Logo
>

Bursa Asia Bangkit, Hanya Indonesia dan Thailand yang Ambruk

Pasar saham Asia mulai pulih setelah ancaman tarif Trump, tapi indeks di Jakarta dan Bangkok justru anjlok saat dibuka kembali usai libur.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Bursa Asia Bangkit, Hanya Indonesia dan Thailand yang Ambruk
Ilustrasi Bursa Asia: Papan pantau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bursa Asia dan indeks futures Amerika Serikat bangkit pada Selasa, 8 April 2025, pagi, setelah sempat terguncang akibat ancaman tarif tambahan dari Presiden Donald Trump. Sentimen membaik sedikit berkat rebound tajam di Tokyo, di mana indeks Nikkei 225 melonjak lebih dari 6 persen dan ditutup di level 33.012,58.

    Kenaikan ini datang di tengah suasana panas setelah China lewat Kementerian Perdagangannya bersumpah akan "melawan sampai akhir" dan siap mengambil langkah balasan setelah Trump mengancam tarif tambahan sebesar 50 persen untuk produk impor dari Negeri Tirai Bambu.

    Sinyal positif juga datang dari Wall Street. Futures untuk indeks S&P 500 naik 1,5 persen, sementara Dow Jones Industrial Average naik 1,9 persen.

    Dilansir dari AP di Jakarta, Selasa, Hong Kong juga sempat bangkit meski belum mampu menutup luka dari kemarin, ketika Hang Seng ambles 13,2 persen—jadi hari terburuk sejak krisis finansial Asia 1997. Hari ini, indeks tersebut naik 1 persen ke 20.036,03. Di Shanghai, indeks komposit melonjak 1,4 persen ke 3.140,15 setelah dana investasi pemerintah Central Huijin meminta perusahaan BUMN untuk membantu menopang pasar lewat pembelian saham.

    Kospi di Korea Selatan ikut terdongkrak 0,3 persen ke 2.334,23. Di Australia, S&P/ASX 200 naik 2,3 persen ke 7.510,00.

    Namun, cerita berbeda datang dari Thailand dan Indonesia yang baru buka kembali setelah libur panjang. Di Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG sempat anjlok lebih dari 9 persen hingga perdagangan dihentikan sementara alias trading halt. Menjelang sore, indeks masih turun 7,6 persen. Di Thailand, indeks SET susut 4,2 persen.

    Pergerakan Bursa Asia, Selasa, 8 April 2025. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.
    Taiwan juga terkena imbas. Taiex anjlok 4 persen setelah saham Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) jeblok 3,8 persen. Padahal, TSMC adalah produsen chip terbesar di dunia.

    Senin kemarin, Wall Street juga sempat gonjang-ganjing. Indeks S&P 500 melemah 0,2 persen karena pelaku pasar waswas menanti langkah lanjutan dari Trump. Bila Trump menurunkan tarif setelah ada kesepakatan dagang dengan negara lain, resesi bisa dihindari. Tapi kalau dia tetap keras kepala, harga saham berpotensi longsor lebih dalam.

    Dow Jones turun 0,9 persen, sementara Nasdaq justru naik tipis 0,1 persen.

    Ketiga indeks itu awalnya dibuka dengan penurunan tajam. Dow Jones bahkan sempat terjun 1.700 poin, sebelum tiba-tiba berbalik arah dan melonjak 900 poin di sesi siang. S&P 500 juga berbalik dari minus 4,7 persen menjadi naik 3,4 persen—hampir jadi lonjakan terbaik dalam beberapa tahun terakhir.

    Sayangnya, kenaikan itu didorong oleh rumor palsu bahwa Trump sedang mempertimbangkan jeda tarif selama 90 hari. Kabar itu langsung dibantah oleh akun resmi Gedung Putih di platform X sebagai “berita palsu”. Fakta bahwa rumor semacam ini bisa menggerakkan triliunan dolar menunjukkan betapa besarnya harapan pasar agar Trump sedikit mengendurkan kebijakan tarifnya.

    Tapi kenyataan justru sebaliknya. Setelah kabar itu dibantah, pasar kembali melemah. Trump malah makin galak. Sampai-sampai ia menyebut siap menaikkan lagi tarif terhadap China setelah negara itu membalas pekan lalu dengan tarif balasan 34 persen atas produk Amerika.

    Trump memang getol menantang globalisasi—yang meski menurunkan harga barang, juga menyebabkan pekerjaan manufaktur berpindah ke negara lain. Ia berulang kali menyatakan ingin membawa kembali industri ke tanah Amerika. Namun proses ini bisa makan waktu bertahun-tahun. Ia juga ingin memangkas defisit dagang AS dengan negara-negara mitra, meski tak jelas seberapa besar ruang negosiasi yang tersisa.

    Sepanjang hari Senin, indeks saham bergerak liar antara zona merah dan hijau. Investor tampaknya masih menyimpan harapan bahwa negosiasi dagang bisa mencegah tarif baru diberlakukan secara penuh. Satu hal yang pasti, rasa sakit secara finansial makin terasa di seluruh dunia.

    Harga minyak pun ikut terpukul karena kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi global akibat perang dagang akan menurunkan permintaan energi. Harga minyak mentah patokan AS sempat turun di bawah USD60 (sekitar Rp996.000) per barel untuk pertama kalinya sejak 2021. Selasa pagi, harganya naik tipis 67 sen ke USD61,37 (sekitar Rp1.018.782) per barel. Sementara Brent crude naik 65 sen ke USD64,86 (sekitar Rp1.077.876) per barel.

    Di pasar mata uang, dolar AS melemah ke 147,32 yen dari sebelumnya 147,85 yen. Euro juga sedikit terkoreksi ke USD1,0982 dari USD1,0905. Harga emas melonjak USD54 (sekitar Rp896.400) ke sekitar USD3.028,00 (sekitar Rp50.264.800) per ons.

    Sementara itu, Bitcoin sempat bangkit 6,2 persen ke sekitar USD79.400 (sekitar Rp1,317 miliar). Senin lalu, nilainya sempat merosot ke bawah USD79.000 setelah sebelumnya mencetak rekor lebih dari USD100.000 pada Januari lalu.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).