KABARBURSA.COM – Bursa saham di Asia bergerak naik perlahan pada Selasa, 1 Juli 2025, sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) melemah mendekati titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Pelaku pasar menanti hasil pemungutan suara atas RUU perpajakan dan belanja besar-besaran yang diusung Presiden AS Donald Trump.
Sehari sebelumnya, pasar saham global mencetak rekor intraday tertinggi berkat optimisme dagang. Namun, sentimen investor mulai tertekan menyusul perdebatan panjang di Senat AS atas rancangan undang-undang yang diperkirakan akan menambah beban utang negara sebesar USD3,3 triliun.
Dilansir dari Reuters, Indeks Nikkei Jepang melemah hingga 1,3 persen, tertekan oleh penguatan yen terhadap dolar yang berpotensi menggerus laba eksportir. Sementara itu, harga minyak turun untuk sesi kedua berturut-turut, sedangkan emas justru menguat.
Pemungutan suara atas paket kebijakan pajak dan belanja yang dijuluki Trump sebagai “One Big Beautiful Bill” semula dijadwalkan berlangsung selama sesi Asia, namun tertunda akibat gelombang amandemen dari anggota Senat Partai Republik maupun Demokrat.
Trump menargetkan agar RUU tersebut disahkan sebelum libur Hari Kemerdekaan AS pada 4 Juli mendatang. Di sisi lain, pelaku pasar juga mencermati data ketenagakerjaan AS yang akan dirilis Kamis sebagai penentu arah kebijakan suku bunga The Fed.
“Isu perdagangan global menjadi sorotan utama pekan ini. Tapi yang tak kalah penting adalah nasib RUU besar itu yang tengah digodok di Senat,” kata Kepala Strategi Valuta Asing National Australia Bank, Ray Attrill, dalam sebuah podcast.
Ia menambahkan, data ketenagakerjaan nantinya akan sangat memengaruhi ekspektasi pasar terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan The Fed.
Di bursa regional, indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang menguat 0,4 persen, dipimpin oleh kenaikan Kospi Korea Selatan sebesar 1,1 persen. Indeks CSI300 China menguat tipis 0,1 persen, sedangkan Shanghai Composite naik 0,2 persen.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat sebesar 0,41 persen atau naik 28 poin ke level 6.956.
Data terbaru indeks tankan Bank of Japan dan indikator manufaktur China menunjukkan dua ekonomi terbesar Asia itu masih mampu bertahan di tengah badai tarif dagang. Aktivitas manufaktur Jepang mencatat pertumbuhan pertama dalam lebih dari setahun, meski permintaan tetap lemah, mencerminkan tantangan berat bagi ekonomi Asia yang bergantung pada ekspor.
Di pasar mata uang, dolar AS melemah 0,2 persen ke posisi 143,79 yen. Terhadap euro, greenback nyaris stagnan, sempat menyentuh level USD1,1808—terlemah sejak September 2021.
Minyak mentah AS turun 0,5 persen ke USD64,80 per barel, tertekan ekspektasi peningkatan produksi oleh OPEC+ pada Agustus. Sebaliknya, harga emas spot naik 0,6 persen ke USD3.322,62 per ons. Kontrak berjangka Euro Stoxx 50 naik tipis 0,1 persen, sementara DAX Jerman menguat 0,2 persen.