KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) sepekan sebelum libur panjang Lebaran Idulfitri 2025 hanya membuka hari perdagangan selama empat hari.
Menghimpun saham-saham yang tetap perkasa dalam sepekan terakhir. Saham PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dari sektor konstruksi menjadi raja saham pekan ini dengan kenaikan tertinggi sebelum libur Lebaran.
Dalam periode perdagangan 24 hingga 28 Maret 2025, saham ADHI melesat 47,24 persen ke level Rp240 dari sebelumnya Rp165.
Selain ADHI, saham PT Golden Flower Tbk (POLU) dari sektor tekstil juga mencatatkan lonjakan signifikan sebesar 42,91 persen menjadi Rp8.825 dari Rp5.150. Disusul oleh PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO) dari sektor barang konsumsi yang naik 42,29 persen ke Rp1.430, serta PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dari sektor konstruksi yang melonjak 34,51 persen ke Rp304.
Dari sektor agrikultur, saham PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF) naik 33,33 persen ke Rp200. Sementara dari sektor perkebunan, PT Citra Borneo Utama Tbk (CBDK) menguat 31,93 persen ke Rp5.950. Di sektor industri dasar, PT Jaya Bersama Indo Tbk (JECC) melonjak 30,37 persen ke Rp880.
Saham dari sektor kesehatan, PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SMIL), juga mengalami kenaikan sebesar 30,00 persen menjadi Rp416. Sementara di sektor jasa keuangan, PT Panin Financial Tbk (PNLF) naik 26,90 persen ke Rp368. Dari sektor manufaktur, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) mengalami peningkatan 26,67 persen ke Rp76.
Adapun saham PT Black Diamond Resources Tbk (BOAT) dari sektor pertambangan meningkat 24,72 persen ke Rp111. Sedangkan di sektor minuman, saham PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (WINE) naik 24,21 persen ke Rp236. Dari sektor perbankan, saham PT Bank Panin Tbk (PNBN) menguat 23,42 persen ke Rp1.660.
Total nilai transaksi di BEI pekan ini mencapai Rp15,7 triliun dengan total volume perdagangan sebanyak 22,5 miliar lot. Dengan semakin dekatnya perayaan IdulFitri, investor disarankan untuk tetap mencermati pergerakan saham-saham yang memiliki prospek pertumbuhan, terutama di sektor konsumsi dan infrastruktur, yang berpotensi terus menguat pasca-Lebaran.
Efek Musiman dan Faktor Domestik
Menurut Founder Stocknow.id Hendra Wardana, penurunan tajam IHSG pada sesi siang ini disebabkan oleh faktor domestik, seperti pengaruh musiman menjelang hari raya Idul Fitri.
"Faktor musiman menjelang libur Lebaran membuat investor melakukan aksi jual atau profit-taking, mengurangi likuiditas pasar," kata Hendra saat dihubungi Kabarbursa.com, Senin, 24 Maret 2025.
Penurunan saham-saham besar seperti BREN (-9 persen), BBCA (-2 persen), DCII (-7 persen), dan TPIA (-8 persen) turut memberi dampak siginifikan terhadap IHSG. Sebab, saham-saham ini memiliki bobot yang besar.
Di sisi lain, menurut Hendra, komentar Presiden Prabowo Subianto yang seperti meremehkan dampak penurunan IHSG beberapa waktu lalu, sedikit banyak ikut memperburuk sentimen pasar. Apalagi pasar saham sering dipandang sebagai barometer kepercayaan investor terhadap perekonomian.
"Kondisi ekonomi makro yang melambat, penurunan daya beli, dan meningkatnya PHK, juga memperburuk sentimen pasar," ujar dia.
Hendra melanjutkan, penurunan IHSG juga dipengaruhi oleh ketidakpastian global. Hal ini disebabkan oleh potensi arus modal keluar dari pasar emerging market yang memperburuk tekanan pada indeks.
Rilis penting yang akan datang, seperti konferensi pers BP Danantara dan RUPST Bank Himbara, juga bisa mempengaruhi arah pasar. Dia menilai, pengumuman terkait kebijakan-kebijakan strategis dari dua agenda ini bisa menjadi penentu arah IHSG dalam beberapa hari ke depan.
"Jika kebijakan yang diumumkan tidak sesuai dengan harapan pasar atau menciptakan ketidakpastian lebih lanjut, maka pasar saham dapat merespons dengan penurunan lebih dalam," ungkapnya.
Potensi Dampak Negatif
Lebih jauh dia menerangkan, penurunan IHSG ini mencerminkan adanya ketidakpastian yang terjadi di pasar modal Indonesia. Ini dipengaruhi oleh beragam faktor eksternal dan domestik.
Selain faktor musiman dan koreksi saham-saham besar, sentimen negatif terhadap prospek ekonomi Indonesia semakin diperburuk dengan penurunan penerimaan pajak dan tingkat konsumsi masyarakat yang menurun.
Dia bilang, hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat semakin melemah, yang berpotensi berdampak negatif pada kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham.
"Investor pun lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi, sehingga menyebabkan pasar cenderung bergerak lebih rendah," tandasnya.
Hendra pun memperkirakan, jika IHSG tidak mampu bertahan di level psikologis 6.000, kemungkinan besar akan menguji level support di 5.800.
"Oleh karena itu, perkembangan pasar akan sangat bergantung pada respons pasar terhadap pengumuman yang akan datang serta kondisi ekonomi domestik dan global," pungkasnya.
Adapun pada penutupan sesi I, IHSG terpantau masih koreksi sebesar -2,30 persen atau turun 143 poin ke level 6.114. Seiring melemahnya indeks, 555 saham di zona merah, 100 saham menguat, dan 139 saham stagnan. (*)