KABARBURSA.COM - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dengan kode saham BBNI, baru saja menggelontorkan dana sebesar Rp70,9 triliun untuk membeli 40 ribu unit kredit karbon. Langkah tersebut ditujukan untuk mencapai target emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) lebih cepat.
BNI memang memiliki target ambisius untuk operasionalnya, dengan rencana mencapai NZE pada 2028, sementara portofolio pembiayaan dirancang untuk mencapai hal serupa pada 2060.
SEVP Credit Risk BNI Bun Hendra, menjelaskan bahwa penggunaan kredit karbon sebagai strategi offset emisi adalah bagian dari langkah menyeluruh menuju keberlanjutan. Kredit karbon digunakan sebagai kompensasi emisi yang dihasilkan, memungkinkan perusahaan seperti BNI untuk memenuhi standar lingkungan global tanpa menunggu seluruh operasionalnya bebas karbon.
Selain inisiatif ini, BNI telah menunjukkan komitmennya terhadap pembiayaan berkelanjutan dengan menyalurkan green financing sebesar Rp70,9 triliun hingga September 2024. Penyaluran itu meningkat dibandingkan Rp60,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Pembiayaan tersebut mencakup berbagai sektor hijau, seperti energi terbarukan dengan nilai Rp10,18 triliun, pembangunan bangunan hijau sebesar Rp4,58 triliun, transportasi ramah lingkungan sebesar Rp3,51 triliun, serta sektor pengelolaan sumber daya alam dan penggunaan lahan yang mencapai Rp31,97 triliun.
Secara keseluruhan, portofolio pembiayaan berkelanjutan BNI kini mencapai Rp187,6 triliun, atau sekitar 26 persen dari total pinjaman yang diberikan oleh bank tersebut. Hal ini menegaskan posisi BNI sebagai salah satu pelopor perbankan hijau di Indonesia.
Tidak hanya itu, BNI juga tercatat sebagai bank pertama di Indonesia yang menerbitkan Green Bond, sebuah inisiatif yang memperkuat komitmen perusahaan terhadap pembiayaan proyek-proyek yang mendukung pelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekonomi.
Dengan berbagai langkah strategis ini, BNI tidak hanya mengejar target emisi nol bersih tetapi juga mendorong terciptanya ekosistem hijau yang lebih besar. Upaya tersebut menunjukkan visi keberlanjutan yang terintegrasi dengan baik, membangun landasan kokoh untuk masa depan perbankan yang lebih ramah lingkungan di Indonesia.
Kinerja Kuartal Ketiga Positif
Sepanjang kuartal ketiga 2024, BNI mencatatkan kinerja positif, meski dengan beberapa tantangan di sektor operasional. Selama periode tersebut, laba bersih BNI tumbuh menjadi Rp5,6 triliun, meningkat sebesar 5 persen secara kuartalan dan 3 persen secara tahunan.
Pencapaian ini mendorong laba bersih BNI selama sembilan bulan pertama 2024 (9M24) mencapai Rp16,3 triliun, naik 3,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, angka ini baru mencapai 74 persen dari estimasi konsensus untuk tahun fiskal 2024, sedikit di bawah ekspektasi pasar.
Salah satu aspek menarik dari performa tersebut adalah peningkatan Net Interest Margin (NIM) yang berhasil melampaui panduan manajemen. Di periode ini, NIM naik ke level 4,4 persen, menjadikan rata-rata NIM selama 9M24 berada di 4,2 persen, lebih tinggi dari target tahunan yang ditetapkan di atas 4 persen.
Kenaikan ini didorong oleh penurunan biaya dana (cost of fund) sebesar 12 basis poin secara kuartalan dan peningkatan loan yield sebesar 26 basis poin pada periode yang sama, terutama di segmen korporasi.
Permintaan kredit dalam denominasi dolar AS menjadi pendorong utama, dengan efek positif dari loan repricing akibat tingginya kebutuhan kredit berbasis dolar di tengah terbatasnya suplai di pasar domestik.
Selain itu, BNI menunjukkan keberhasilan dalam menjaga biaya kredit (CoC) dan kualitas asetnya. Selama 9M24, CoC konsisten di level 1 persen, sejalan dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini mencerminkan manajemen risiko yang efektif, di mana rasio kredit bermasalah (NPL) berada di level aman 2 persen, sementara Loan at Risk (LAR) turun ke 11,8 persen.
Di segmen kredit konsumen, kecil, dan menengah, CoC bahkan menunjukkan penurunan signifikan pada kuartal ketiga.
