KABARBURSA.COM - Boncel, nama panggilan akrabnya, tak mampu menyembunyikan kekesalannya saat berbicara soal pagar bambu yang membentang di sepanjang pesisir utara Tangerang. Bukan hanya menggangu aktivitas melaut, pagar itu juga mengancam pendapatannya. Jika sebelumnya ia bisa membawa pulang banyak ikan, kini ia sering pulang dengan tangkapan yang tak memadai.
Kekesalan Boncel memuncak setelah mendengar Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim bahwa pagar laut itu adalah hasil kerja sama mereka dengan para nelayan. Ia menyebut klaim itu tak lebih dari kebohongan. “Mereka bukan nelayan asli sini,” ujarnya kepada Kabarbursa.com di lokasi, beberapa waktu lalu.
Menurut Boncel, narasi yang dibawa JRP dan beberapa media tentang pagar bambu untuk menahan abrasi adalah karangan belaka. Ia yakin persoalan abrasi tidak pernah menjadi masalah besar di kawasan Kronjo. “Selama ini enggak ada masalah abrasi. Saya udah bertahun-tahun di sini,” katanya.
JRP sebelumnya menyebut pagar laut dibangun dengan melibatkan nelayan sekitar sebagai inisiatif menciptakan penghasilan tambahan. Koordinator JRP, Sandi Martapraja, bahkan mengklaim proyek ini dikerjakan oleh masyarakat setempat yang ingin memanfaatkan pagar bambu untuk menahan abrasi dan meningkatkan produktivitas laut.
Senada, Tarsin, seorang nelayan yang disebut tergabung dalam JRP, juga menyebut pemasangan pagar itu bertujuan menambah penghasilan nelayan melalui konsep ekonomi kreatif. Menurut Tarsin, proyek ini membantu nelayan menciptakan tempat bagi ikan dan kerang hijau berkembang biak. Namun, klaim ini justru ditolak mentah-mentah oleh Boncel dan sejumlah nelayan asli Kronjo.
[caption id="attachment_115816" align="aligncenter" width="680"] Pagar laut milik Agung Sedayu membikin nelayan kesulitan dalam beraktivitas. Foto: Citra/Kabarbursa.com[/caption]
Kabarbursa telah mencoba menghubungi Sandi untuk meminta konfirmasi dan penjelasan mengenai klaim mereka ihwal pemasangan pagar laut secara swadaya. Namun, pesan yang dikirim melalui aplikasi percakapan pada Selasa pagi, 21 Januari 2025, hingga berita ini diterbitkan, tak kunjung direspons. Sehari sebelumnya, Sandi sempat menyatakan kesediaannya untuk bertemu dengan tim.
Dalam percakapan via aplikasi pesan pada Senin malam, 20 Januari 2025, ia mengatakan dirinya sibuk dengan agenda di kementerian, tetapi berjanji akan memberikan kabar jika ada waktu luang. “Nanti ya kalau ada waktu luang, berkabar,” tulisnya singkat.
Namun, situasi berubah setelah isu pagar laut di pesisir utara Tangerang makin ramai diperbincangkan publik. Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membongkar pagar bambu tersebut, dengan melibatkan TNI dan aparat keamanan, tampaknya menambah tekanan bagi pihak-pihak yang terlibat. Hingga hari berikutnya, Sandi seolah menghilang. Foto profil pada aplikasi pesan pribadinya pun mendadak lenyap.
Nelayan Abal-Abal dan Beras Lima Liter
Bagi Boncel, yang lahir dan besar di pesisir Kronjo, ia tahu betul siapa saja nelayan asli di sepanjang garis pantai. Ia menilai orang-orang yang muncul di media dan mengatasnamakan nelayan, hanya “pemain bayaran.” Mereka, kata Boncel, sebagian besar berasal dari Kecamatan Kresek yang hanya sekadar ikut memasang pagar untuk mendapat upah.
