KABARBURSA.COM - Dua emiten syariah, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), akan dikeluarkan dari daftar efek yang bisa diperdagangkan secara margin dan short selling di Bursa Efek Indonesia (BEI) paling cepat akhir 2024.
Direktur Reliance Sekuritas Reza Priyambada menjelaskan pengeluaran BRIS dan BTPS tidak bermasalah dengan kinerja sahamnya.
"Kan margin dan short selling merupakan fasilitas yg diberikan oleh perusahaan sekuritas kepada nasabah, " ungkap Reza kepada Kabar Bursa, Rabu, 7 Agustus 2024.
Menurutnya jika saham tersebut dikeluarkan dari list tersebut maka nasabah masih bisa transaksi margin dan short selling di saham lainnya dan BRIS BTPS ditransaksikan secara reguler.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menggodok revisi peraturan terkait daftar saham yang dapat diperdagangkan secara margin dan short selling.
Saat ini, dari lima emiten syariah yang terdaftar, yaitu PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi Tbk (JMAS), dan PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS), BRIS dan BTPS adalah dua yang termasuk dalam daftar efek margin karena memenuhi kriteria.
"Dari emiten syariah itu ada 2 yang masuk dalam daftar efek margin, yaitu BRIS dan BTPS. Karena memang memenuhi kriteria," jelas Jeffrey dalam keterangannya.
Untuk mengeluarkan saham BRIS dan BTPS tersebut dari daftar transaksi margin dan short selling, maka BEI akan melakukan revisi peraturan.
"Untuk itu, nanti setelah revisi peraturan itu, Bursa akan mengatur supaya emiten syariah itu tidak masuk dalam daftar efek margin dan syarif. Nah, kami sudah diskusi dengan berbagai pihak, termasuk dengan dua emiten syariah ini. Dan mereka oke-oke saja," kata Jeffrey.
Meski demikian, ia mengaku, pihaknya mesti memberikan waktu yang cukup untuk kedua saham tersebut bisa keluar dari daftar efek margin dan short sell. Hal ini untuk memberi ruang bagi investor yang sudah bertransaksi di keduanya bisa melakukan aksi jual atau beli untuk penyesuaian.
"Misalnya, mungkin sekitar Oktober peraturan itu baru mulai berlaku. Nah, sejak peraturan itu berlaku sampai nanti efektif emiten syariah ini dikeluarkan, mungkin kami akan memberikan waktu lagi. Mungkin sampai akhir tahun atau awal tahun," jelasnya.
116 Saham Masuk Short Selling
Dari segi lainnya, hingga saat ini, terdapat 116 saham yang dapat ditransaksikan secara short selling.
Mengacu data BEI per 31 Mei 2024, totalnya ada 116 saham short selling. Ada satu saham yang baru dimasukkan ke daftar efek short selling, yaitu PT Wintermar Offshore Marine Tbk. (WINS).
Sementara itu, sebanyak 5 emiten keluar dari daftar efek shortsell yaitu PT ABM Investama Tbk. (ABMM), PT Sariguna Primatirta Tbk. (CLEO), PT Indika Energy Tbk. (INDY), PT PAM Mineral Tbk. (NICL), dan PT Timah Tbk. (TINS).
Cara Kerja Short Selling
Perlu diketahui, short selling merupakan transaksi jual beli saham oleh investor yang tidak memiliki saham untuk melakukan transaksi tersebut. Oleh karena itu, teknik short selling kerap dilakukan oleh investor dengan profil risiko tinggi.
Mekanisme short selling adalah seorang investor meminjam saham kepada pihak lain, misalnya broker. Setelah itu, saham tersebut dijual dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapat keuntungan.
Pelaku short selling harus bisa melihat pergerakan harga pasar dan memperkirakan kapan harga akan turun. Saat harga sudah turun, investor kemudian membelinya kembali dan mengembalikannya pada broker. Oleh karena itu teknik short selling sangat berisiko.
Saham-saham yang bisa ditransaksikan dengan short selling harus ditetapkan terlebih dahulu oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga tidak semua saham dapat ditransaksikan dengan teknik short selling.
Fatwa Haram MUI
Polemik seputar short selling saham kini mengalami perkembangan dengan dikeluarkannya fatwa haram oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dewan Syariah telah menegaskan bahwa transaksi short selling dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk dalam kategori ba’i al-ma’dum.
Transaksi ini melibatkan penjualan saham yang belum dimiliki dengan harapan membeli kembali pada harga yang lebih rendah di masa depan, yang menurut DSN-MUI merupakan spekulasi yang tidak diperbolehkan dalam investasi syariah.
Ketua DSN-MUI Bidang Pasar Modal Syariah Iggi H Achsien, menyatakan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) sebaiknya memberikan opsi kepada emiten untuk mengecualikan saham mereka dari daftar efek yang dapat ditransaksikan secara short selling, terutama bagi emiten yang mengutamakan likuiditas sahamnya. Bagi investor syariah, Iggi menekankan bahwa short selling dianggap melanggar prinsip syariah dan seharusnya tidak diperbolehkan.
Meskipun demikian, Iggi juga mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang untuk melarang BEI memasukkan saham-saham tertentu ke dalam daftar efek short selling. Meskipun haram menurut syariah, keputusan akhir terkait penentuan saham yang dapat ditransaksikan secara short selling tetap berada di tangan otoritas pasar modal. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.