KABARBURSA.COM - China mencatat penurunan emisi karbon untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19 mereda, sebuah prestasi yang menunjukkan Negeri Panda mungkin telah mencapai puncak emisi lebih dari lima tahun sebelum tenggat waktu 2030. Temuan ini berasal dari penelitian terbaru Carbon Brief.
Penurunan emisi karbon mencapai 3 persen pada Maret dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini adalah penurunan tahunan pertama sejak Januari 2023, menurut Lauri Myllyvirta, peneliti senior di Asia Society Policy Institute Mei lalu, dikutip Kamis 13 Juni 2024.
Instalasi pembangkit listrik tenaga angin dan surya di China mampu memenuhi hampir seluruh peningkatan permintaan listrik. Sementara itu, perlambatan sektor properti membantu mengurangi emisi karbon dari industri baja dan semen yang dikenal sangat berpolusi. Pertumbuhan konsumsi minyak juga "terhenti," tambah Myllyvirta.
Analisis Carbon Brief ini konsisten dengan penelitian lain, termasuk dari BloombergNEF, yang memperkirakan emisi global mungkin turun hingga 2,5 persen tahun ini, sebagian besar berkat pengurangan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara di China.
Penurunan emisi di China membalikkan tren peningkatan polusi selama 14 bulan yang terjadi setelah lonjakan pertumbuhan dan investasi di sektor manufaktur, di mana pemerintah menggunakan industri tersebut untuk membantu pemulihan ekonomi dari pandemi.
Penurunan ini diperkirakan berlanjut pada April, menguatkan pandangan bahwa puncak emisi mungkin telah tercapai tahun lalu, jauh sebelum batas waktu 2030 yang ditetapkan oleh China.
"Puncak emisi CO2 China pada 2023 mungkin terjadi jika pembangunan sumber energi ramah lingkungan tetap pada tingkat rekor yang dicapai tahun lalu," ujar Myllyvirta.
Transformasi ini didorong oleh kemajuan luar biasa dalam teknologi ramah lingkungan. China memasang lebih banyak tenaga surya pada 2023 dibandingkan yang pernah dibangun AS, sementara elektrifikasi yang cepat berarti satu dari setiap 10 kendaraan di jalan kini tidak lagi menggunakan produk minyak.
Puncak emisi ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan China menuju emisi nol bersih (net zero emission), yang telah dijanjikan akan tercapai pada 2060.
Namun, tantangan tetap ada dalam upaya dekarbonisasi ini. Jaringan listrik di seluruh negeri sedang berjuang untuk menyesuaikan dengan jumlah tenaga surya yang melimpah pada siang hari namun menghilang pada malam hari.
Jumlah instalasi surya mengalami penurunan tahunan pada April selama dua bulan berturut-turut, meskipun angka total masih lebih tinggi tahun ini.
Selain itu, kemampuan China untuk mewujudkan ambisi net zero-nya akan terus diuji selama negara ini masih bergantung pada batu bara, bahan bakar fosil paling kotor, sebagai sumber listrik utama.
Menurut laporan Global Energy Monitor bulan lalu, armada pembangkit batu bara dunia tumbuh sebesar 2 persen pada tahun lalu, dengan China menyumbang sekitar dua pertiga dari peningkatan tersebut.
Perlu diketahui, target penurunan emisi dunia telah menjadi fokus utama dalam upaya mengatasi krisis iklim global. Secara umum, komunitas internasional telah berkomitmen untuk mencapai beberapa target utama terkait penurunan emisi karbon:
Pada Perjanjian Paris tahun 2015, negara-negara dunia sepakat untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius di atas level pra-industri, dengan upaya maksimal untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius. Target ini akan dicapai dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.
Banyak negara dan organisasi telah menetapkan target untuk mencapai emisi nol bersih pada atau sebelum pertengahan abad ini. Emisi nol bersih berarti bahwa jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer harus setara dengan jumlah yang dapat diserap atau dihilangkan dari atmosfer, misalnya melalui teknologi penangkapan karbon atau pengurangan deforestasi.
Secara konkret, banyak negara telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca pada tingkat nasional. Misalnya, Uni Eropa memiliki target untuk mengurangi emisi sebesar 55 persen pada tahun 2030 dibandingkan dengan level tahun 1990.
Salah satu strategi utama untuk mencapai target ini adalah dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidro.
Implementasi kebijakan yang lebih ketat, insentif bagi teknologi hijau, serta investasi dalam riset dan pengembangan energi bersih juga diperlukan untuk mencapai target-target ini. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.