Logo
>

Bitcoin Melemah, Kapitalisasi Pasar Kripto Global Susut 1,27 Persen

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Bitcoin Melemah, Kapitalisasi Pasar Kripto Global Susut 1,27 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pasar aset kripto mengalami tekanan pada perdagangan hari ini, Senin, 17 Februari 2025, dengan kapitalisasi pasar global turun 1,27 persen menjadi USD3,19 triliun (Rp51.678 triliun). Indeks Fear & Greed juga menunjukkan level 38, mengindikasikan sentimen pasar yang masih cenderung takut.

    Berdasarkan data Coinmarketcap yang dilihat Senin, 17 Februari 2025, pukul 14.00 WIB, Bitcoin (BTC), aset kripto dengan kapitalisasi terbesar, turun 1,22 persen dalam 24 jam terakhir dan kini diperdagangkan di kisaran USD96.360 (Rp1,56 miliar). Dominasi BTC di pasar tetap tinggi, mencapai 59,80 persen. Ethereum (ETH) juga melemah 1,09 persen, dengan harga turun ke USD2.685 (Rp43,5 juta).

    Di antara aset kripto utama lainnya, XRP anjlok 4 persen ke USD2,67 (Rp43.254), sementara Solana (SOL) mencatat koreksi terbesar di antara sepuluh besar, turun 6,10 persen ke USD183,34 (Rp2,97 juta).

    Namun, tidak semua aset mengalami pelemahan. Binance Coin (BNB) menguat 2,14 persen menjadi USD673,06 (Rp10,9 juta), sedangkan Cardano (ADA) naik 3,49 persen ke USD0,81 (Rp13.122). Tron (TRX) juga mencatatkan kenaikan 2,06 persen ke USD0,2441 (Rp3.956).

    Tarif Trump dan Efeknya ke Bitcoin

    [caption id="attachment_104742" align="alignnone" width="680"] Ilustrasi Bitcoin menyongsong tahun 2025. Foto: KabarBursa.com.[/caption]

    Setelah membahas bagaimana pasar kripto sedang mengalami tekanan akibat penurunan kapitalisasi pasar global, ada sentimen lain yang bisa mengerek harga Bitcoin dalam jangka panjang. Kali ini bukan dari spekulan atau investor institusi, melainkan langsung dari kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

    Menurut kepala strategi alpha di BitWise, Jeff Park, kebijakan tarif yang didorong Trump akan membuat harga Bitcoin naik secara brutal dalam jangka panjang. Sebab, kebijakan ini berpotensi melemahkan nilai dolar AS di pasar mata uang global serta menekan imbal hasil surat utang pemerintah AS.

    Park berargumen tarif yang diberlakukan bukan hanya sekadar balasan dagang biasa. Ada tujuan lebih besar, yakni melemahkan dolar AS dalam perdagangan internasional agar neraca dagang AS lebih kompetitif dan ekspor mereka lebih menarik.

    “Plaza Accord 2.0 sedang dalam perjalanan,” ujar Park, merujuk pada kesepakatan 1985 antara AS, Jepang, Jerman Barat, Prancis, dan Inggris yang secara sengaja melemahkan dolar AS demi mengoreksi ketidakseimbangan dagang, dikutip dari Telegraph.

    Yang menarik, dampak dari kebijakan ini bisa meluas ke ekonomi global. Park memperkirakan tarif Trump akan memicu inflasi yang lebih tinggi—bukan hanya di AS, tetapi juga di negara mitra dagangnya. Ketika mata uang fiat mulai tergerus daya belinya, masyarakat di berbagai negara bisa mulai mencari aset penyimpan nilai alternatif. Salah satu kandidat utamanya? Bitcoin.

    Skenario ini bukan mustahil. Sejarah mencatat bahwa saat kebijakan moneter atau fiskal suatu negara membuat mata uangnya melemah, Bitcoin kerap dianggap sebagai safe haven. Misalnya, pada krisis inflasi di Argentina atau Turki, adopsi Bitcoin melonjak tajam. Jika Trump benar-benar mengarahkan kebijakan ekonominya untuk melemahkan dolar, maka fenomena serupa bisa terjadi di skala yang lebih besar.

    Bagi para investor kripto, ini bisa menjadi momentum penting. Jika dolar AS semakin melemah dan tingkat inflasi naik, Bitcoin berpotensi menjadi aset yang semakin menarik. Namun, tentu saja, ini juga tergantung bagaimana kebijakan ekonomi AS ke depan dan apakah investor besar akan semakin mengadopsi Bitcoin sebagai aset lindung nilai.

    Pasar Kripto Justru Babak Belur

    Meskipun analis seperti Jeff Park melihat dampak jangka panjang yang positif bagi Bitcoin, nyatanya pasar kripto justru terkapar setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru untuk Kanada, China, dan Meksiko.

    Harga Bitcoin anjlok sekitar 7,2 persen dalam sepekan setelah pelantikan Trump, meski masih lebih tangguh dibanding mayoritas altcoin. Berdasarkan data dari CoinMarketCap, aset kripto berkapitalisasi besar seperti Ether, Solana (SOL), dan XRP mengalami koreksi lebih dalam, masing-masing turun 11,6 persen, 19,3 persen, dan 16,6 persen dalam periode yang sama.

    Investor melihat ketegangan perdagangan ini sebagai potensi pemicu inflasi dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini mendorong peralihan dana ke aset yang lebih aman (risk-off assets), sebagai langkah lindung nilai dari ketidakpastian makroekonomi.

    Di sisi lain, Indeks Dolar AS (DXY)—yang mengukur kekuatan dolar terhadap mata uang fiat lainnya—terus menunjukkan tren menguat sejak Oktober 2024.

    Meski sempat melemah sedikit pada Januari, indeks ini kembali bangkit di awal Februari. Dolar yang lebih kuat dan imbal hasil surat utang AS yang meningkat berpotensi menekan harga Bitcoin dan aset berisiko lainnya dalam jangka pendek. Investor cenderung mengalihkan dana mereka ke surat utang pemerintah AS ketimbang aset berisiko seperti kripto.(*)

     

    Disclaimer: Artikel ini bukan merupakan saran investasi. Setiap keputusan investasi melibatkan risiko, dan pembaca disarankan untuk melakukan riset sebelum mengambil keputusan.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).