KABARBURSA.COM - Yati perempuan berusia 55 tahun memutuskan ikut bergabung ke anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 100 RT 05, RW 06, Kelurahan Joglo, Jakarta Barat.
Yati mengatakan sebenarnya yang dipilih menjadi anggota KPPS adalah anaknya. Namun karena kerja, sang anak tidak bisa mengambil kegiatan tersebut.
"Awalnya anak saya yang disuruh ikut, tapi karena dia kerja, jadi saya mutusin untuk gantiin dia," kata Yati kepada KabarBursa, Rabu, 14 Februari 2024.
Yati menyebut keputusannya untuk ikut ke dalam anggota KPPS karena dirinya penasaran menjadi bagian dari anggota KPPS.
"Ya penasaran aja sih. Kebetulan saya orangnya suka kerja kan. Jadi saya ikut KPPS aja," pungkas dia.
Di dalam anggota, Yati sendiri bertugas sebagai ujung tombak, yakni memeriksa kelayakan para pemilih sebelum memasukki bilik pemilihan suara.
Meski sudah tidak muda lagi, Yati menegaskan jika dirinya tetap semangat karena ini merupakan tugas negara yang semua orang belum tentu bisa menjadi anggota KPPS.
"Ya semangat aja mas. Karena ini kan tugas negara, jadi saya cukup semangat menjalani ini," jelas Yati.
Yati pun berharap pemilu 2024 ini berjalan lancar. Dia berharap semua anggota KPPS di seluruh Indonesia diberikan kesehatan hingga kelancaran saat menjalankan tugas.
Seperti diketahui, pemerintah menetapkan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 17-55 tahun untuk berpatisipasi dalam Pemilu 2024.
Terpenting Memenuhi Syarat
Pengamat Politik Dan Kebijakan Publik, Adinda Tenriangke Muchtar tidak mempermasalahkan kebijakan itu, terkhusus bagi perempuan 55 tahun yang tergabung sebagai anggota KPPS.
"Kalau menurut saya itu tidak melanggar Undang-undang, saya percaya kesempatan itu terbuka selama dengan ketentuan yang berlaku," kata Adinda kepada KabarBursa.
Menurut Adinda, yang terpenting adalah perempuan tersebut memenuhi syarat untuk menjadi anggota KPPS, entah itu dari segi kesehatan jasmani, rohani, dan lain sebagainya.
"Malah saya berpikir, jika dia masih bisa betkontribusi, itu sangat bagus. Selama dia bisa menjalankan peran itu, karena sebelumnya ada bimtek (bimbingan teknis) kan," pungkas Adinda.
Adinda mengatakan partisipasi tidak boleh didiskriminatif karena demokrasi itu mencatatkan pentingnya inklusivitas. Kata dia, usia itu juga harus diletakan pada konteks tergantung tanggung jawabnya seperti apa.
"Karena kan memang ada pertimbangan-pertimbangan tertentu kenapa ada batas usia disebutkan. Karena itu ada kematangan, ada usia yang dianggap bisa memenuhi persyaratan tersebut," ujar dia.
Perempuan Punya Kelebihan
Adinda kemudian menjelaskan pentingnya seorang perempuan di dalam organisasi. Dia menyampaikan menurut studi, perempuan memiliki kelebihan tertentu, seperti sabar dalam bekerja.
"Kalau belajar dari banyak studi, kelebihan perempuan itu dia lebih teliti, sabar, dan telaten. Untuk pekerjaan yang sifatnya mungkin lebih detail ya perempuan bisa diandalkan," jelas Adinda.
"Dia (perempuan) punya hak yang sama sebagai warga negara untuk bisa berpatisipasi. Selama dia memenuhi persyaratan apapun gendernya, latar belakang, atau usianya, dia berhak berkompetisi untuk bisa dipilih dan ketika dia terpilih, kita mengasumsikan dalam proses yang transparan, jadi memenuhi persyaratan itu," tambah dia.
Kendati begitu Adinda tetap memperhatikan keselamatan perempuan. Jika dirasa ada perempuan tidak memenuhi syarat, Adinda berharap tidak dipaksakan untuk mengikuti sebuah kegiatan.
"Tapi kalau kita melihat pekerjaannya sangat fisik dan usianya sangat rentan dan mengkhawatirkan keselamatan yang bersangkutan, ketika laporan kesehatan kurang memungkinkan, itu bisa menjadi pertimbangan. Jadi tidak bisa dipaksakan," terang dia. (yoga/pram)