Logo
>

Bunga Utang Meningkat, APBN Defisit

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Bunga Utang Meningkat, APBN Defisit

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengungkapkan alasan pemerintah memutuskan bahwa defisit dalam Rancangan awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (RAPBN) 2025 tetap dipertahankan pada angka 2,45 hingga 2,82 persen. Langkah ini diambil karena peningkatan pembayaran bunga utang yang signifikan.

    "Defisit ini kenapa 2,45-2,82 persen? Karena ada pembayaran bunga yang meningkat," terang Suharso saat ditemui di gedung DPR RI, Selasa, 4 Juni 2024.

    Menurut Suharso, tidak hanya defisit yang perlu diperhatikan, tetapi juga keseimbangan primer atau primary balance yang harus tetap di nol persen. Ia menekankan pentingnya mengelola pembayaran bunga utang secara efisien.

    "Kita perlu meng-streamline pembayaran bunga yang meningkat. Jika negara ingin melakukan belanja dengan sumber utang, sebaiknya belanja modal tersebut bersifat revenue-based financing, artinya mampu membiayai diri sendiri dan membayar kembali utang-utang tersebut," jelasnya.

    Suharso menambahkan bahwa pihaknya tengah merencanakan penerapan revenue-based financing dalam investasi pemerintah. Jika berhasil, hal ini dapat memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintah.

    Pendanaan berbasis pendapatan (revenue-based financing) merupakan jenis pendanaan yang fleksibel, di mana pengembalian tidak flat setiap bulan, tetapi tergantung pada revenue atau penghasilan bisnis pada bulan tersebut. Ini akan sangat menguntungkan bagi perusahaan atau bisnis yang mengincar pertumbuhan dalam waktu singkat.

    "Belanja-belanja modal yang dibiayai utang, misalnya, akan kita prioritaskan pada belanja modal yang memiliki revenue base sehingga bisa membiayai dirinya sendiri," ungkap Suharso.

    Ia juga menekankan pentingnya memprioritaskan belanja modal yang memiliki dasar penerimaan yang jelas. Selama ini, belanja modal seringkali kurang efisien, sehingga perlu perbaikan dalam pengelolaannya.

    APBN mencakup berbagai komponen, seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan pembayaran bunga utang. Semua komponen ini berperan dalam menentukan keseimbangan primer dan defisit anggaran.

    "Oleh karena itu, kita perlu mengurangi belanja modal yang kurang produktif agar ruang fiskal negara lebih luas dan belanja modal benar-benar berfungsi sebagai capex yang mampu menghasilkan pendapatan bagi negara," tegasnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memutuskan bahwa defisit dalam RAPBN 2025 tetap dipertahankan pada angka 2,45 hingga 2,82 persen.

    "Kebijakan APBN 2025 akan terus didesain ekspansif namun terarah dan terukur dengan defisit yang kami sampaikan 2,45 persen hingga 2,82 persen," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Selasa, 4 Juni 2024.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit dalam APBN akan digunakan untuk membiayai seluruh program prioritas pemerintah yang baru. Pembiayaan ini akan dikelola melalui manajemen utang yang inovatif, prudent, dan sustainable.

    "Agar menciptakan kepercayaan dan transparansi pemerintah," tambahnya.

    Lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan bahwa pemerintah akan menjaga rasio utang pada batas yang prudent dan memanfaatkan berbagai instrumen untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif.

    "Kami akan gunakan berbagai instrumen seperti BUMN, BLU, special mission vehicle, dan sovereign wealth fund untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif namun tetap terjaga," jelas Sri Mulyani.

    Pemerintah Tetapkan RAPBN Defisit

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap memutuskan bahwa defisit dalam Rancangan awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (RAPBN) 2025 tetap dipertahankan pada angka 2,45 hingga 2,82 persen.

    Dengan keputusan tersebut berarti pemerintah menolak permintaan fraksi PDI Perjuangan yang menginginkan defisit APBN 2025 menuju 0 persen.

    "Kebijakan APBN 2025 akan terus didesain ekspansif namun terarah dan terukur dengan defisit yang kami sampaikan 2,45 persen hingga 2,82 persen," kata dia dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Selasa 4 Juni 2024.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit dalam APBN akan digunakan untuk membiayai seluruh program prioritas pemerintah yang baru. Pembiayaan ini akan dikelola melalui manajemen utang yang inovatif, prudent, dan sustainable.

