KABARBURSA.COM - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, mengumumkan bahwa Central Counterparty (CCP), lembaga penjamin transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar, ditargetkan mulai beroperasi pada semester II tahun 2024.
“Saat ini sudah tinggal persetujuan antarpemegang saham. Jadi, kami rencanakan pada semester kedua tahun 2024 akan mulai implementasi untuk CCP,” kata Destry Damayanti dikutip, Jakarta, Selasa 25 Juni 2024.
Destry menuturkan bahwa beroperasinya lembaga khusus kliring sentral transaksi derivatif ini diharapkan dapat meningkatkan transaksi pasar uang. Instrumen seperti Repurchase Agreement (Repo), Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta instrumen hedging lainnya dapat diperdagangkan melalui lembaga tersebut.
Menurutnya, langkah ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung dan mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka menengah dan panjang.
“Ditambah tentunya kami tetap melakukan intervensi dan akan menggunakan BI rate sebagai policy rate saat dibutuhkan,” ujar Destry.
CCP akan berperan sebagai penjamin di antara para pihak yang melakukan transaksi derivatif, memitigasi risiko kegagalan transaksi, risiko likuiditas, dan risiko akibat volatilitas harga pasar.
Selain pengoperasian CCP, Destry menyebutkan bahwa upaya jangka menengah dan panjang BI dalam mendukung penguatan rupiah adalah dengan terus mendorong implementasi Local Currency Transaction (LCT) yang kini juga dikembangkan untuk sistem pembayaran.
Pihaknya mencatat bahwa volume transaksi LCT meningkat mencapai 39 persen per Mei 2024 dibandingkan tahun lalu dengan nilai transaksi sebesar 3,8 miliar dolar AS.
“Jumlah pelakunya pun terus bertambah. Pada 2023, baru ada 2.602 nasabah, sedangkan pada Mei 2024 sudah mencapai 4.386 pelaku,” tambahnya.
Destry mengatakan bahwa penerapan LCT saat ini baru ada di empat negara, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan Tiongkok. BI sedang memperluas implementasi LCT ke berbagai negara lain dan tengah menyusun MoU kerja sama dengan Korea Selatan, Singapura, dan Uni Emirat Arab.
“Kami akan terus meningkatkan program LCT ini dengan mempertimbangkan karakteristik hubungan ekonomi kita dengan negara-negara mitra serta kesiapan bank sentral di masing-masing negara,” pungkasnya.
Peluncuran Produk Derivatif
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menyiapkan peluncuran produk derivatif terbaru, Single Stock Futures (SSF), yang dijadwalkan akan diluncurkan dalam waktu dekat. Produk ini akan menjadi tambahan variasi di antara produk derivatif yang telah ada sebelumnya, seperti LQ45 Futures, IDX30 Futures, Indonesian Government Bond Futures, dan Basket Bond Futures.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menjelaskan bahwa SSF merupakan perjanjian atau kontrak antara dua pihak untuk menjual atau membeli saham di masa depan dengan harga yang telah ditentukan. Berbeda dengan produk derivatif BEI lainnya, SSF memiliki saham sebagai aset dasar, dan satuan kontrak yang lebih rendah, sehingga membutuhkan modal investasi yang lebih kecil.
“SSF menawarkan manfaat beragam yang tidak dapat ditemukan pada instrumen investasi lainnya, termasuk modal transaksi yang rendah. Investor dapat membeli saham hanya dengan membayar minimum empat persen dari modal yang dikeluarkan jika membeli saham biasa,” ungkapnya.
Sebagai produk derivatif, SSF memberikan fleksibilitas bagi investor untuk melindungi nilai portofolio dan meraih keuntungan saat pasar naik maupun turun. Investor dapat mengambil posisi short pada kondisi pasar bearish, mengoptimalkan potensi keuntungan dari penurunan harga saham.
Jeffrey menekankan komitmen BEI dalam menyosialisasikan produk derivatif kepada investor pasar modal. Rangkaian kegiatan sosialisasi telah dilakukan, termasuk di Surabaya dan Medan pada akhir 2023, serta Structured Product Day secara daring pada November 2023 untuk memperkenalkan produk non-saham.
Dalam pengembangan berkelanjutan, BEI berjanji untuk tetap adaptif dan inovatif dalam menghadirkan variasi produk non-saham, khususnya produk derivatif. Jeffrey mengundang masukan dari pelaku pasar untuk memastikan produk yang dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan investor pasar modal Indonesia.
“Kami selalu terbuka untuk menerima masukan dari pelaku pasar agar produk yang dikembangkan oleh BEI tepat sasaran untuk memenuhi kebutuhan Investor pasar modal Indonesia,” tuturnya.
Perdagangan Short Selling
Bursa Efek Indonesia (BEI) akan segera menerapkan mekanisme perdagangan short selling mulai Oktober 2024, mengikuti masa transisi dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diatur dalam POJK 6 tahun 2024. Penerapan ini disampaikan oleh Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandi, yang mengatakan bahwa rencana tersebut sedang dalam tahap persiapan intensif.
Short selling adalah kegiatan menjual efek yang dipinjam dengan harapan harga efek tersebut akan turun, sehingga dapat memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli. Praktik ini diharapkan dapat menstabilkan volatilitas pasar saham dan memberikan alternatif investasi tambahan bagi investor, terutama dalam menghadapi kondisi pasar yang bearish.
Menurut Irvan, penerapan short selling juga dapat meningkatkan likuiditas pasar, karena memungkinkan investor untuk melakukan pembelian atau penjualan efek sesuai dengan valuasi yang diinginkan. Ini juga memberikan kesempatan bagi investor untuk melakukan hedging atau manajemen profit terhadap pergerakan harga saham.