Logo
>

Cara Milenial Antisipasi Lemahnya Rupiah Terhadap Dolar AS

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Cara Milenial Antisipasi Lemahnya Rupiah Terhadap Dolar AS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kaum milenial memiliki cara sendiri dalam menghadapi melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).

    Yudhistira, seorang milenial mengetahui perihal melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Namun, pria 29 tahun tersebut mengaku belum merasakan dampaknya.

    "Kalau berdampak atau enggak, sebenernya belum terasa aja kali ya buat belakangan ini," ujar dia kepada Kabar Bursa, Jumat 21 Juni 2024.

    Meski begitu, Yudhis tetap menyoroti melemahnya Rupiah. Dia menyatakan telah memiliki cara guna mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.

    "Dengan kebutuhan pokok yang makin tinggi juga nanti ke depannya mungkin gua bakalan antisipasi dengan cara nabung atau tingkatkan lagi pendapatan," jelas dia.

    "Sekarang ini era digital makin maju dan keahlian saya lebih banyak untuk digital, mungkin saya akan tingkatin pendapatan lewat sektor digital," tambahnya.

    Hal senada juga diungkapkan oleh Raymond. Pegawai swasta di Jakarta ini mengklaim dirinya belum terdampak melemahnya Rupiah terhadap Dolar AS.

    "Sampai dengan saat ini dampak menguatnya Dolar AS masih belum berdampak besar untuk kaum seperti saya si mas," katanya.

    Akan tetapi, pemuda 29 tahun itu mengaku was-was dengan kondisi ini. Dia pun telah menerapkan berbagai cara dalam menghadapi melemahnya Rupiah.

    "Antisipasi paling lebih banyak untuk save money aja sih, beli barang yang memang penting dan dibutuhkan aja. Lalu kurangin sifat konsumtif dalam kondisi ekonomi yang kurang stabil ini," tandasnya.

    Raymond pun berharap, pemerintah bisa mengatasi hal ini. Dia ingin Rupiah kembali menguat agar masyarakat tidak kena dampak.

    "Harapannya ke pemerintah agar rupiah bisa stabil kembali rupiah menguat dan pemerintah bisa fasilitasi itu supaya masyarakat tidak merasakan dampak dari makin naiknya nilai tukar dolar," harapnya.

    Seperti diketahui pada penutupan perdagangan Kamis, 20 Juni 2024 kemarin, rupiah mencapai level baru yaitu Rp16.430 per USD.

    Pelemahan terjadi setelah Bank Indonesia (BI) melalui hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis, 20 Juni 2024, memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 6,25 persen.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengungkapkan alasan melencengnya asumsi kurs tersebut dikarenakan banyak faktor global yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar ini.

    “Kan banyak faktor ya, terutama adalah global. Globalnya kan memang kita lihat masih cukup ketat,” ujar Febrio di Gedung DPR RI, Kamis 20 Juni 2024.

    Meskipun demikian, Febrio menyatakan bahwa terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar dalam perencanaan asumsi nilai tukar tersebut. Ini termasuk konsensus pasar dan data terbaru yang menunjukkan kecenderungan penurunan suku bunga The Fed pada bulan September mendatang.

    "Kami juga melihat adanya potensi penurunan suku bunga The Fed, paling tidak pada bulan September, sehingga kami melihat bahwa konsensus pasar dan data-data terbaru konsisten menuju arah tersebut," terangnya.

    Di sisi lain, dia mengatakan ada peluang terjadinya pemotongan suku bunga the fed itu juga di 2025. Hal tersebut pun sudah dia konsultasikan dan kolaborasi terus dengan Bank Indonesia. Mengingat BI merupakan lembaga yang memiliki untuk menjaga stabilitas rupiah.

    “jadi ini terkait tentang apa yang menjadi strategi dari BI kita akan dukung,” tandas dia.

    Sementara, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, membeberkan faktor eksternal dan internal yang membuat Dolar AS semakin perkasa terhadap Rupiah.

    Nilai Tukar Rupiah

    Menurut Huda, faktor eksternal dan internal berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.

    “Dari eksternal, the Fed rate masih sangat perkasa dan rezim suku bunga tinggi masih belum berakhir. Permintaan dolar akhirnya meningkat, rupiah melemah,” ujar Huda kepada Kabar Bursa, Kemarin.

    Selain itu, Huda menilai pasar juga masih melihat peluang untuk the Fed turun semakin kecil. Dia pun memprediksi the Fed hanya menurunkan suku bunganya satu kali.

    “The Fed kemungkinan hanya menurunkan suku bunganya sekali. Pasar masih melihat inflasi di US masih tinggi. Tidak memungkinkan untuk menurunkan suku bunga secara eksponensial,” jelasnya.

    Untuk faktor internal, Huda melihat fundamental ekonomi Indonesia saat ini tidak begitu kuat meskipun inflasi cukup terkendali dan pertumbuhan ekonomi di angka sekitar lima persen. Namun begitu dia memandang pasar tidak bereaksi positif.

    “Kemudian, pasar malah melihat kenaikan hutang secara ugal-ugalan akan membuat kemampuan fiskal jadi terbatas,” ungkapnya. (yog/prm)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.