Logo
>

Dear Presiden Baru, Bisakah Warga RI Sejahtera Sebelum Tua?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Dear Presiden Baru, Bisakah Warga RI Sejahtera Sebelum Tua?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM-Seorang ekonom senior dan mantan menteri keuangan, Chatib Basri, menyatakan bahwa presiden baru Indonesia di masa mendatang harus mampu mengarahkan negara ini melewati jebakan pendapatan menengah sebelum bonus demografi menurun mulai tahun 2025 hingga 2050. Ancaman jebakan pendapatan menengah dan populasi yang menua di tengah ketidakpastian ekonomi global adalah kenyataan yang harus dihadapi oleh presiden yang akan datang.

    Jika presiden pengganti Jokowi tidak mampu menjadikan ekonomi Indonesia tumbuh lebih dari 6 persen dalam rentang waktu tersebut, Chatib yakin bahwa Indonesia tidak akan pernah menjadi negara maju dalam 100 tahun kemerdekaannya.

    "Oleh karena itu, kebijakan ke depan akan serupa, tetapi pertanyaannya adalah apakah berbeda dengan masa sekarang atau masa pemerintahan Pak SBY, Bu Mega, masalah ekonominya tidak begitu berbeda, yang berbeda adalah kepemimpinan saja," kata Chatib mengutip CNBC Indonesia, Jumat 16 Februari 2024.

    Dengan tantangan seperti itu, Chatib Basri menekankan bahwa presiden ke depan setidaknya harus memperkuat dua aspek. Pertama, pemahaman yang kuat dan keterlibatan aktif dalam isu-isu geopolitik, karena dunia masih dihadapkan pada ketidakpastian di masa depan.

    Kedua, kemampuan eksekusi yang efektif. Karena itu, menurutnya, Indonesia harus segera menyelesaikan masalah-masalah utama yang dihadapi bangsa dalam waktu singkat, yaitu menghindari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju pada tahun 2050 dengan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih dari 6 persen setiap tahunnya.

    "Jadi kemampuan kepemimpinan sebenarnya bergantung pada kemampuan untuk mendengarkan, memilih keputusan yang tepat, memiliki tim yang kuat; itulah yang akan menentukan. Kemudian, dia harus bisa mengambil keputusan dan melaksanakannya; itulah kunci sukses kita jika kita belajar dari pengalaman masa lalu," ungkap Chatib Basri.

    Di sisi lain, ekonom senior dan Co-founder Creco Research, Raden Pardede, juga menganggap bahwa Indonesia harus keluar dari jebakan pendapatan menengah dan menjadi negara maju sebagai syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh presiden mendatang.

    Batas waktu untuk Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah adalah antara tahun 2035-2040, didasarkan pada puncak usia produktif masyarakat Indonesia pada periode tersebut.

    "Hingga saat itu, pemerintahan berikutnya harus mempercepat pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas makroekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh stagnan di level 5 persen seperti delapan kuartal terakhir, karena itu menandakan kelesuan aktivitas ekonomi," ujar Raden dalam program Squawk Box CNBC Indonesia.

    "Artinya, rata-rata 5-6 persen pertumbuhan ekonomi, itulah yang dibutuhkan oleh pemimpin untuk membawa kita keluar dari jebakan pendapatan menengah. Untuk mencapai pertumbuhan itu, presiden mendatang harus memastikan inflasi tetap di bawah 3 persen untuk mengendalikan biaya hidup, defisit transaksi berjalan di bawah 3 persen dengan mengurangi ketergantungan pada investasi portofolio, dan menjaga defisit APBN tetap rendah dengan tingkat utang yang aman.

    Selain itu, efisiensi birokrasi menjadi penting untuk menekan biaya investasi, sementara peningkatan produktivitas harus didorong melalui penguasaan teknologi tinggi pada sumber daya manusia.

    "Sebenarnya pertumbuhan 5 persen adalah modal yang baik bagi kita, tinggal ditingkatkan dengan melakukan efisiensi dan perbaikan alokasi modal, investasi. Mungkin tambahan 1 persen itu bisa didapatkan. Artinya, untuk mencapai minimal 6 persen pertumbuhan ekonomi dalam 10 tahun ke depan, hal itu mungkin bisa terwujud," papar Raden.

    Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti, berpendapat bahwa ketergantungan Indonesia pada sumber daya alam semakin sulit untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah. Untuk keluar dari situasi tersebut, industrialisasi menjadi kunci.

    Negara-negara yang berhasil keluar dari jebakan pendapatan menengah, seperti Korea Selatan, memiliki kontribusi industri terhadap PDB sebesar 24,7 persen saat memasuki fase negara maju pada tahun 1996, dan Singapura sebesar 26,6 persen pada tahun 1991.

    "Idealnya, sektor industri manufaktur menjadi penggerak utama dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB untuk negara yang ingin meloncat menjadi negara maju," tegas Amalia.

    Indonesia, menurutnya, telah terjebak dalam jebakan pendapatan menengah selama 30 tahun, dan masih akan terus terjebak selama 20 tahun ke depan hingga tercapainya target Indonesia maju atau Indonesia emas 2045.

    "Pengalaman dari Korea Selatan yang berhasil keluar dari jebakan pendapatan menengah hanya dalam waktu 17 tahun, dari tahap pendapatan rendah, menengah, hingga menjadi negara berpendapatan tinggi, hanya butuh waktu 17 tahun," ungkap Amalia.

    "Indonesia telah terjebak dalam jebakan pendapatan menengah selama 30 tahun, dan kita berharap bisa keluar dalam 20 tahun ke depan agar dapat mencapai status negara berpendapatan tinggi. Ini terlalu lama, jadi kita tidak boleh mengabaikannya," tandasnya.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi