PT Jasa Marga Tbk (JSMR) mengalami lonjakan signifikan dalam laba bersih pada kuartal pertama 2024. Pencapaian gemilang ini didorong oleh penyesuaian tarif tol dan rekonsiliasi ruas-ruas tol strategis.
Chandra Pasaribu dari Yuanta Sekuritas Indonesia mengungkapkan, laba bersih JSMR mencapai Rp606 miliar pada kuartal I-2024, melonjak 42,3 persen year-on-year (YoY). Peningkatan ini didorong oleh rekonsolidasi tiga ruas tol utama: Semarang-Batang, Solo-Ngawi, dan Ngawi-Kertasono, yang merupakan bagian dari Jalan Tol Trans-Jawa (JTTR).
Rekonsolidasi ini membawa dampak positif terhadap margin EBITDA JSMR, mengingat jalan tol yang lebih baru umumnya memiliki margin yang lebih tinggi seiring dengan kematangan operasionalnya. EBITDA margin JSMR meningkat menjadi 65,3 persen pada kuartal I-2024, dari 64,3 persen di kuartal I-2023 dan 64,9 persen di kuartal IV-2023.
Pendapatan dari jalan tol juga didorong oleh penyesuaian tarif pada 21 seksi sepanjang 2023 dan empat seksi pada kuartal I-2024, seperti yang dijelaskan Chandra dalam risetnya pada 6 Mei 2024.
Namun, peningkatan tarif memiliki dampak negatif terhadap lalu lintas jalan tol JSMR, terutama dengan adanya penyesuaian tarif khusus. JSMR telah menerapkan kenaikan tarif pada 26 ruas tol yang dioperasikannya, di antaranya lima ruas tol mengalami penyesuaian khusus.
Secara rinci, dua ruas tol mengalami kenaikan khusus sebesar 16 persen, yaitu Samarinda-Balipapan dan Gempol-Pasuruan; dua ruas tol lainnya mengalami kenaikan 25 persen (Solo-Ngawi) dan 29,5 persen (Semarang-Batang); sementara satu ruas tol mengalami kenaikan khusus sebesar 35 persen, yaitu Jakarta-Cikampek.
Akibatnya, volume lalu lintas konsolidasi hanya tumbuh 0,4 persen YoY, dengan volume ruas tol lama turun 0,5 persen YoY, sedangkan ruas tol baru tumbuh 5,7 persen YoY. Kenaikan tarif dan penyesuaian khusus ini berimbas pada volume lalu lintas jalan tol.
Meski demikian, Chandra percaya dampak ini bersifat sementara. Pengguna jalan tetap merasakan manfaat dari penghematan waktu dan biaya dengan menggunakan tol.
JSMR tetap menunjukkan hasil yang solid dari konsolidasi ulang dan pemulihan. Manajemen JSMR optimis dapat mempertahankan Weighted Average Cost of Debt (WACD) di bawah 7,5 persen, meskipun Bank Indonesia baru-baru ini menaikkan suku bunga acuannya. Dengan asumsi penyesuaian linear terhadap suku bunga fleksibel, WACD mungkin meningkat menjadi 6,8 persen. Namun, sebagian besar tarif fleksibel terikat pada biaya dana masing-masing bank ketimbang langsung berhubungan dengan suku bunga BI.
Dengan likuiditas yang melimpah di pasar, biaya dana (COF) mungkin akan meningkat lebih lambat dibandingkan kenaikan suku bunga BI. Risiko terhadap pendanaan dan struktur biaya JSMR dari kenaikan tarif baru-baru ini dianggap terbatas.
Namun, Chandra tetap mewaspadai potensi dampak negatif dari kenaikan tarif yang bisa menghambat pertumbuhan lalu lintas tol. Apalagi, JSMR mungkin akan mendivestasi JTT dan menggunakan hasilnya untuk deleverage.
Kharel Devin Fielim dari Trimegah Sekuritas menilai JSMR berada pada jalur yang tepat dengan prospek pertumbuhan pendapatan jalan tol yang solid. Proyeksi EBITDA JSMR untuk tahun 2024-2025 direvisi naik menjadi Rp12,1 triliun dan Rp13,4 triliun, dengan proyeksi laba bersih meningkat menjadi Rp3 triliun dan Rp3,6 triliun seiring dengan ekspansi bisnis jalan tol.
Trimegah Sekuritas telah menaikkan proyeksi pendapatan bisnis jalan tol JSMR untuk tahun 2024-2025 (tidak termasuk segmen konstruksi) menjadi Rp18,9 triliun dan Rp20,9 triliun, dari sebelumnya Rp17,2 triliun dan Rp18,6 triliun. Revisi ini didorong oleh kenaikan tarif jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek) sebesar 35 persen yang berlaku sejak 9 Maret 2024.
“Kami mengharapkan penyesuaian tarif ini dapat meningkatkan pendapatan tol Japek menjadi Rp1,7 triliun atau sekitar 26 persen YoY, berkontribusi Rp250 miliar terhadap laba bersih JSMR,” tulis Kharel dalam riset yang diterbitkan pada 15 Maret 2024 lalu.
Kharel juga mencatat bahwa dampak dari rekonsolidasi jalan tol pada tahun lalu akan sepenuhnya dirasakan tahun ini. Pendapatan akan berasal dari ruas tol Solo-Ngawi, Semarang-Batang, serta Ngawi-Kertosono-Kediri.
Sukarno Alatas, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, menilai bahwa kenaikan tarif tol akan terus memberikan dampak positif pada pendapatan dan laba JSMR. Selain itu, lalu lintas jalan tol diperkirakan akan meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan peningkatan mobilitas masyarakat.
Namun, penyesuaian tarif biasanya dilakukan secara bertahap dan ada batasan maksimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, kenaikan harga BBM dan inflasi juga dapat menjadi kendala dalam pertumbuhan lalu lintas.
Di sisi lain, Sukarno menyoroti bahwa rencana divestasi JTT oleh JSMR akan mendongkrak pendapatan dalam jangka pendek. JSMR menargetkan divestasi PT Jasamarga Transjawa Tollroad (JTT) selesai pada semester pertama 2024. Meskipun divestasi ini akan meningkatkan pendapatan dalam waktu dekat, dampak jangka panjangnya perlu dipertimbangkan dengan cermat karena dapat mengurangi aset produktif dan berpotensi menurunkan pendapatan di masa depan.
“Di sisi lain, dana hasil divestasi dapat dialokasikan untuk pengembangan proyek baru atau untuk mengurangi beban utang,” jelas Sukarno.
Sukarno merekomendasikan Trading Buy untuk saham JSMR dengan target harga Rp5.425 – Rp5.650 per saham, dan menyoroti area support di Rp5.000 per saham.
Chandra mempertahankan rekomendasi Beli untuk JSMR dengan target harga Rp5.850 per saham, sementara Kharel merekomendasikan Beli dengan target harga yang lebih tinggi yaitu Rp6.500 per saham, dari sebelumnya Rp5.500 per saham. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.