KABARBURSA.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Zulkifli Hasan mengungkapkan penemuan jutaan keping produk keramik impor ilegal dari China senilai Rp79,8 miliar. Zulkifli membeberkan cara menyelundupkannya ke Indonesia.
Zulkifli Hasan mengatakan, keramik selundupan itu disembunyikan di sebuah gudang di Surabaya, Jawa Timur.
"Ada sekitar 4.565.597 keping keramik yang disimpan di pergudangan PT Bintang Timur Surabaya," kata Zulkifli Hasan saat mengungkap kasus ini di Surabaya,Jumat, 21 Juni 2024.
Zulhas, panggilan singkatnya, menjelaskan bahwa keramik dari berbagai merek asal China tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen impor yang sesuai, seperti surat penetapan pabean (SPP) dan dokumen pengiriman barang atau consignment note (CN).
Selain itu, produk-produk ini juga tidak memiliki sertifikat standar nasional Indonesia (SNI), yang dapat berpotensi merugikan konsumen.
Zulkifli menegaskan, pengungkapan kasus ini dilakukan dalam upaya untuk melindungi industri keramik dalam negeri.
"Jika produk impor semacam ini terus beredar selama bertahun-tahun, itu dapat mengancam kelangsungan pabrik-pabrik keramik lokal kita. Bagaimana pun, jika satu piring dijual dengan harga Rp12.000 atau Rp2.000, itu sangat mempengaruhi pasar," ujarnya.
Diakui Zulkifli, banyak pengusaha asal China melakukan kecurangan dalam melakukan impor.
"Saya tahu China ini memang seperti ini. Mereka tidak menawarkan dalam jumlah kontainer. Tapi di sana bikin terus, belinya harus dua atau tiga gudang. Lalu masuk ke sini. Nanti di sini biasanya disortir berdasarkan kualitas barangnya yang disebut KW 3, 2, 1 dan yang tergolong bagus, seperti itulah," ucapnya.
Lanjut Zulkifli, selain merugikan konsumen karena tidak bersertifikat SNI, pajak dari jutaan keping keramik senilai Rp79,8 miliar itu juga belum tentu jelas.
"Jadi ini yang harus kita tertibkan karena bisa menghancurkan industri dalam negeri," tegas Zulkifli.
Penindakan dari hasil pengawasan perdagangan ini adalah dengan memusnahkan seluruh produk keramik ilegal tersebut.
Sementara terhadap pengusaha dan perusahaannya hanya diberi teguran. "Setelah ditegur masih melakukan pelanggaran maka akan dikenakan sanksi yang tegas, hingga penutupan usaha," ucap Zulkifli Hasan.
Aplikasi Temu asal China Dilarang Masuk ke Indonesia
Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan adanya aplikasi digital yang bisa mengancam keberlangsung UMKM Indonesia. Aplikasi yang dimaksud adalah dari China dan bernama ‘Temu’.
Teten mengungkap itu saat menghadiri rapat kerja dengan DPR RI Komisi VI, Senin, 10 Juni 2024 kemarin.
Teten menyebutkan, aplikasi tersebut menggunakan metode penjualan Factory to Consumer alias penjualan langsung dari pabrik dan kemudian ke konsumen, sehingga harganya sangat murah mengalahkan harga UMKM.
Ia mengatakan dengan masuknya aplikasi tersebut ke 58 negara, apalagi jika hingga masuk ke Indonesia dengan metode Factory to Consumer, bisa berdampak pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia.
Staf Khusus Kementerian Koperasi dan UKM, Fiki Satari, juga memberikan pernyataan serupa ketika ditanya mengenai dampak aplikasi Temu. Menurut dia, 'Temu' harus ditolak, sehingga tidak bisa masuk ke Indonesia. Apalagi, aplikasi tersebut berbenturan dengan regulasi.
"Harus ditolak. Apalagi secara regulasi ini sulit untuk beroperasi di Indonesia. Ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2002 tentang Larangan Penggabungan KBLI 47, bisa juga yang kita revisi Permendag nomor 31 2023, Pengawasan Pelaku Usaha Sistem Elektronik, ada cross border langsung jadi tidak boleh," ucap Fiki, Sabtu, 15 Juni 2024.
Kata dia, pemerintah harus memperketat regulasi, kementerian dan lembaga terkait harus bekerjasama dalam pengawasan sektor ini. Menurutnya, UMKM adalah tulang punggung ekonomi bangsa.
"Regulasi harus ketat, harus komunikasi antara Kemendag, Kominfo, BPKM dan Kemenkop UKM. UMKM itu tulang punggung ekonomi bangsa. Ini darurat UMKM, jangan sampai terulang lagi seperti VOC," tutup Fiki.
Sementara itu, Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) juga turut berkomentar. Iya menyayangkan keterlambatan pemerintah dalam menghadapi isu seperti ini.
"Pemerintah waspada tapi agak terlambat. Platform bahkan sudah lengkap punya gudang sampai penguasaan produksinya diberi label official stores," ujar Bhima.
Menurut dia, salah satu keterlambatan langkah pemerintah tersebut disebabkan oleh kurangnya regulasi yang membatasi sisi impor ecommerce. Ia menyebut seharusnya regulasi bisa mengatur maksimum 30 persen produk yang dijual aplikasi berasal dari impor dan sisanya wajib produk dalam negeri.
Melihat ini pemerintah diharapkan untuk tetap dapat bisa melindungi pasar Indonesia, terutama pelaku UMKM yang menyerap mayoritas tenaga kerja di Indonesia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.