk menyelaraskan klasifikasi perusahaan dengan kondisi aktual pasca IPO. Dengan basis kapitalisasi pasar, klasifikasi akan lebih mendekati nilai pasar yang sesungguhnya.
“Penyesuaian ini kami pandang perlu dilakukan agar menghasilkan klasifikasi size yang lebih relevan saat pencatatan perdana serta sebagai dasar dalam menentukan tiering persyaratan minimum free float,” jelas Nyoman.
Simulasi awal yang telah dilakukan BEI menunjukkan, dengan klasifikasi baru ini sebagian emiten akan mengalami kenaikan tiering persyaratan free float. Misalnya, perusahaan yang sebelumnya hanya diwajibkan 10 persen bisa naik menjadi 15 persen sesuai nilai kapitalisasi pasar pasca penawaran umum.
“Berdasarkan simulasi backtesting, apabila menggunakan usulan klasifikasi size yang baru maka sebagian akan menjadi lebih tinggi tiering minimum free float-nya,” kata Nyoman.
Menurut dia, langkah tersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan proporsi kepemilikan publik dan memperdalam likuiditas pasar modal Indonesia. Selain memperhatikan praktik di bursa global, kebijakan ini juga dirancang agar tetap memberikan kepastian dan transisi yang terukur bagi calon emiten.
BEI berharap porsi free float emiten baru dapat meningkat secara signifikan sehingga memperluas akses investor terhadap saham-saham dengan kapitalisasi besar dan memperkuat kedalaman pasar.(*)