Logo
>

Dampak Global Terbunuhnya Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

Ditulis oleh KabarBursa.com
Dampak Global Terbunuhnya Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Hamas mengklaim bahwa Israel telah membunuh pemimpin politik mereka, Ismail Haniyeh, melalui serangan udara di Teheran, Iran.

    Haniyeh, yang berbasis di Qatar, berada di Teheran pada Selasa 30 Juli 2024untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran. Dalam serangan udara Zionis yang mengejutkan, Haniyeh dilaporkan tewas di kediamannya, seperti yang diungkapkan oleh Hamas dalam pernyataan resminya pada Rabu 31 Juli 2024 pagi.

    Pihak militer Israel menolak memberikan komentar mengenai kejadian ini.

    Kematian Haniyeh akan dianggap sebagai kemenangan strategis bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan koalisinya, yang telah berkomitmen untuk menghapus kepemimpinan Hamas sejak serangan kelompok tersebut pada 7 Oktober lalu.

    Pada malam yang sama, Israel juga melancarkan serangan di Beirut yang menargetkan seorang komandan senior Hizbullah. Serangan tersebut merupakan balasan terhadap serangan roket yang menewaskan 12 orang di Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel akhir pekan lalu.

    Haniyeh, yang berusia awal 60-an, merupakan tokoh sentral dalam pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Ia berperan sebagai penghubung penting antara para pemimpin Hamas di Gaza. Kematian Haniyeh berpotensi menggagalkan proses negosiasi, yang dikabarkan semakin dekat menuju kesepakatan meskipun masih terdapat banyak isu yang harus diselesaikan.

    Serangan besar-besaran Hamas pada 7 Oktober lalu mengakibatkan 1.200 orang tewas dan 250 orang disandera. Serangan balasan Israel di Gaza hingga saat ini telah menewaskan hampir 40.000 orang.

    Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas peristiwa terbaru yang dapat memicu ketegangan lebih lanjut di Timur Tengah. Terlebih lagi, setelah pembunuhan Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas, yang terjadi di Teheran, Iran.

    “Serangan yang terus menerus di Timur Tengah, terutama antara Palestina dan Israel, dengan kejadian terbaru yaitu terbunuhnya Ismail Haniyeh, sangat meresahkan,” kata Meutya kepada awak media, Rabu 31 Juli 2024.

    Meutya menambahkan bahwa kematian Haniyeh kemungkinan akan memperburuk situasi, menghambat upaya perdamaian antara Palestina dan Israel, serta berpotensi memengaruhi kestabilan di seluruh wilayah Timur Tengah.

    “Saya khawatir pembunuhan pemimpin Hamas ini akan memperparah ketegangan di Timur Tengah dan membuat usaha perdamaian di Palestina serta kawasan tersebut semakin sulit tercapai,” tegasnya.

    Dia juga menekankan perlunya tekanan internasional terhadap Israel untuk membuka jalur dialog sebagai solusi konflik dengan Palestina.

    “Penting bagi semua pihak untuk mendorong Israel agar memilih jalan dialog dalam penyelesaian konflik ini. Israel juga diharapkan untuk mematuhi hukum internasional, termasuk keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) yang menyatakan bahwa pendudukan Israel di Palestina melanggar hukum,” tutup Meutya.

    Sosok Ismail Haniyeh

    Ismail Haniyeh, pemimpin biro politik Hamas yang tewas dalam serangan di Iran, dikenal sebagai sosok yang keras dalam diplomasi internasional ketika konflik dengan Israel berkecamuk di Jalur Gaza. Namun, Haniyeh juga dipandang lebih moderat dibandingkan dengan para pejabat garis keras Hamas di wilayah tersebut.

    Lahir di al-Shati, sebuah kamp pengungsi di Gaza, pada tahun 1962, Haniyeh terpilih sebagai kepala biro politik Hamas pada 2017, menggantikan Khaled Meshaal. Namun, nama Haniyeh sudah dikenal luas sejak ia menjabat sebagai Perdana Menteri Palestina pada tahun 2006, setelah kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen.

    Keterlibatan Haniyeh dalam politik Palestina menjadi lebih signifikan ketika perjanjian pembagian kekuasaan antara Hamas dan Fatah, yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas, runtuh dengan cepat. Sejak tahun 2007, Hamas menguasai penuh Jalur Gaza setelah mengusir para pendukung Abbas melalui kekerasan.

    Selama ini, Haniyeh dikenal sebagai figur pragmatis yang menghabiskan banyak waktunya di pengasingan, terutama di Turki dan Qatar, di mana kantor biro politik Hamas berada di Doha. Pada masa mudanya, ia merupakan anggota cabang mahasiswa Ikhwanul Muslimin di Universitas Islam Gaza.

    Haniyeh bergabung dengan Hamas pada tahun 1987, di tengah intifada Palestina pertama, dan beberapa kali mengalami penahanan oleh Israel, termasuk pengusiran ke Lebanon selatan selama enam bulan.

    Dalam serangan udara Israel pada 10 April, tiga anak laki-laki Haniyeh—Hazem, Amir, dan Mohammad—tewas bersama empat cucunya—tiga perempuan dan satu laki-laki. Meskipun Haniyeh membantah tuduhan bahwa putra-putranya adalah petempur Hamas, dia menegaskan bahwa kepentingan rakyat Palestina adalah prioritas utama.

    Haniyeh, meskipun sering membuat pernyataan keras, dianggap lebih pragmatis oleh para diplomat dan pejabat Arab dibandingkan dengan elemen garis keras di Jalur Gaza, tempat sayap bersenjata Hamas merencanakan serangan pada 7 Oktober ke Israel.

    Israel menganggap seluruh kepemimpinan Hamas sebagai teroris dan menuduh Haniyeh serta pemimpin senior lainnya terus mengendalikan organisasi teror tersebut. Namun, seberapa banyak Haniyeh mengetahui tentang serangan pada 7 Oktober masih belum jelas, karena rencana tersebut disusun secara rahasia oleh dewan militer Hamas di Gaza.

    Haniyeh, seorang Muslim Sunni, juga berperan penting dalam memperkuat kapasitas tempur Hamas, termasuk menjalin hubungan dengan Iran yang mayoritas Muslim Syiah dan dikenal mendukung kelompok tersebut. Selama masa kepemimpinannya, Israel menuduh tim Haniyeh mengalihkan bantuan kemanusiaan kepada sayap bersenjata Hamas, tuduhan yang dibantah oleh kelompok tersebut.

    Hingga kini, Israel belum memberikan komentar resmi terkait kematian Haniyeh. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi