KABARBURSA.COM – Setelah sepekan kemarin harga saham Bank Syariah Indonesia (BRIS) berada di zona merah, di awal pekan ini perlahan merangkak ke zona hijau. Benarkah ini berarti BRIS sudah mulai ‘siap tempur’ atau justru menjadi sinyal waspada bagi investor yang ingin masuk Kembali?
Saham BRIS Kembali menjadi sorotan pada Senin, 20 Oktober 2025, setelah melonjak hampir 6 persen ke level Rp2.670. Di permukaan, angka ini tampak seperti kemenangan besar, layaknya sinyal bahwa sahan berbasis syariah terbesar ini akhirnya ‘disentuh’ keberkahan pasar.
Tapi tunggu dulu, ketika data harian, order book, dan analisis teknikal dibedah lebih dalam, tampak bahwa di balik reli harga ini ada sejumlah dinamika yang perlu dikritisi secara jernih.
Pertama dari grafik intraday, terlihat jelas bahwa BRIS memulai perdagangan dengan agresif. Harga dibuka di Rp2.550 dan naik cepat hingga menyentuh puncak di Rp2.690, sebelum akhirnya stabil di area 2.660-2.670 menjelang siang.
Pola seperti ini biasa disebut ‘morning rally followed by consolidation’. Pola ini menunjukkan dorongan beli kuat di awal sesi, diikuti oleh fase pendinginan pasar. Namun, Ketika harga berhenti menanjak dan volume mulai turun, pola ini bisa menjadi sinyal bahwa momentum mulai kehoangan tenaga.
Dalam Bahasa pasar modal, euforia pagi belum tentu menjadi tren sore.
Minat Beli dan Jual Sama Kuat: Hati-hati Terjebak!
Kedua, dilihat dari data order book. Tampak bahwa sisi bid memang padat, di kisaran 2.660-2.670. Artinya, minat belu memang sangat nyata. Tetapi, dari sisi offer tidak kalah tebal, terutama di area 2.680-2.690.
Ketika dua sisi pasar sama-sama kuat, yang muncul bukan kemenangan satu arah, melainkan potensi sideways battle. Ini adalah titik di mana trader jangka pendek sering kali terjebak, antara menunggu breakout ke 2.740 atau justru ditarik mundur oleh aksi ambil untung massal.
Begitu pula dengan nilai transaksi mencapai Rp56,7 miliar, di mana angka ini nyaris dua kali lipat besarnya dari hari sebelumnya. Data ini menunjukkan peningkatan partisipasi pasar. Namun pertanyaannya, siapa yang sebenarnya membeli?
Apakah investor institusi yang melihat potensi jangka Panjang atau spekulan yang mengejar momentum jangka pendek menjelang rilis laporan keuangan kuartal IV?
Memang tidak ada data yang secara gamblang memperlihatkan hal itu. Tetapi, pola volatilitas harian mengindikasikan sebagian besar aksi didorong oleh trader jangka pendek yang cepat keluar masuk posisi.
Dari data historis, BRIS baru saja bangkit dari periode stagnasi. Setelah sempat terkoreksi berturut-turut pada 13–15 Oktober, saham ini akhirnya menutup minggu dengan lonjakan signifikan. Artinya, reli ini bisa jadi lebih bersifat teknikal rebound daripada perubahan fundamental mendadak.
Dengan kata lain, kenaikan ini mungkin lebih mencerminkan market sentiment sesaat ketimbang transformasi bisnis yang instan. Di pasar saham, optimisme sering datang lebih dulu, realisasi kinerja baru menyusul.
Analis Rekomendasikan Beli
Bagian paling menarik ada pada rekomendasi analis. Sebanyak 25 analis memberi peringkat BUY untuk BRIS, tanpa satu pun yang memilih hold atau sell. Secara sekilas, ini tampak meyakinkan, seolah tidak ada ruang keraguan sedikit pun. Namun, dari sudut pandang kritis, konsensus yang terlalu seragam justru bisa menimbulkan bias optimisme.
Pasar modal tidak pernah berjalan dalam harmoni penuh, di mana ketika semua orang setuju membeli, biasanya justru saat itulah risiko koreksi meningkat. Dalam analisis keuangan, keseimbangan pandangan adalah bagian dari kesehatan pasar, dan BRIS mungkin sedang kekurangan skeptisisme sehat itu.
Target harga rata-rata yang diberikan analis adalah Rp3.313, dengan batas bawah Rp2.900 dan tertinggi Rp3.900. Target ini terdengar realistis secara proyeksi, tetapi juga menggambarkan ekspektasi besar terhadap kinerja ke depan.
Jika dihitung, potensi kenaikan dari harga sekarang mencapai sekitar 24 hingga 46 persen. Memang angka yang menggoda bagi investor ritel. Namun untuk mencapainya, BRIS harus benar-benar mengeksekusi strategi bisnisnya dengan sempurna, yaitu menjaga cost of fund (2,57 persen), meningkatkan yield (9,53 persen), dan mempertahankan cost of credit (0,69 persen) di level efisien.
Bisnis Emas jadi Penggoda Investor
Faktor fundamental memang berpihak pada BRIS. Bank ini sedang memperluas basis nasabah konsumer syariah, memperkuat ekosistem digital, dan menumbuhkan bisnis emas melalui kolaborasi dengan ANTM dan HRTA.
Produk seperti BSI Gold on BYOND menjadi inovasi yang menarik bagi generasi muda yang ingin berinvestasi mulai Rp50 ribu. Di sisi lain, dukungan makroekonomi, mulai dari penurunan suku bunga BI hingga penempatan dana pemerintah Rp1.000 triliun di bank nasional, turut menambah optimisme terhadap sektor perbankan, termasuk BRIS.
Namun, perlu dicatat bahwa ekspansi cepat sering diikuti dengan risiko tersembunyi. Dengan total 22,4 juta nasabah, beban operasional dan kompleksitas sistem juga meningkat.
Upaya digitalisasi dan efisiensi berbasis AI memang menjanjikan, tetapi implementasi teknologi di sektor keuangan syariah tidak selalu semulus teori. BRIS perlu memastikan bahwa pertumbuhan digital tidak justru menekan rasio profitabilitas jangka pendek.
Kesimpulannya, BRIS sedang berada di persimpangan antara keyakinan dan kenyataan. Harga saham yang menguat dan dukungan penuh dari analis menciptakan aura positif, tetapi di balik layar, pasar masih menunggu pembuktian kinerja kuartal berikutnya.
Dengan target harga rata-rata Rp3.313, BRIS punya potensi besar, tetapi perjalanan menuju sana masih panjang dan berliku.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.