KABARBURSA.COM - Di awal pembukaan perdagangan, Senin, 9 September 2024 pagi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka berada di zona hijau, di mana pasar tampak cenderung wait and see menanti rilis data ekonomi penting di global pada pekan ini terutama data inflasi Amerika Serikat (AS) dan China.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka naik 0,18 persen ke posisi 7.735,6. Hanya berselang lima menit setelah dibuka, IHSG menguat sedikit, meningkat 0,2 persen ke 7.737,07. IHSG pun kembali menyentuh rekor tertinggi intraday-nya pada awal sesi I hari ini.
Nilai transaksi indeks pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp746 miliar dengan volume transaksi mencapai 866 juta lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 70.430 kali.
Pergerakan IHSG pada hari ini akan diwarnai oleh investor asing yang mulai mencatatkan outflow untuk pertama kalinya setelah terjadi inflow selama 10 pekan beruntun.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi pada periode perdagangan 2-5 September 2024, di mana asing tercatat jual neto Rp2,49 triliun terdiri dari beli neto Rp2,65 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp2,24 triliun di pasar saham, serta jual neto sebesar Rp7,38 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 5 September 2024, investor asing tercatat beli neto sebesar Rp28,80 triliun di pasar saham, Rp11,15 triliun di pasar SBN dan Rp186,92 triliun di SRBI.
Namun menurut data pasar, di pasar saham RI, asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) atau inflow.
Pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu, asing tercatat masih net buy mencapai Rp1,33 triliun di pasar reguler. Namun di pasar tunai dan negosiasi, terlihat asing melakukan penjualan bersih (net sell) tetapi cenderung tipis yakni sebesar Rp302,4 miliar.
Sepanjang pekan lalu, asing tercatat net buy mencapai Rp3,42 triliun di pasar reguler dan net sell sebesar Rp152,18 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Di lain sisi, tampaknya pelaku pasar akan berbalik ke mode wait and see data eksternal, mulai dari inflasi AS dan China, neraca dagang, sampai keyakinan konsumen domestik.
Pada pekan lalu, ekonomi AS mencatatkan kondisi pasar tenaga kerja yang kembali mengecewakan, tercermin dari penciptaan lapangan tenaga kerja yang lebih sedikit dari perkiraan.
Biro Statistik Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat data pekerjaan selain pertanian atau Non-Farm Payrolls (NFP) yang bertambah 142.000 selama Agustus 2024, naik dari 89.000 pekerjaan pada bulan sebelumnya. Namun, capaian tersebut masih di bawah perkiraan konsensus 161.000 pekerjaan.
Sedangkan tingkat pengangguran AS turun menjadi 4,2 persen, seperti yang diperkirakan. Untuk tingkat upah secara bulanan naik 0,7 persen dari perkiraan kenaikan 0,3 persen. Demikian juga secara tahunan naik 3,8 persen dari perkiraan kenaikan 3,7 persen.
Pasar tenaga kerja yang terkontraksi tersebut kemudian menjadi tanda pemangkasan suku bunga AS semakin diperlukan. Peluang pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), menurut alat pengukur CME FedWatch kini sudah mencapai 70 persen untuk pertemuan 18 September mendatang.
Sementara itu dari China, pada hari ini akan ada rilis inflasi untuk periode Agustus 2024 yang diperkirakan akan naik 0,7 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Sebelumnya, tingkat inflasi tahunan China naik menjadi 0,5 persen pada Juli 2024, dari sebelumnya 0,2 persen pada Juni, melampaui prakiraan pasar sebesar 0,3 persen dan menunjuk ke angka tertinggi sejak Februari. Itu juga merupakan bulan keenam berturut-turut inflasi konsumen berkat Beijing meningkatkan stimulus untuk meningkatkan konsumsi.
Sementara itu, Head of Retail Research Analyst BNI Sekuritas, Fanny Suherman, memprediksi bahwa IHSG masih berpotensi terkoreksi pada perdagangan hari ini.
"Hari ini IHSG berpotensi sedikit terkoreksi efek mixed-nya data pekerjaan di US. Namun, melihat Fed akan tetap memangkas suku bunga, ada potensi BI juga akan memangkas suku bunga dan memicu adanya inflow asing ke IHSG," kata Fanny dalam riset hariannya, Senin, 9 September 2024.
Bursa Asia-Pasifik ditutup mayoritas melemah akibat didorong oleh sentimen dari Amerika Serikat (AS). Data-data pekerja AS tercatat melemah, hal ini akan mendorong The Federal Reverse (The Fed) untuk segera memangkas suku bunga pada bulan ini.
Pada Jumat pekan lalu, Indeks Nikkei 225 Jepang turun 0,72 persen, Kospi Korea Selatan melemah 1,21 persen, dan CSI 300 China turun 0,81 persen. Sedangkan, S&P/ASX 200 Australia naik 0,39 persen, dan Taiex Taiwan menguat 1,17 persen.
"Sementara, bursa saham Hong Kong tutup perdagangan imbas Topan Yagi," ujar Fanny.
Dari China, bank sentral China melihat peluang untuk memangkas cadangan devisa guna mendorong pertumbuhan. Bank Rakyat China, berupaya untuk terus menurunkan suku bunga dan menyuntikkan likuiditas tahun ini, guna memastikan ekonomi tumbuh sekitar 5 persen sesuai dengan target pemerintah.
"Level support IHSG di 7600-7670, sedangkan level resist berada di 7760-7800," ujar Fanny. (*)