Namun demikian, pertumbuhan kredit BNI mulai melandai, hanya mencapai 9,5 persen secara tahunan pada kuartal ketiga, sedikit di bawah panduan manajemen sebesar 10-12 persen. Faktor translasi mata uang menjadi salah satu penyebab utama perlambatan tersebut.
Tanpa efek ini, pertumbuhan kredit mencapai angka 11 persen secara tahunan, dengan segmen korporasi tetap menjadi penopang utama. Di sisi lain, pengurangan eksposur ke segmen UMKM terus berlanjut sebagai upaya meningkatkan kualitas aset, yang terlihat dari penurunan kredit pada segmen tersebut sebesar 11,6 persen secara tahunan.
Tantangan juga datang dari aspek likuiditas, dengan rasio Loan-to-Deposit (LDR) naik ke level 95 persen, mencerminkan pengetatan likuiditas di pasar.
Meski demikian, BNI optimistis akan ada peningkatan likuiditas ke depan, seiring dengan penurunan outstanding Surat Berharga Negara untuk Intervensi (SRBI) yang berpotensi memberikan ruang lebih dalam pendanaan. Manajemen juga memproyeksikan pertumbuhan kredit segmen korporasi tetap kuat pada 2025, dengan potensi peningkatan 12–14 persen secara tahunan.
Secara keseluruhan, meskipun ada tekanan pada pertumbuhan kredit dan likuiditas, pencapaian BNI dalam menjaga NIM di atas target serta memperbaiki kualitas aset menjadi indikator positif bagi keberlanjutan kinerjanya.
Transformasi strategis, termasuk peluncuran aplikasi Wondr dan modernisasi cabang, menunjukkan fokus perusahaan pada inovasi dan efisiensi jangka panjang, meski berpotensi meningkatkan beban operasional dalam waktu dekat. Hal ini mengukuhkan BNI sebagai salah satu pemain utama di industri perbankan yang siap menghadapi dinamika ekonomi domestik dan global.
Asing Banyak Jual Saham BBNI
Jika mengutip data Stockbit pada Jumat, 13 Desember 2024, saham BBNI mencatatkan penurunan signifikan, yaitu 2,25 persen atau setara dengan 110 poin, dan ditutup di level Rp4.770 dari harga penutupan sebelumnya di Rp4.880.
Pergerakan saham ini menampilkan pola yang relatif volatil sepanjang sesi perdagangan, dengan harga tertinggi tercatat di Rp4.830 dan terendah di Rp4.760. Volume transaksi mencapai 337 ribu lot, menghasilkan nilai transaksi sebesar Rp161,7 miliar.
Penurunan harga ini mencerminkan sentimen pasar yang saat ini cenderung tertekan, meskipun saham sempat dibuka lebih tinggi di Rp4.800. Ketidakmampuan untuk bertahan di atas level pembukaan dan rata-rata perdagangan di Rp4.796 menunjukkan adanya tekanan jual yang cukup signifikan.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal, termasuk kondisi pasar yang lebih luas, kinerja perusahaan, atau reaksi investor terhadap laporan keuangan terbaru.
Dalam kondisi saat ini, investor tampaknya lebih berhati-hati terhadap potensi risiko, meski saham BBNI masih memiliki fundamental yang kuat, seperti tercermin dalam kinerja kuartal ketiga 2024 yang menunjukkan peningkatan Net Interest Margin (NIM) dan kemampuan menjaga kualitas aset.
Namun, beberapa tantangan seperti pertumbuhan kredit yang melandai dan tekanan likuiditas dengan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 95 persen menjadi perhatian utama, yang mungkin turut memengaruhi keputusan investor.
Meski demikian, prospek jangka panjang BBNI tetap menarik, terutama dengan fokus pada segmen korporasi dan berbagai inisiatif transformasi digital, termasuk pengembangan aplikasi mobile terbaru. Faktor-faktor ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, meskipun untuk sementara dapat menambah beban operasional.
Dengan batas atas (ARA) di Rp6.100 dan batas bawah (ARB) di Rp3.660, saham BBNI memiliki potensi pergerakan signifikan jika didukung sentimen positif atau tekanan jual lanjutan. Untuk saat ini, penurunan ke level terendah harian menunjukkan bahwa tekanan jual masih dominan, namun rata-rata transaksi yang tetap mendekati harga penutupan memberikan indikasi adanya aksi beli terbatas di tengah penurunan ini.
Investor yang tertarik pada saham BBNI disarankan untuk tetap mencermati perkembangan fundamental perusahaan serta dinamika pasar yang lebih luas guna menentukan langkah investasi yang tepat, mengingat sentimen jangka pendek cenderung fluktuatif. Kejelasan arah kebijakan moneter serta kondisi likuiditas di pasar juga akan menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan potensi pergerakan saham ini di masa mendatang.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.