KABARBURSA.COM - PT BFI Finance Indonesia Tbk atau BFIN secara resmi mengumumkan pengunduran diri dua direktur perusahaan yang dimohonkan pada 27 Desember 2024.
Adapun dua direktur tersebut yakni Francis Lay Sioe Ho selaku Presiden Direktur dan Andrew Adiwijanto sebagai Direktur.
Dalam keterbukaan informasi yang terbit pada Senin, 30 Desember 2024, BFIN menyampaikan pengunduran diri dua direktur itu akan dibahas pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa.
"Pengunduran diri di atas akan dibahas dan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan yang akan diselenggarakan pada tanggal 30 Januari 2025," tulis Perseroan dikutip di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.
Akan tetapi, dalam pengumuman tersebut Perseroan tidak menyebutkan alasan terkait pengunduran diri dari Francis Lay Sioe Ho dan Andrew Adiwijanto.
Sebelumnya diberitakan, PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFIN) menyampaikan rencana untuk membagikan dividen interim untuk tahun buku 2024.
Manajemen BFIN menjelaskan bahwa keputusan untuk membagikan dividen ini diambil oleh Direksi dan telah disetujui oleh Dewan Komisaris pada tanggal 29 November 2024. Jumlah dividen yang akan dibagikan mencapai Rp421.102.741.360, yang setara dengan Rp28 per saham. Seperti dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa 3 Desember 2024.
Proses Cum dan Ex Dividen untuk Pasar Reguler dan Negosiasi akan berlangsung pada tanggal 11 dan 12 Desember 2024. Sementara itu, untuk Pasar Tunai, Cum dan Ex Dividen akan dilaksanakan pada 13 dan 16 Desember 2024.
Adapun tanggal Daftar Pemegang Saham (DPS) yang berhak menerima dividen adalah pada 13 Desember 2024, dengan pembayaran dividen interim dijadwalkan pada 19 Desember 2024.
Kinerja BFIN
BFIN sukses menutup akhir tahun 2024 dengan gemilang. Pada perdagangan Senin, 30 Desember 2024, emiten yang fokus di bidang pembiayaan ini ditutup menguat 5 poin atau naik 0,35 persen ke level 945.
Perlu diketahui, BFIN memang menunjukkan kinerja gemilang dalam satu pekan terakhir dengan mencatatkan performa sebesar 4,42 persen.
Merujuk data perdagangan Stockbit, Selasa, 31 Desember 2024, emiten yang melantai di bursa efek pada 1990 silam ini mencatatkan performa keuangan yang stabil berdasarkan data terbaru.
Return on Assets (ROA) tercatat sebesar 6,56 persen untuk periode TTM (Trailing Twelve Months). Angka ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan keuntungan.
Return on Equity (ROE) Berada di angka 15,44 persen, menunjukkan efisiensi perusahaan dalam mengelola modal pemegang saham.
Sementara Operating Profit Margin (Quarter) margin laba operasi kuartalan mencapai 39,74 persen, sedangkan Net Profit Margin (Quarter) tercatat sebesar 33,85 persen, mencerminkan tingkat efisiensi operasional yang cukup tinggi.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa BFIN memiliki kinerja yang solid, dengan pengelolaan aset dan modal yang baik. Hal ini dapat menjadi pertimbangan positif bagi calon investor yang mencari stabilitas dan potensi keuntungan jangka panjang.
Namun, data ini hanya bersifat informatif dan tidak menjadi saran investasi langsung. Investor disarankan untuk melakukan analisis lebih lanjut.
OJK Optimis Kinerja Perbankan tetap Positif di Triwulan IV-2024
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menegaskan bahwa OJK terus memantau dan mengawasi kinerja perbankan melalui berbagai instrumen, salah satunya Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) yang dilakukan setiap triwulan.
Pada SBPO triwulan IV-2024, yang melibatkan 93 bank sebagai responden, Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) tercatat di angka 66, menunjukkan optimisme tinggi terhadap kinerja sektor perbankan.
Faktor utama yang mendorong optimisme ini adalah ekspektasi peningkatan kondisi ekonomi domestik, proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), dan kemungkinan penurunan suku bunga BI-Rate.
“PDB yang diperkirakan cukup baik didorong oleh konsumsi masyarakat yang meningkat selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru),” kata Dian, Senin, 25 November 2024.
Selain itu, belanja pemerintah dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada November 2024 dinilai memberikan dampak positif. Kampanye calon kepala daerah meningkatkan aktivitas ekonomi lokal, peredaran uang, serta lapangan kerja sementara.
Meskipun optimisme tinggi, sektor perbankan tetap menghadapi risiko terkendali. Indeks Persepsi Risiko (IPR) berada di level 55, menunjukkan risiko kredit dan pasar masih dalam batas yang dapat dikelola. Selain itu, stabilitas likuiditas juga diperkirakan terjaga, dengan penurunan biaya dana (cost of funds) yang diharapkan mendukung rentabilitas bank.
Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) diprediksi tumbuh seiring perbaikan ekonomi, memperkuat penyaluran kredit. Kualitas kredit juga diharapkan meningkat, mendukung kinerja bank secara keseluruhan.
OJK optimistis kinerja perbankan pada triwulan IV-2024 akan tetap positif, ditopang pertumbuhan ekonomi yang stabil dan meningkatnya permintaan kredit masyarakat.
Kenaikan Tarif PPN Pengaruhi Kredit Perbankan
Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap sektor perbankan, terutama dalam hal pertumbuhan kredit.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengungkapkan bahwa perubahan tarif PPN ini dapat memperlambat laju kredit perbankan di Indonesia, karena adanya potensi penurunan daya beli masyarakat yang mengarah pada penurunan permintaan kredit, khususnya di segmen konsumer, mikro, dan UMKM.
“Apabila daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan tarif PPN, maka dampaknya akan terasa pada terbatasnya pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan,” kata Andry Asmoro beberapa waktu lalu.
Menurutnya, bila pengeluaran konsumen berkurang, maka bank akan menghadapi tantangan dalam mempertahankan atau meningkatkan jumlah kredit yang diberikan.
Andry Asmoro juga menjelaskan bahwa sektor-sektor seperti kredit konsumsi, mikro, dan UMKM akan sangat terpengaruh oleh kebijakan kenaikan PPN.
Masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, yang sebagian besar mengalokasikan anggaran mereka untuk kebutuhan sehari-hari, akan cenderung mengurangi pengeluaran untuk barang-barang sekunder atau non-prioritas. Hal ini tentunya dapat mengurangi potensi pertumbuhan kredit di sektor-sektor tersebut, yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama sektor perbankan.
Selain itu, Asmoro memperingatkan bahwa dampak kenaikan tarif PPN ini juga dapat mempengaruhi kualitas aset perbankan.
Ketika daya beli masyarakat tertekan, ada kemungkinan peningkatan risiko kredit macet, terutama di segmen-segmen konsumer dan UMKM yang lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi.
“Kualitas aset bank akan menghadapi tantangan besar, karena semakin banyak nasabah yang kesulitan membayar cicilan pinjaman mereka,” ujarnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.