Logo
>

Berkaca dari Merosotnya Saham HMSP, Perlukah CHT Direvisi?

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Berkaca dari Merosotnya Saham HMSP, Perlukah CHT Direvisi?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) secara bertahap sejak 2023 hingga 2025. Kebijakan ini mencakup peningkatan rata-rata tarif cukai sebesar 10 persen setiap tahun dan penyederhanaan tingkatan tarif atau layer cukai rokok dari 8 layer menjadi lebih sedikit.

    Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor tembakau dan mengurangi disparitas tarif antar layer. Dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM & PPKF) 2025, pemerintah menyebutkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mencapai target penerimaan yang lebih tinggi melalui tarif bersifat multiyears dan kenaikan tarif yang moderat.

    Analis dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rut Yesika Simak, mengungkapkan konsumen diperkirakan akan terus beralih ke produk rokok dengan harga lebih terjangkau tahun ini. Pasalnya, sejak 1 Januari 2024, Kementerian Keuangan telah menetapkan harga eceran baru untuk rokok.

    Tahun ini, tarif cukai untuk SKM Golongan I ditetapkan sebesar Rp1.231 per batang, SPM Golongan I sebesar Rp1.336 per batang, dan SKT sebesar Rp483 per batang.

    "Kenaikan cukai ini kemungkinan besar akan mendorong konsumen memilih rokok yang lebih murah, seperti SKT dan SKM Golongan II," ujarnya dalam riset yang dirilis Kamis, 28 Maret 2024 lalu.

    Tak hanya itu, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya peredaran rokok ilegal dan berpotensi menggerus pendapatan perusahaan rokok, termasuk PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Dampak kebijakan ini sudah mulai dirasakan oleh HMSP, di mana dalam satu minggu terakhir, harga saham HMSP turun sebesar 6,16 persen menjadi Rp685 per lembar. Penurunan ini terjadi setelah harga saham sempat mencapai puncaknya di Rp750.

    Tentang PT HM Sampoerna Tbk

    PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk atau HMSP, adalah salah satu produsen rokok terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini memproduksi berbagai merek rokok kretek terkenal seperti A Mild, Sampoerna Kretek, dan Dji Sam Soe yang legendaris dengan julukan "Raja Kretek". HMSP merupakan bagian dari PT Philip Morris Indonesia (PMID), yang juga terafiliasi dengan Philip Morris International Inc. (PMI), perusahaan rokok tembakau terkemuka di dunia.

    Sampoerna mengoperasikan tujuh fasilitas produksi di Indonesia dan bermitra dengan 38 Mitra Produksi Sigaret (MPS). Produk-produk Sampoerna dijual dan didistribusikan melalui 106 kantor penjualan yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan kawasan Indonesia Timur.

    Pemegang saham utama HMSP adalah PT Philip Morris Indonesia, yang menguasai 92,44 persen atau 107,52 miliar lembar saham. Saham yang dimiliki masyarakat non-warisan mencapai 8,72 miliar lembar atau 7,5 persen, sementara masyarakat warisan memiliki 70,98 juta lembar saham atau 0,06 persen.

    Jumlah pemegang saham HMSP terus mengalami perubahan sepanjang tahun 2024. Pada 30 Juni 2024, jumlah pemegang saham tercatat sebanyak 70.376, naik sebanyak 79 pemegang dari 25 Juni 2024 yang tercatat 70.297 pemegang. Pada bulan sebelumnya, 31 Mei 2024, jumlah pemegang saham meningkat sebanyak 953 menjadi 70.260 pemegang dari bulan April yang mencatatkan 69.307 pemegang saham. Hal ini menunjukkan dinamika kepemilikan saham yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan keputusan investasi dari para pemegang saham.

    Performa Keuangan

    Pada kuartal kedua tahun 2024, laporan keuangan HMSP mencatat pendapatan sebesar Rp1,07 triliun, turun dari Rp1,59 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Secara tahunan, pendapatan HMSP diproyeksikan mencapai Rp6,63 triliun pada tahun 2024, turun dari Rp8,09 triliun pada tahun 2023. Total pendapatan trailing twelve months (TTM) tercatat sebesar Rp7,66 triliun.

    Valuasi Saham

    Valuasi saham HMSP menunjukkan Price to Earnings (PE) ratio tahunan sebesar 12,01, dan PE ratio trailing twelve months (TTM) sebesar 10,40. Forward PE ratio berada di angka 9, yang mengindikasikan ekspektasi pasar terhadap pendapatan perusahaan ke depan. Price to Sales (P/S) ratio TTM berada di angka 0,68, menunjukkan bahwa harga saham relatif rendah dibandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan perusahaan. Price to Book Value (P/BV) ratio tercatat sebesar 3,17, sementara Price to Cashflow (P/CF) ratio TTM sebesar 7,99.

    Profitabilitas dan Solvabilitas

    HMSP menunjukkan profitabilitas yang cukup kuat dengan Return on Assets (ROA) sebesar 15,02 persen dan Return on Equity (ROE) sebesar 30,52 persen. Gross profit margin untuk kuartal terakhir tercatat sebesar 16,34 persen, sedangkan net profit margin hanya 3,73 persen. Operating profit margin berada di angka 8,82 persen. Ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan masih mampu menghasilkan keuntungan, margin keuntungannya cukup tipis akibat tekanan regulasi.

    Dari sisi solvabilitas, current ratio perusahaan tercatat sebesar 1,50 dan debt to equity ratio hanya 0,02. Ini menunjukkan bahwa HMSP memiliki likuiditas yang baik dan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aset yang dimiliki.

    Pendapatan dan Arus Kas

    Laporan pendapatan HMSP mencatat revenue trailing twelve months (TTM) sebesar Rp117,64 triliun dan net income TTM sebesar Rp7,66 triliun. Arus kas dari operasi tercatat sebesar Rp9,969 miliar, sementara arus kas dari investasi sebesar Rp2,48 triliun, menunjukkan adanya tekanan pada likuiditas perusahaan. Arus kas dari pembiayaan tercatat negatif sebesar Rp8,28 triliun, menandakan adanya pembayaran utang atau dividen yang cukup besar.

    Performa Harga Saham

    Harga saham HMSP menunjukkan tren penurunan dalam beberapa periode. Dalam satu minggu terakhir, harga saham turun sebesar 6,16 persen. Dalam satu tahun terakhir, harga saham turun sebesar 30,46 persen, dan dalam lima tahun terakhir bahkan turun hingga 77,54 persen. Kinerja saham yang buruk ini mencerminkan dampak negatif dari kebijakan cukai yang ketat dan persaingan dengan rokok ilegal.

    Kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan tarif cukai dan menyederhanakan layer cukai rokok memberikan tekanan signifikan pada kinerja PT HM Sampoerna Tbk. Penurunan pendapatan dan harga saham mencerminkan dampak negatif dari kebijakan ini, meskipun perusahaan masih memiliki beberapa indikator keuangan yang stabil. Dalam jangka pendek, kebijakan ini kemungkinan akan terus memberikan tekanan pada industri tembakau, termasuk HMSP, yang harus beradaptasi dengan perubahan regulasi dan dinamika pasar.(pin/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).