KABARBURSA.COM - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI berhasil mencatatkan kinerja gemilang sepanjang tahun 2024 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp21,46 triliun, atau naik sebesar 2,64 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini meningkat dari Rp20,9 triliun pada tahun sebelumnya.
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, menyebut bahwa pencapaian ini didorong oleh langkah-langkah strategis dan transformasi digital yang berdampak pada kenaikan nilai tabungan sebesar 11 persen dari Rp232 triliun pada 2023 menjadi Rp258 triliun pada 2024.
"Kemampuan BNI menjaga pertumbuhan tabungan di tengah tantangan likuiditas, mencerminkan daya saing perusahaan yang kuat dalam menghadapi tantangan ekonomi baik domestik maupun global. Pencapaian yang kami raih pada tahun 2024 menjadi momentum penting untuk menghadapi masa depan BNI," ujar Royke dalam paparan kinerja 2024 yang diadakan secara daring, Rabu, 21 Januari 2025.
Bos BNI itu menilai peluncuran aplikasi digital terbaru, yaitu Wondr by BNI untuk segmen ritel dan BNI Direct untuk segmen bisnis korporasi, menjadi bagian dari strategi perusahaan dalam mendorong peningkatan transaksi berbasis data.
Transformasi Digital jadi Motor Pertumbuhan
BNI mencatat total dana pihak ketiga (DPK) BNI hingga akhir Desember 2024 mencapai Rp805,5 triliun, pertumbuhan nilai tabungan disebut naik dua kali lipat pada semester kedua setelah diluncurkannya wondr by BNI.
Wakil Direktur Utama BNI, Putrama Wahju Setyawan, mengungkapkan bahwa sejak diluncurkan pada 5 Juli 2024, wondr by BNI berhasil menarik 5,3 juta pengguna hingga akhir Desember 2024 dengan tingkat aktivitas lebih dari dua kali lipat dibandingkan aplikasi sebelumnya, yakni BNI Mobile Banking.
"Transaksi perbankan melalui wondr by BNI selama kurang dari enam bulan sejak diluncurkan mencapai Rp191 triliun dengan Rp195 juta transaksi. Peningkatan transaksi ini juga mendorong kenaikan non-interest-income (NII) sebesar 11,9 persen yoy menjadi R24,04 triliun," ujar Wahju.
Sementara itu, BNI Direct yang mendukung layanan perbankan segmen wholesale banking juga mencatatkan pertumbuhan signifikan. Hingga akhir 2024, nilai transaksi melalui BNI Direct meningkat sebesar 23,3 persen yoy menjadi Rp7.931 triliun, dengan jumlah transaksi naik 36,5 persen menjadi 1,2 miliar.
"Pengguna BNI Direct mencapai 173 ribu user atau naik 15 persen yoy, sejalan dengan tujuan BNI untuk meningkatkan rekening giro transaksional menjadi 72 persen dari total rekening giro dibandingkan tahun 2023 yang hanya 66 persen," jelasnya.
Sementara itu, dari sisi performa keuangan, BBNI menetapkan target pertumbuhan pinjaman (loan growth) di kisaran 8-10 persen untuk 2025, meskipun pada tahun 2024 angka ini mencatatkan pencapaian yang lebih tinggi, yakni 11.6 pesen.
Selain itu, BNI juga memperkirakan Net Interest Margin (NIM) di tahun 2025 akan berada di kisaran 4.0 hingga 4.2 persen, sedikit menurun dari capaian NIM FY2024 yang tercatat pada 4.24 persen. Bank ini berkomitmen untuk tetap mempertahankan kinerja positif meskipun harus berhadapan dengan tantangan likuiditas yang mempengaruhi biaya pendanaan.
Namun, tantangan tidak hanya datang dari sisi pendanaan dan pertumbuhan pinjaman, tetapi juga dari sisi kualitas kredit. Bank ini mencatatkan lonjakan beban provisi pada kuartal terakhir tahun 2024, dengan kenaikan sebesar 50,3 persen quarter on quarter (qoq) menjadi Rp2.82 triliun di kuartal IV 2024.
Beban provisi yang lebih tinggi ini dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk adanya pencadangan untuk write-off anak usaha PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex. Sehingga, Cost of Credit (coc) pada kuartal terakhir tahun 2024 mengalami lonjakan yang cukup signifikan, yang tentunya menambah beban bank dalam menjaga kestabilan keuangan di tahun 2025.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan ini, BBNI tetap optimis dalam menghadapi tahun 2025 dengan sejumlah strategi dan langkah korektif.
Tantangan 'Higher for Longer' Terus Membayangi
Namun demikian, meski BBNI mencatatkan pertumbuhan yang solid dalam hal penyaluran kredit dan DPK, bank ini harus menghadapi tantangan besar terkait biaya pendanaan yang terus meningkat akibat suku bunga yang tinggi.
Leonardo Lijuwardi, analis dari NHKSI Research menegaskan, “Kondisi suku bunga yang tinggi sepanjang tahun 2024 mempengaruhi biaya pendanaan kami. Meskipun kami masih bisa mencatatkan pertumbuhan laba bersih, tetapi penurunan NIM memberikan gambaran jelas bahwa kami harus lebih hati-hati mengelola biaya pendanaan ke depan.”
Meskipun dihadapkan dengan tantangan dalam pengelolaan biaya pendanaan, BBNI tetap optimis dengan prospek bisnisnya ke depan. Bank ini fokus pada pengembangan segmen korporasi yang dianggap masih memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Selain itu, peluncuran produk baru seperti "wondr" yang mendukung pertumbuhan CASA juga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif pada kinerja BBNI di tahun-tahun mendatang.
“Dengan optimisme terhadap potensi pertumbuhan kredit korporasi dan pendanaan yang lebih efisien melalui CASA, kami yakin dapat menjaga kinerja yang baik meskipun ada tantangan dari biaya pendanaan,” tutup Lijuwardi. (*)