Logo
>

BKKBN Soal Investasi Bayi Perempuan, Warga: Biaya Mahal!

Ditulis oleh Yunila Wati
BKKBN Soal Investasi Bayi Perempuan, Warga: Biaya Mahal!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pernyataan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo yang meminta setiap keluarga memiliki minimal satu bayi perempuan, mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Tanggapan terbanyak adalah terkait biaya hidup yang sangat mahal. Alih-alih ingin mendapatkan anak perempuan, program keluarga berencana yang sudah lama diterapkan bisa berantakan.

    Sebelumnya, Hasto meminta setiap perempuan melahirkan satu anak perempuan untuk mengantisipasi penurunan angka kelahiran. Dia khawatir, angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) di Indonesia menurun dalam beberapa tahun mendatang. Apalagi masyarakat mulai memiliki tujuan pernikahan yang berbeda, dari sebelumnya memiliki keturunan (prokreasi) menjadi rekreasi.

    "Perubahan persepsi ini berperan dalam penurunan angka kelahiran, makanya saya berharap setiap perempuan dapat melahirkan paling tidak satu anak perempuan. Secara nasional, saya mempunyai tanggung jawab agar (jumlah) penduduk tumbuh seimbang. Saya berharap, adik-adik perempuan nanti punya anak rata-rata satu perempuan. Kalau di desa ada 1.000 perempuan, maka harus ada 1.000 bayi perempuan lahir," kata Hasto, Jumat, 5 Juli 2024.

    Pernyataan ini kemudian menimbulkan kontroversi dan reaksi keras dari warganet, terutama di platform media sosial seperti X (sebelumnya Twitter). Banyak warganet menyatakan ketidaksetujuan mereka, dengan argumen bahwa hanya dengan meningkatkan jumlah anak perempuan yang lahir tidak akan menyelesaikan akar masalah dari penurunan angka kelahiran di negara ini.

    Kritikus pernyataan Hasto menunjukkan bahwa seharusnya fokusnya adalah pada menganalisis dan menangani alasan-alasan mendasar mengapa banyak pasangan memilih untuk tidak memiliki anak atau menunda memulai keluarga. Mereka mengkritik pendekatan yang mengusulkan peningkatan reproduksi sebagai solusi, menyoroti kompleksitas dalam keputusan perencanaan keluarga, termasuk pertimbangan finansial seperti biaya pendidikan dan faktor sosial-ekonomi lainnya.

    Selain itu, beberapa warganet mempertanyakan dasar dari penetapan target semacam itu dan apakah benar-benar mencerminkan masukan dan kebutuhan perempuan dan keluarga. Mereka menyatakan kekecewaan bahwa pernyataan dari Kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) terasa tidak terhubung dengan penyelesaian masalah nyata yang mempengaruhi angka kelahiran dan pilihan perencanaan keluarga.

    Selain itu, warganet menyoroti statistik terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penurunan signifikan dalam angka perkawinan selama tiga tahun terakhir di Indonesia, yang telah berkontribusi pada penurunan angka kelahiran. Meskipun angka fertilitas nasional saat ini sebesar 2,1 masih dianggap ideal untuk pertumbuhan populasi, kekhawatiran tetap ada bahwa angka ini dapat terus menurun dalam beberapa tahun ke depan.

    Angka Kelahiran Menurun

    Angka kelahiran adalah salah satu indikator penting yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk di Indonesia, Bunda. Baru-baru ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo, mengungkapkan penurunan signifikan dalam angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) di Indonesia.

    Hasto menyarankan agar setiap keluarga memiliki setidaknya satu anak perempuan untuk mengatasi penurunan angka kelahiran tersebut.

    "Jika sebuah keluarga hanya memiliki dua anak, secara statistik hampir pasti salah satunya akan menjadi anak perempuan," jelasnya kepada wartawan.

    Dibandingkan dengan tren pada tahun 1970-an, di mana wanita bisa melahirkan hingga enam atau bahkan sembilan anak dalam satu keluarga, situasinya kini berubah drastis. Saat ini, keluarga umumnya hanya memiliki satu atau dua anak.

    "Selama beberapa dekade terakhir, penurunan ini sangat signifikan. Pada tahun 1970-an, TFR mencapai 5,6," tambahnya.

    Hasto menekankan bahwa TFR di Indonesia kini turun menjadi 2,18. Penurunan ini terjadi di berbagai wilayah, terutama di Pulau Jawa yang kini mencatatkan TFR sebesar 2,0. Meskipun demikian, beberapa provinsi seperti Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) masih memiliki TFR yang sangat tinggi.

    "Di Jawa, angkanya sekitar 2,0; di Jawa Barat sekitar 2,00-an, di Jawa Tengah sekitar 2,04, di DIY 1,9, dan di DKI Jakarta 1,89," tegasnya.

    Perbedaan angka kelahiran antar wilayah ini menunjukkan tantangan demografis yang kompleks yang dihadapi Indonesia. Diskusi ini menggarisbawahi perlunya kebijakan yang komprehensif dalam mengatasi perencanaan keluarga, kesetaraan gender, serta faktor sosial-ekonomi yang lebih luas yang memengaruhi dinamika populasi di negara ini.

    Fenomena ini merupakan tantangan serius dalam dinamika pertumbuhan penduduk. Dibandingkan dengan era sebelumnya di tahun 1970-an, di mana rata-rata wanita melahirkan lebih banyak anak, situasi saat ini menunjukkan adanya perubahan signifikan dengan keluarga umumnya hanya memiliki satu atau dua anak.

    Penurunan angka kelahiran ini tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun di Pulau Jawa angka kelahiran sudah turun ke level 2,0, beberapa provinsi seperti Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur masih mencatat tingkat kelahiran yang tinggi. Hal ini menunjukkan kompleksitas tantangan demografis yang dihadapi negara ini, memerlukan pendekatan kebijakan yang holistik untuk mengelola perencanaan keluarga, kesetaraan gender, dan faktor sosial-ekonomi lainnya yang memengaruhi dinamika populasi.

    Pernyataan Hasto juga menekankan pentingnya memahami perubahan ini secara mendalam untuk mengembangkan strategi yang tepat dalam mendukung pertumbuhan populasi yang seimbang dan berkelanjutan di Indonesia.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79