KABARBURSA.COM - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI bertekad memanfaatkan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate dengan memperkuat struktur pendanaan dan mendorong digitalisasi.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mengatakan, pelonggaran kebijakan moneter ini memberikan peluang besar untuk mendorong pertumbuhan kredit dan memperluas akses pembiayaan kepada masyarakat serta pelaku usaha.
Ia menyebut BNI semakin fokus mengoptimalkan efisiensi struktur pendanaan dengan memperkuat Current Account Saving Account (CASA) berbasis transaksi.
"Kanal digital menjadi penggerak utama dalam memperbesar CASA sekaligus menekan cost of fund agar tetap kompetitif di tengah tren suku bunga rendah," ungkap Okki dalam keterangannya dikutip, Selasa, 22 Juli 2025.
Langkah efisiensi tersebut turut diiringi dengan penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif melalui pendekatan yang terukur dan selektif.
Okki menyampaikan, BNI tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit agar kualitas aset tetap terjaga, sekaligus menghasilkan imbal hasil (yield) yang optimal dan berkelanjutan.
Selain memperkuat pendanaan dan penyaluran kredit, BNI juga mendorong transformasi digital untuk memperluas akses layanan pembiayaan. Digitalisasi ini tak hanya mempercepat proses kredit, tetapi juga menciptakan nilai tambah di luar pendapatan bunga.
“Digitalisasi tidak hanya memangkas biaya, tapi juga menciptakan value baru dari sisi fee-based income, sehingga memperkuat struktur pendapatan secara keseluruhan,” kata Okki.
Dengan strategi ini, BNI optimistis dapat menjaga stabilitas Net Interest Margin (NIM) hingga akhir 2025. Di sisi lain, pelaku UMKM dan nasabah ritel turut mendapatkan manfaat melalui akses pembiayaan yang lebih mudah, cepat, dan efisien.
Diketahui, beberapa waktu lalu dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 15-16 Juli 2025, Bank Indonesia resmi menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.
BI Potong Suku Bunga, DPR Desak Subsidi UMKM dan Kenaikan UMP
Sebelumnya diberitakan, Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak, menyambut positif langkah tersebut sebagai respons awal terhadap melemahnya kondisi perekonomian nasional.
Meski demikian, Amin menilai penurunan suku bunga ini masih belum cukup signifikan di tengah menurunnya daya beli masyarakat dan bayang-bayang resesi global.
“Ekonomi kita sedang tidak baik-baik saja. Data BPS terbaru menunjukkan penjualan mobil anjlok 18 persen, pertumbuhan kredit konsumen merosot ke level terendah dalam tiga tahun, sementara 60 persen pelaku UMKM mengeluhkan kesulitan akses pembiayaan. Yang lebih memprihatinkan, survei terbaru mencatat 12 persen keluarga kelas menengah kita kini kesulitan memenuhi kebutuhan pokok,” bebernya dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Juli 2025.
Amin mengaku memahami kekhawatiran Bank Indonesia terhadap potensi gejolak nilai tukar dan tekanan inflasi. Namun, ia berpendapat bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengambil langkah lebih agresif karena inflasi inti tercatat masih rendah, yakni di angka 2,37 persen.
Ia kemudian mencontohkan penanganan resesi oleh Thailand yang dinilai berhasil. Negara tersebut menghadapi tekanan ekonomi berat pada awal 2024, namun mampu mencatatkan pertumbuhan 1,5 persen (yoy) pada kuartal I 2025 berkat stimulus fiskal besar-besaran dan kebijakan moneter yang akomodatif.
Thailand mengucurkan program “Digital Wallet” senilai 500 miliar baht atau sekitar 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB), dengan memberikan uang tunai sebesar 10.000 baht kepada jutaan warga untuk merangsang konsumsi. Selain itu, Bank of Thailand juga memangkas suku bunga menjadi 2,25 persen pada Oktober 2024.
“Kita patut bersyukur ekonomi Indonesia tidak mengalami kondisi separah Thailand. Namun pemerintah tetap perlu menyiapkan langkah antisipasi untuk mencegahnya,” ujarnya.
Terkait langkah konkret yang bisa diambil, Amin menyarankan tiga kebijakan utama. Pertama, peluncuran paket stimulus fiskal yang menyasar akar permasalahan. Menurutnya, pemerintah harus memberikan subsidi BBM untuk transportasi umum, pembebasan PPh 0 persen bagi pelaku UMKM, dan program bantuan pangan beras bagi 18,27 juta keluarga miskin dan rentan.
Kedua, ia mendorong agar Bank Indonesia dapat mendorong perbankan lebih aktif dalam menyalurkan kredit produktif. Ia menyebut bahwa suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) seharusnya bisa ditekan di bawah 5 persen, dengan syarat yang lebih ramah bagi pelaku usaha kecil.
Ketiga, Amin menilai perlunya langkah terobosan di sektor ketenagakerjaan. Ia menyoroti bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2025 hanya 3,2 persen, angka yang bahkan lebih rendah dari inflasi riil yang dirasakan masyarakat. (*)