KABARBURSA.COM - Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dikenakan atas kepemilikan tanah atau bangunan yang memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi individu atau kelompok.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dibayarkan akan digunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Prinsip hukum yang diterapkan adalah adil dan sederhana.
Sistem administrasi pajak yang mudah diakses mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Pembayaran pajak ini sangat penting untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Tarif pajak yang dikenakan bergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis objek pajak yang dimiliki.
Apa saja objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan tarif? Jika Anda memiliki tanah atau bangunan di wilayah Indonesia, Anda wajib membayar pajak ke pemerintah Indonesia.
Berikut contoh objek bumi yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Rabu 2 Juli 2024:
- Sawah
- Ladang
- Kebun
- Tanah
- Pekarangan
- Tambang
Selain itu, contoh objek bangunan yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) meliputi:
- Rumah
- Ruko atau bangunan usaha
- Gedung
- Tempat perbelanjaan
- Tempat wisata
- Jalan tol
- Kolam renang
Namun, tidak semua bangunan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Objek non-PBB biasanya bersifat kepentingan umum atau tidak memiliki kepentingan ekonomi. Berikut beberapa contoh objek non-PBB:
- Tempat ibadah
- Pusat kesehatan
- Tempat pendidikan
- Kuburan
- Taman nasional atau umum
- Tempat sosial budaya nasional
- Tanah wakaf
Objek-objek tersebut biasanya memiliki anggaran dasar yang menunjukkan kepentingan umum atau sosial tanpa kepentingan ekonomi.
Insentif Fiskal Daerah
Pemprov DKI Jakarta akan memberikan insentif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada rumah-rumah murah. Insentif fiskal daerah tersebut berupa keringanan, pengurangan dan pembebasan, serta kemudahan pembayaran PBB Perdesaan dan Perkotaan 2024.
Insentif hanya diberikan kepada rumah yang harganya di bawah Rp2 miliar.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, tahun sebelumnya Bapenda telah membebaskan pajak kepada rumah-rumah di bawah harga jual Rp2 miliar. Tetapi tahun ini, pajak yang diberlakukan hanya pemberian insentif saja.
“Kebijakan pemberian insentif terhadap pemilik pajak dengan rumah di bawah Rp2 miliar ini sudah tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024, yang diterbitkan sebagai imlementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” kata Lusiana, Selasa, 18 Juni 2024.
Menurut dia, peraturan tersebut bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga dapat lebih tepat sasaran.
Ia menjelaskan bahwa insentif ini khusus ditujukan bagi wajib pajak yang memiliki hunian dengan nilai di bawah Rp2 miliar. Jika wajib pajak memiliki lebih dari satu objek pajak, maka pembebasan akan diterapkan pada nilai jual objek pajak (NJOP) terbesar.
“Hal ini mempertimbangkan bahwa kebijakan tahun-tahun sebelumnya diambil dalam rangka pemulihan ekonomi akibat dampak COVID-19,” ujarnya.
Lusiana menyebutkan bahwa pada tahun ini, pihaknya memberikan kebijakan berupa keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan/atau sanksi pajak, serta fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang.
Semua ini, kata Lusiana, bertujuan untuk membantu mengurangi beban wajib pajak dalam menunaikan kewajiban perpajakan.
Terealisasi Secara Optimal
Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, sehingga penerimaan pajak daerah, khususnya PBB-P2, dapat terealisasi secara optimal.
“Pembayaran pajak pada hakikatnya merupakan wujud gotong royong dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian di DKI Jakarta. Oleh karena itu, kami mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan insentif fiskal ini agar wajib pajak dapat terbantu dalam melunasi kewajiban perpajakan,” katanya.
Selain pembebasan pajak untuk hunian di bawah Rp2 miliar, lanjut Lusiana, terdapat pula pembebasan pokok sebesar 50 persen yang diberikan untuk kategori PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 sebesar Rp0 dan tidak memenuhi ketentuan untuk pembebasan 100 persen.
“Ada pula pembebasan nilai tertentu yang diberikan untuk kategori PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 lebih dari Rp0, dengan kenaikan PBB-P2 tahun pajak 2024 lebih dari 25 persen dibandingkan PBB-P2 yang harus dibayar tahun pajak 2023,” katanya.
Kebijakan insentif pembayaran PBB DKI Jakarta 2024 memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mendapatkan keringanan pokok dan pembebasan sanksi administratif. Insentif merupakan upaya pmerintah untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB dan membantu meringankan beban masyarakat di tengan situasi ekonomi yang belum stabil.
Selanjutnya, apabila wajib pajak memiliki lebih dari satu objek PBB-P2, maka pembebasan diterapkan pada objek yang memiliki NJOP tersebar.
“Jadi, tidak keduanya dapat insentif. Hal ini mempertimbangkan bahwa kebijakan tahun-tahun sebelumnya untuk pemulihan ekonomi dampak COVID-19,” ujar Lusiana.
Terakhir, Lusiana menyebutkan bahwa kebijakan ini sebagai upaya menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah, yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya agar lebih tepat sasaran.
“Semoga dengan kebijakan ini, para Wajib Pajak semakin giat menunaikan kewajibannya membayar pajak PBB-P2,” harapnya.