Logo
>

BI Ogah Kerek Suku Bunga, Ekonom: Rupiah Masih Akan Redup

Ditulis oleh KabarBursa.com
BI Ogah Kerek Suku Bunga, Ekonom: Rupiah Masih Akan Redup

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM -

    Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, Selasa 2 April 2024, dibuka dengan penurunan nyaris mencapai level Rp16.000, tepatnya mencapai Rp15.963/US$ pada pukul 09.05 WIB. Para ekonom meyakini bahwa pelemahan nilai tukar rupiah masih akan terjadi dalam beberapa waktu mendatang.

    "Kami yakin pelemahan mata uang masih terjadi karena perbedaan suku bunga yang besar, terutama karena BI (Bank Indonesia) enggan menaikkan suku bunga secara agresif seperti bank sentral lainnya," ujar Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dalam hasil risetnya, dikutip Selasa 2 April 2024.

    Dia menjelaskan selama ini BI selalu bersikeras untuk memberikan panduan penurunan suku bunga di tengah situasi yang berlawanan. Hal ini yang dilakukan pada Juli, Agustus, dan September 2023 lalu, sebelum menaikkan suku bunga acuan (BI-Rate) secara mengejutkan pada Oktober 2023.

    "Terikat oleh panduan dovish-nya, bank sentral kurang memiliki fleksibilitas dan kredibilitas ketika berupaya memukul spekulan valuta asing yang memanfaatkan keengganan BI untuk menaikkan suku bunga dengan membangun posisi short dalam rupiah," papar Satria.

    Menurut dia, kesenjangan suku bunga yang besar antara Indonesia dan negara maju lain tidak terjadi secara berkelanjutan. Hal ini tercermin dari kinerja buruk rupiah pada November dan Desember 2023 ketika bank sentral AS Federal Reserve mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga. Meskipun nilai tukar rupiah menguat menjadi Rp15.395/US$ pada periode tersebut, nilai tukar rupiah seharusnya dan bisa saja terapresiasi lebih tinggi.

    "Sebagai penentu arah mata uang negara berkembang dengan beta tinggi, rupiah diperkirakan akan lebih menguat dibandingkan mata uang Asia ketika dolar melemah, dan sebaliknya," kata Satria.

    Satria menggambarkan, kesulitan yang dihadapi akibat perbedaan suku bunga acuan tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, tetapi juga Jepang. Yen Jepang terdepresiasi hingga 7 persen  terhadap dolar AS sepanjang tahun ini.

    Sebagai contoh, hal ini juga disebabkan oleh kesenjangan imbal hasil (yield gap) yang besar, dengan suku bunga acuan bank sentral Jepang Bank of Japan (BoJ) yang masih berada pada level 0 persen dibanding suku bunga Fed Funds yang sebesar 5,5 persen. Ketika shortcovering posisi dolar meningkat, yakni yield obligasi AS lebih tinggi dan dolar AS atau DXY lebih kuat, sejalan dengan data ekonomi AS yang kuat, negara-negara dengan selisih imbal hasil yang relatif tipis dengan AS seperti Jepang dan Indonesia mengalami pelemahan mata uang.

    Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka langsung anjlok dalam pembukaan perdagangan pasar spot hari ini, Selasa 2 April 2024 melampaui level terlemah sejak 2020 silam.

    Rupiah spot dibuka langsung ambles ke Rp15.963/US$ pada pukul 09:05 WIB, menjadi valuta Asia dengan pelemahan terdalam di kawasan pagi ini, kehilangan 0,42 persen nilai dari posisi penutupan hari sebelumnya. Level itu adalah posisi rupiah terlemah sejak April 2020 ketika pandemi Covid-19 merebak dan akhirnya membawa rupiah melampaui Rp16.000/US$. Level terlemah rupiah sepanjang masa terjadi pada 23 Maret 2020 yaitu di Rp16.310/US$.

    Mayoritas mata uang Asia pagi ini tenggelam tertekan oleh penguatan tiba-tiba dolar AS akibat sentimen data manufaktur AS yang mengikis peluang penurunan bunga acuan Federal Reserve tahun ini karena kekhawatiran akan terjadinya lonjakan inflasi lagi di negeri itu. Indeks dolar AS masih bertahan perkasa di 105,039 pagi ini. Sementara di belakang rupiah, mata uang Asia lain juga melemah cukup besar. Ringgit Malaysia turun 0,38 persen, lalu won Korea Selatan dan dolar Taiwan juga melemah 0,29 persen. Disusul oleh baht Thailand yang melemah 0,24 persen, lalu peso Filipina 0,18 persen.

    Bank Indonesia sudah angkat bicara menilai pelemahan rupiah beberapa waktu belakangan ini sebagian besar adalah dampak dari pelemahan yuan China. Pada saat yang sama, permintaan valas di pasar domestik tengah meningkat sejurus dengan musim pembagian dividen dan masih kuatnya arus keluar modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

    "Rupiah lumayan agak tertekan dari kemarin kelihatannya rupiah banyak terdampak dari pelemahan CNY [yuan China]. Sementara dari domestik ada permintaan USD (dolar AS) terkait repatriasi dan masih outflow-nya asing di pasar SBN. Rilis data inflasi Indonesia kemarin yang di atas ekspektasi yang banyak disebabkan oleh volatile food, ikut mendorong pelemahan rupiah," kata Edi Susianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Sekuritas Bank Indonesia, pagi ini, Selasa 2 April 2024.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi