KABARBURSA.COM – Di tengah ketidakpastian pasar dan harapan akan pelonggaran suku bunga oleh Bank Indonesia, sektor properti kembali dilirik sebagai salah satu opsi menarik bagi investor.
Salah satu nama yang patut diperhatikan adalah PT Sentul City Tbk (BKSL). Emiten yang sempat tenggelam dalam beberapa tahun terakhir ini mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, baik dari sisi fundamental maupun teknikal.
Dengan latar belakang proyek yang luas, kerja sama strategis dengan mitra asing, dan perbaikan kinerja keuangan yang signifikan, BKSL menjadi kandidat potensial bagi investor yang tengah mencari peluang di sektor properti tanah air.
Pergerakan saham PT Sentul City Tbk (BKSL) mulai menarik perhatian pasar, seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia. Jika skenario itu benar terjadi, sektor properti menjadi salah satu yang paling cepat merespons, dan BKSL berpeluang menjadi emiten yang mendapat limpahan sentimen positif.
Tak hanya dari sisi makro, kinerja keuangan perusahaan pun menunjukkan perbaikan yang cukup mencolok.
Di kuartal pertama 2025, BKSL membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 243 persen secara tahunan. Perusahaan yang pada periode yang sama tahun lalu masih mencatat kerugian Rp109 miliar, kini berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp842 juta.
Perubahan ini menjadi sinyal bahwa efisiensi dan strategi bisnis yang diterapkan mulai memberikan hasil.
Algoresearch melihat salah satu manuver penting yang mendorong perbaikan kinerja adalah penjualan sebagian aset kepada Genting Group senilai Rp2 triliun. Aksi korporasi ini tak hanya memperkuat posisi keuangan perusahaan, tapi juga membuka peluang divestasi lanjutan di masa depan.
BKSL sendiri tercatat memiliki sejarah kemitraan dengan sejumlah pemain besar, seperti AEON dan Sumitomo, yang menambah dimensi kepercayaan terhadap prospek bisnis ke depan.
Dari sisi teknikal, saham BKSL menunjukkan arah pergerakan yang menjanjikan. Volume transaksi dalam beberapa bulan terakhir mengalami peningkatan yang konsisten, dan secara teknikal, harga saham telah menembus level psikologis Rp100 per lembar.
Pertanyaannya kini tinggal satu: apakah perusahaan bisa menjaga momentum positif ini sepanjang tahun? Pasar sendiri tampaknya mulai menaruh harapan.(*)