Logo
>

Delta Djakarta (DLTA) Siap Tebar Dividen, Tapi Apakah Kinerjanya Masih Sehat?

Dengan harga saham yang kini berada di kisaran Rp2.080, itu setara dengan dividend yield sekitar 8,1 persen.

Ditulis oleh Yunila Wati
Delta Djakarta (DLTA) Siap Tebar Dividen, Tapi Apakah Kinerjanya Masih Sehat?
PT Delta Djakarta Tbk (DLTA). (Foto: Dok Perusahaan)

KABARBURSA.COM - PT Delta Djakarta Tbk (DLTA), produsen bir ternama yang sudah puluhan tahun mencatatkan diri di lantai bursa, kembali mengumumkan rencana pembagian dividen tunai. Untuk tahun buku 2024, emiten ini akan mengucurkan dividen sebesar Rp172 per saham. 

Meski angkanya terbilang menarik bagi pemburu pendapatan pasif, catatan kinerja keuangan DLTA mengundang pertanyaan, seberapa kuat fundamental perusahaan ini setelah pembagian dividen?

Berdasarkan keterangan resmi DLTA, Senin, 23 Juni 2025, pembagian dividen tunai DLTA akan berlangsung pada 18 Juli 2025 mendatang. Investor yang ingin menikmati dividen ini harus mengantongi saham DLTA paling lambat 2 Juli 2025. 

Nilainya? Rp172 untuk setiap satu lembar saham yang dimiliki. Dengan harga saham yang kini berada di kisaran Rp2.080, itu setara dengan dividend yield sekitar 8,1 persen. Angka yang tentu tidak bisa dikesampingkan, terutama dalam situasi pasar yang tengah penuh ketidakpastian.

Konsisten Bagikan Dividen, Meskipun Menyusut

Bagi para investor lama, DLTA bukan nama baru dalam urusan membagikan dividen. Sejak lama, perusahaan ini dikenal royal dalam mengembalikan laba kepada pemegang saham. Namun, jika ditarik ke belakang, besaran dividennya terus menurun. 

Tahun 2018, DLTA sempat membagikan Rp478 per saham. Bandingkan dengan tahun ini, yang hanya Rp172. Bahkan, rasio pembayaran dividen (payout ratio) kali ini mencapai lebih dari 100 persen. 

Artinya, perusahaan membagikan lebih banyak uang daripada laba bersih yang dihasilkan—tanda tanya besar soal keberlanjutan kebijakan ini ke depan.

Kinerja Keuangan: Sehat Namun Melambat

Secara kasat mata, neraca keuangan DLTA masih tampak solid. Perusahaan tidak memiliki utang jangka panjang dan menyimpan kas hingga Rp600 miliar. Rasio lancarnya mencapai 4,6 kali, menunjukkan kemampuan membayar kewajiban jangka pendek dengan sangat nyaman. 

Bahkan, skor Altman Z perusahaan ini, indikator kekuatan finansial yang sering dijadikan rujukan oleh analis, berada di angka 10,97, jauh di atas batas aman.

Tapi di balik itu, terdapat sinyal perlambatan. Laba bersih kuartal pertama 2025 hanya Rp33 miliar, turun hampir 23 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pendapatan juga menyusut hampir 9 persen. 

Siklus konversi kas yang kini mencapai lebih dari 320 hari mengindikasikan efisiensi yang menurun, terutama dalam mengelola piutang dan persediaan.

Valuasi dan Harga Saham Murah, Tapi Belum Menarik?

Dengan price-to-earnings ratio (PER) di kisaran 12,8 kali, valuasi DLTA sekilas tampak kompetitif jika dibandingkan dengan emiten sejenis atau rerata IHSG. Namun, data menunjukkan bahwa penurunan laba belum terkompensasi dengan harga yang cukup atraktif. 

Saham DLTA sendiri telah kehilangan hampir setengah nilainya dalam tiga tahun terakhir dan terkoreksi lebih dari 26 persen dalam setahun terakhir.

Artinya, meski terlihat murah, investor harus jeli: murah belum tentu berarti undervalued. Apalagi jika perusahaan belum menunjukkan sinyal kuat pemulihan laba atau peningkatan daya saing di pasar.

Lalu, Apa Sikap yang Bijak?

Bagi investor dengan profil konservatif yang mencari pendapatan rutin dan bersedia menoleransi stagnasi harga, DLTA masih bisa dilirik. Namun untuk mereka yang mengincar pertumbuhan atau capital gain, ada baiknya menunggu kejelasan strategi bisnis ke depan, terutama dalam memulihkan pertumbuhan pendapatan dan efisiensi operasional.

DLTA tetap menjadi contoh klasik perusahaan dengan fondasi keuangan kuat, tetapi menghadapi tantangan di sisi pertumbuhan. Dividen besar bisa jadi penenang sesaat, tapi tanpa perbaikan kinerja, imbal hasil jangka panjang tetap harus dihitung ulang.

Dalam dunia investasi, cash is king. Tapi jika cash itu diambil dari cadangan dan bukan dari keuntungan nyata, itu bukan tanda kekuatan, melainkan peringatan.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79