Ia pun mengkritisi strategi pihak tertentu yang membagi-bagikan beras lima liter kepada nelayan dan warga Kronjo sebagai bentuk dukungan atas keberadaan pagar laut. Boncel menyebut banyak nelayan yang akhirnya bungkam karena takut kehilangan bantuan tersebut. Namun, ia menolak untuk ikut tunduk pada tekanan semacam itu. “Kalau saya, enggak mau meski dikasih. Lima liter diterima (tapi) mata pencaharian ilang,” ujarnya.
Konflik langsung antara nelayan asli dan para pekerja pemasang pagar laut sering terjadi di tengah laut. Boncel bercerita, ia pernah mendatangi pekerja yang memasang bambu di dekat jalur jaringnya. Saat ditanya siapa bos di balik proyek tersebut, mereka hanya menjawab bahwa mereka sekadar disuruh. Meski begitu, Boncel meyakini keterlibatan Agung Sedayu Grup, melihat pola kerja dan klaim proyek ini yang sering dikaitkan dengan kawasan PIK 2.
Para pekerja, kata Boncel, bekerja siang dan malam dengan sistem borongan. “Waktu itu jam 9 pagi, jam 12 istirahat, nanti dilanjut habis zuhur. Sore habis magrib istirahat, nanti malem kerja lagi,” katanya.
Pekerjanya, kata Boncel, dibayar Rp15 ribu per meter pagar yang dipasang. Setiap kapal membawa kru lima orang untuk memastikan bambu-bambu itu tertancap rapi di dasar laut. Namun, Boncel mengaku kesal karena jaring ikannya sering tersangkut pagar tersebut sehingga ia memutuskan untuk mencabutnya sendiri. Pagar-pagar bambu itu pun tidak hanya mengganggu aktivitas melaut, tetapi juga memunculkan ketakutan baru di kalangan nelayan.
Boncel menyadari berbicara soal kerugian yang ditimbulkan pagar tersebut bukan tanpa risiko. Banyak nelayan sebenarnya takut bersuara soal pagar laut ini. Selain ancaman kehilangan mata pencaharian, intimidasi juga menjadi faktor utama. “Kalau nelayan begini, ngomong benar juga salah,” ujarnya.
Meski begitu, ia tetap mempertanyakan dasar keberadaan pagar tersebut. Ia merasa hak publik atas laut telah direnggut oleh kepentingan segelintir orang. “Apakah laut ini sudah dijual?” tanyanya retoris. Bagi Boncel, pagar laut ini bukan hanya soal bambu yang ditancapkan di air, tetapi juga simbol dari ketimpangan yang ia rasakan sejak lama.
Pagar Misterius dan Diamnya Kepala Desa
Setelah bertemu dengan nelayan Desa Kohod, Kabarbursa berupaya mengonfirmasi temuan ihwal polemik pagar laut di Tangerang kepada Kepala Desa Kohod, Arsin. Saat dihubungi melalui aplikasi pesan pada Minggu, 19 Januari 2025, ia sempat merespons. “Yah besok-besok aja kan tadi udah saya bilang lagi ada yang meninggal,” ujarnya ketika menolak permintaan wawancara dengan alasan tengah melayat warga.
Keesokan harinya, Arsin tak memberikan kabar maupun merespons panggilan. Selasa, 21 Januari 2025, Kabarbursa mendatangi Kantor Desa Kohod. Namun, Arsin tidak terlihat ada di sana. Desa Kohod sendiri merupakan salah satu dari 16 desa yang wilayah pesisirnya kini terpasang pagar bambu. Barisan pagar itu membentang dari Kampung Alar Indah hingga Alar Jiban, yang akhirnya memicu pro dan kontra di antara warga. Isu ini makin mencuat ketika Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mengunjungi Kohod tahun lalu. Namun, setelah menerima penolakan keras dari sebagian warga, ia tidak pernah kembali. Penolakan itu bahkan ditandai dengan baliho besar di jalan utama Desa Kohod bertuliskan: “Tolak Said Didu dan Kawanannya.”