    “Agar menciptakan kepercayaan dan bentuk transparansi pemerintah,” kata dia.

    Lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan bahwa pemerintah akan menjaga rasio utang pada batas yang prudent dan memanfaatkan berbagai instrumen untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif.

    “Kami akan gunakan berbagai instrumen seperti BUMN, BLU, special mission vehicle dan sovereign wealth fund untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif namun tetap terjaga,” jelas dia.

    Sebelumnya, saat menyampaikan pandangannya, fraksi PDIP meminta agar anggaran negara 2025 didesain mengarah pada defisit 0 persen.

    Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengatakan pihaknya menilai kebijakan itu perlu dilakukan di masa transisi antara pemerintahan Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto.

    “Tidak sepantasnya pemerintahan lama memberikan beban defisit atas program-program yg belum merupakan rkp dan rpjmn program baru,” kata Bambang Pacul sapaan akrabnya.

    Edy juga menyarankan agar belanja negara dioptimalkan untuk pengeluaran rutin dan belum dialokasikan untuk belanja modal yang meliputi proyek-proyek dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN).

    Hal ini selaras dengan Undang-Undang Dasar 1945 terkait perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pemerintah yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2025-2045.

    “Belanja negara harus dioptimalkan untuk belanja rutin dan belum dialokasikan belanja modal yg berisiskan proyek-proyek RKP dan RPJMN baru,” tutupnya.

    Jaga Defisit APBN

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memiliki target untuk menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 agar berada dalam kisaran 2,45-2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    Sri Mulyani menambahkan bahwa pendapatan negara dipatok pada kisaran 12,14 persen hingga 12,36 persen dari PDB. Kebijakan optimalisasi pendapatan negara (collecting more) dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan bisnis serta kelestarian lingkungan.

    “Hal itu ditempuh melalui tiga cara, pelaksanaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang lebih sehat dan adil, perluasan basis pajak, dan peningkatan kepatuhan wajib pajak,” ujarnya, dalam Rapat Paripurna DPR tentang Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal.

    Implementasi perluasan basis pajak mengacu pada Global Taxation Agreement, yakni melalui pemajakan korporasi multinasional yang melakukan transaksi lintas negara. Sementara peningkatan kepatuhan wajib pajak dilakukan dengan pengawasan berbasis wilayah, integrasi teknologi, dan penguatan sinergi antarinstansi/lembaga.

    Pemerintah memberikan insentif fiskal secara terarah dan terukur pada berbagai sektor strategis dalam rangka mendukung akselerasi transformasi ekonomi. Sedangkan penguatan PNBP dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan SDA, perbaikan tata kelola, inovasi layanan publik, serta mendorong reformasi pengelolaan aset negara. Di sisi lain, belanja negara diperkirakan pada kisaran 14,59 persen hingga 15,18 persen PDB.

    Kebijakan belanja negara diarahkan untuk penguatan spending better, yang ditempuh melalui efisiensi belanja nonprioritas, penguatan belanja produktif, efektivitas subsidi dan bansos, serta penguatan perlinsos yang berbasis pemberdayaan untuk akselerasi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan.

    Terkait subsidi dan bansos, Menkeu mengatakan akan dilakukan peningkatan akurasi data, perbaikan mekanisme penyaluran, dan sinergi antar program yang relevan.

    Pemerintah juga akan menguatkan sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah untuk kualitas belanja yang produktif dan mandiri.

    Adapun upaya yang dilakukan untuk menutup defisit adalah mendorong pembiayaan yang inovatif, bijak, dan berkelanjutan.

    Sejumlah langkah yang dimaksud di antaranya mendorong efektivitas pembiayaan investasi, memanfaatkan SAL untuk antisipasi ketidakpastian, peningkatan akses pembiayaan untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR) dan UMKM, serta mendorong kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang berkelanjutan.

    Menkeu juga memastikan rasio utang akan dikendalikan dalam batas terkelola di kisaran 37,98 hingga 38,71 persen PDB. (yub/*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.