Logo
>

BI Klaim Rupiah Kuat Dibanding Beberapa Mata Uang Asia

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
BI Klaim Rupiah Kuat Dibanding Beberapa Mata Uang Asia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 21-22 Mei 2024 bahwa nilai tukar rupiah mengalami penguatan signifikan. Penguatan ini dipicu oleh bauran kebijakan moneter yang diterapkan BI untuk mengatasi dampak ketidakpastian global.

    Pada bulan Mei 2024, nilai tukar rupiah mencatat penguatan sebesar 1,66 persen secara point to point hingga 21 Mei 2024. Ini adalah kabar baik setelah pelemahan sebesar 2,49 persen yang terjadi pada April 2024. Penguatan ini disebabkan oleh dampak positif dari respon kebijakan moneter BI pada April 2024.

    "Kebijakan ini berhasil menarik aliran modal asing, khususnya ke Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dengan total sebesar 4,2 miliar dolar AS hingga 20 Mei 2024," ujar Perry Warjiyo pada konferensi pers, Rabu 22 Mei 2024.

    Secara year to date, rupiah tercatat hanya melemah 3,74 persen dari akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan peso Filipina yang melemah 4,91 persen, won Korea 5,2 persen, dan baht Thailand 5,99 persen.

    "dengan perkembangan ini secara year tondate nilai tukar rupiah melemah lebih kecil yaitu 3,74 persen dari akhir desember 2024," terangnya.

    Kendati demikian, pada awal perdagangan hari ini, Rabu 22 Mei 2024, nilai tukar rupiah di pasar spot menunjukkan kekuatan, dibuka di level Rp 15.980 per dolar Amerika Serikat (AS), naik 0,12 persen dari penutupan hari sebelumnya di Rp 15.999 per dolar AS.

    Sederet mata uang di kawasan Asia menunjukkan pergerakan bervariasi dengan kecenderungan menguat.

    Baht Thailand menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi setelah melonjak 0,18 persen. Diikuti oleh peso Filipina yang menguat 0,13 persen dan dolar Singapura yang naik 0,08 persen. Sementara itu, dolar Taiwan juga menguat 0,07 persen.

    Won Korea Selatan terlihat menguat tipis 0,04 persen terhadap dolar AS, sedangkan yen Jepang mengalami pelemahan terdalam di kawasan Asia setelah koreksi sebesar 0,05 persen.

    Dolar Hongkong turun 0,02 persen, dan yuan China juga terlihat melemah tipis 0,003 persen pada perdagangan pagi ini.

    Namun, dia mengatakan, ke depan nilai tukar rupiah diprediksi akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat. Faktor pendorongnya antara lain imbal hasil yang menarik sejalan dengan kenaikan BI Rate, penurunan premi risiko, prospek ekonomi yang lebih baik, serta komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah.

    "Ke depan nilai tukar rupiah diperkirakan stabil dengan kecenderungan menguat didorong oleh imbal hasil yang menarik sejalan dengan kenaikan BI Rate, premi resiko yang turun prospek ekonomi yang lebih baik dan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah," jelas dia.

    Dia mengungkapkan, pihaknya akan terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang ada untuk menjaga stabilitas rupiah. Ini termasuk melalui strategi operasi moneter pro-market dengan mengoptimalkan instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI).

    Selain itu, BI memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valuta asing dari devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHESDA)

    "(kebijakan) Itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023," tutup dia.

    Tahan Suku Bunga

    Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen, suku bunga deposit facility sebesar 5,5 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 7 persen. Hal tersebut diumumkan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung pada 21-22 Mei 2024 di Jakarta, Rabu, 22 Mei.

    “Ke depan risiko terkait arah penurunan dan dinamika ketegangan geopolitik global tetap perlu dicermati,” kata kata Gubernur BI Perry Warjiyo.

    Risiko-risiko tersebut dapat kembali mendorong kenaikan ketidakpastian global, menekan mata uang negara berkembang, meningkatkan tekanan inflasi dan menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia

    “Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia,” tutur Perry.

    Ia mengatakan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi di tengah prospek perekonomian Amerika Serikat (AS) yang kuat. Ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik termasuk fiskal yang akomodatif dan kenaikan ekspor.

    Inflasi AS pada April 2024 tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang kuat tersebut meskipun melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2024.

    Perry menuturkan perkembangan inflasi tersebut meningkatkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate pada akhir 2024. Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 tidak berlanjut.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.