[caption id="attachment_115826" align="aligncenter" width="680"] Seorang pedagang makanan keliling melintasi persimpangan Jalan Raya Mauk-Teluk Naga menuju Jalan Kalibaru Kohod, Selasa, 21 Januari 2025. Di lokasi tersebut terpasang baliho besar bertuliskan "Tolak Said Didu dan Kawanan-Nya", sebagai protes warga Desa Kohod terhadap kritik yang dilontarkan Said Didu soal polemik pagar laut di pesisir Tangerang. Foto: KabarBursa/Alpin Pulungan.[/caption]
Tak berhenti, Kabarbursa melanjutkan perjalanan ke rumah Arsin, sekitar satu kilometer ke arah selatan menuju Teluk Naga. Rumah itu lebih besar dibanding rumah warga lainnya. Di teras, terlihat deretan kendaraan pribadi seperti Honda Civic, Honda CRV, Kawasaki KLX 150, beberapa motor bebek dan matic, serta kendaraan dinas yang biasa digunakan Arsin. Namun, ketika Kabarbursa mencoba menghubungi lagi, Arsin hanya menjawab singkat, “Saya lagi rapat, Pak.”
[caption id="attachment_115827" align="aligncenter" width="680"]
Teras rumah Kepala Desa Kohod, Arsin, di kawasan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Selasa, 21 Januari 2025. Di garasi terparkir Honda Civic putih dan kendaraan lain yang biasa digunakan sehari-hari. Foto: KabarBursa/Alpin Pulungan.[/caption]
Saling Lempar Catatan
Sumber Kabarbursa yang dekat dengan Arsin mengatakan sudah beberapa hari terakhir kepada desa periode 2021-2027 itu mondar mandir keluar rumah. Pada hari itu, ia disebut-sebut sedang rapat di wilayah Mauk, sekitar 22 kilometer ke arah Kronjo—lokasi lain yang juga diramaikan oleh isu pagar laut. Sumber tersebut mengungkapkan polemik pagar laut membuat Arsin kewalahan. Musababnya, Arsin mengetahui bahwa izin penggunaan lahan pesisir Desa Kohod sudah tercatat di pemerintah desa. Namun, izin itu diterbitkan oleh kepala desa sebelumnya.
“Jadi itu sudah ada izin. Ya namanya pemerintah desa kan cuma melakukan pelayanan,” katanya kepada Kabarbursa. Ia juga mengaku tak mengetahui pasti di era siapa izin itu keluar.
Sumber ini juga menyebutkan izin tersebut kemungkinan besar diberikan kepada perusahaan yang terafiliasi dengan Agung Sedayu Grup. Namun, ia tidak mengetahui nama pasti perusahaan itu. Sumber ini pun berujar jika Arsin tak bisa disalahkan karena pemerintah desa hanya meneruskan permohonan yang dilayangkan perusahaan. Lagi pula, kata dia, kawasan yang kini dipagar bambu memiliki bukti surat kepemilikan sah dari Kementerian ATR/BPN. “Kalau pemiliknya sudah punya bukti sah dari ATR, ya itu kan terserah dia mau diapain. Mau dipagar pun terserah kan milik dia,” ujarnya.
Kabarbursa kemudian mencoba meminta akses wawancara kepada kepala-kepala desa lain di kawasan pagar laut melalui Kepala Desa Belimbing, Maskota. Maskota adalah Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tangerang, yang sebelumnya pernah melaporkan Said Didu atas dugaan menyebarkan berita palsu terkait penggusuran rumah warga untuk proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
Namun, di hari yang sama, pria yang pernah digadang-gadang menjadi Calon Wakil Bupati Tangerang 2024 ini tidak berada di kantornya di Jalan Raya Belimbing, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang. Perjalanan lalu menuju rumahnya, yang berjarak sekitar satu kilometer dari kantor desa. Dua petugas keamanan di rumah Maskota mengatakan ia sedang tidak di tempat. “Tadi habis Zuhur keluar naik mobil, tapi enggak tahu ke mana,” kata salah satu dari mereka. Ini adalah kali kedua Kabarbursa mendatangi rumah Maskota, tetapi ia kembali tak dapat ditemui. “Kadang pulangnya malam banget,” kata petugas tersebut.(*)
Berkontribusi dalam tulisan:
Reporter: Hutama Yoga, Harun Rasyid, Citra Dara Vresti Trisna
Penulis: Alpin Pulungan
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.