KABARBURSA.COM - Situasi yang sedang melingkupi pergerakan saham PT Chandra Daya Investama Tbk (CDIA) awal pekan, Senin, 13 Oktober 2025, seperti drama pasar modal yang sarat ironi. Di satu sisi, investor asing justru menunjukkan kepercayaan yang besar. Namun di sisi lain, pasar domestik menunjukkan tekanan jual
Asing masuk dengan nilai pembelian bersih mencapai Rp313,99 miliar, dan menjadikan CDIA sebagai saham dengan net foreign buy terbesar. Namun di sisi lain, harga sahamnya malah turun 1,29 persen ke level Rp2.290 per saham. Sebuah paradoks yang menarik, ketika optimisme asing tak serta-merta mampu mengangkat harga di tengah derasnya arus jual dari investor lokal.
Fenomena ini menggambarkan apa yang disebut sebagai asynchronous sentiment, yaitu kondisi ketika arah pandang investor asing dan domestik tidak berjalan seiring. Sementara dana asing tampak mulai membangun posisi dengan strategi jangka menengah, pelaku lokal justru memilih untuk keluar dari pasar.
Investor local sepertinya sedang memanfaatkan momen kenaikan sebelumnya untuk merealisasikan keuntungan cepat. Akibatnya, meskipun ada dorongan pembelian besar dari luar negeri, tekanan jual dari dalam negeri tetap mendominasi. Harga seolah terseret arus dua arah yang berlawanan.
CDIA Catatkan 15.415 Transaksi
Jika kita menelusuri data order book CDIA, situasinya menjadi semakin jelas. Aktivitas perdagangan tercatat begitu intens, dengan 15.415 kali transaksi dan volume mencapai 1,54 juta lot. Namun, tekanan justru datang dari sisi offer, di mana antrean jual menumpuk padat di rentang Rp2.300–Rp2.360.
Sementara itu, di sisi bid, pembeli tampak lebih berhati-hati, volume di area Rp2.280–Rp2.290 masih relatif tipis. Gambaran ini seperti pasar yang sedang “berdebat” antara keyakinan baru dan rasa ragu lama. Asing perlahan mengakumulasi, sementara trader lokal sibuk profit taking sebelum harga berbalik lebih dalam.
Pola harga harian CDIA memperkuat gambaran tersebut. Saham ini dibuka di Rp2.240, sempat melesat hingga Rp2.450, lalu kembali terkoreksi tajam ke Rp2.230 sebelum stabil di kisaran Rp2.290.
Rentang harga yang lebar itu menandakan volatilitas tinggi, di mana pasar sempat panas, namun tekanan jual berhasil menahan laju kenaikan. Volume transaksi yang menembus 7,88 juta lot menunjukkan betapa besar distribusi yang sedang berlangsung. Transaksi didominasi oleh pelaku domestik yang melepas posisi kepada pembeli baru, termasuk investor asing.
Dengan nilai transaksi harian mencapai Rp1,84 triliun, CDIA jelas masih menjadi saham yang sangat likuid. Namun likuiditas yang tinggi tidak selalu berarti stabilitas.
Dalam konteks ini, dana asing yang masuk tampaknya belum cukup kuat untuk menahan laju distribusi besar-besaran dari pihak lokal. Investor asing kemungkinan masih berada dalam tahap akumulasi bertahap — membeli perlahan saat harga turun — sementara investor lokal justru berperilaku reaktif terhadap fluktuasi harian.
Ada Peluang Koreksi Lanjutan?
Secara teknikal, posisi harga saat ini yang berada di bawah rata-rata intraday (sekitar Rp2.349), yang artinya tekanan jual masih menguasai sesi perdagangan. Jika CDIA gagal menembus kembali area resistensi Rp2.350–Rp2.400 dalam beberapa hari mendatang, peluang koreksi lanjutan ke area Rp2.200–Rp2.230 terbuka lebar.
Namun, jika arus beli asing terus mengalir secara konsisten, fase pelemahan ini justru bisa menjadi pijakan bagi pembentukan base harga baru sebelum potensi reversal di akhir Oktober.
Pada akhirnya, kisah CDIA saat ini adalah kisah tentang pergeseran tangan kepemilikan — dari spekulan jangka pendek ke investor institusi yang berpikir jangka panjang. Dana asing mungkin melihat potensi tersembunyi dalam valuasi CDIA, entah dari prospek proyek properti yang tengah dikembangkan, ekspansi aset, atau undervaluation terhadap nilai intrinsiknya.
Namun, bagi pelaku pasar lokal, sinyal tersebut belum cukup untuk menenangkan kekhawatiran jangka pendek. Maka pasar pun berjalan dalam dua arah, satu melangkah dengan keyakinan, yang lain dengan kehati-hatian.(*)