KABARBURSA.COM - Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, buka suara ihwal terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE) yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 September 2024 lalu.
Djoko menyebut, Perpres tersebut diterbitkan sebagai bukti keseriusan pemerintah Indonesia dalam upaya memperkuat ketahanan energi nasional. Penerbitan Perpres tersebut, kata dia, menandai langkah pemerintah dalam memastikan ketersediaan energi yang stabil dan terjangkau.
Djoko menuturkan, Perpres CPE akan menjadi payung hukum bagi upaya pemerintah dalam membangun dan mengelola cadangan energi yang memadai. Tujuannya, tidak lain untuk menjamin ketahanan energi di masa mendatang.
"Tujuannya, untuk menjamin ketahanan energi nasional dan memberikan arah bagi Pemerintah dalam melaksanakan penyediaan CPE," ungkap Djoko saat ditemui di Jakarta, Sabtu, 7 September 2024.
Djoko menuturkan, pemerintah menyadari pentingnya mengelola cadangan energi yang cukup untuk menangani risiko dalam menghadapi fluktuasi harga minyak global, bencana alam, hingga gangguan pasok energi. Melalui Perpres tersebut, pemerintah secara aktif melakukan berbagai upaya untuk membangun dan mengelola cadangan energi.
Secara umum, tutur Djoko, peraturan ini memuat pengaturan jenis, jumlah, waktu dan lokasi CPE, pengelolaan CPE, pendanaan CPE serta pembinaan dan pengawasan CPE.
"Pengaturan CPE dilakukan oleh DEN. Sedangkan pengelolaannya menjadi tanggung jawab Menteri ESDM, dan dapat mengikutsertakan Badan Usaha yang memiliki izin usaha di bidang energi," jelas Djoko.
Djoko menerangkan, jenis CPE yang diatur dalam Perpres tersebut meliputi minyak bumi, BBM jenis bensin, dan LPG dengan mempertimbangkan peran strategis dalam konsumsi nasional dan sumber perolehan yang berasal dari impor.
Jumlah CPE BBM jenis bensin (gasoline) sejumlah 9,64 juta barel, Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejumlah 525,78 ribu metrik ton dan minyak bumi sejumlah 10,17 juta barel.
"Penyediaan CPE dilakukan secara bertahap sampai kurun waktu tahun 2035, sesuai kemampuan keuangan negara," terangnya
Djoko menuturkan, lokasi CPE harus memenuhi persyaratan teknis dan kelayakan. Ini termasuk geologi, kemudahan distribusi, rencana tata ruang, lingkungan, infrastruktur, kemungkinan krisis energi dan/atau darurat energi, dan faktor lainnya.
"Penentuan lokasi CPE diputuskan dan ditetapkan dalam Sidang Anggota DEN. Lokasinya mengoptimalkan infrastruktur energi yang telah ada. Apabila tidak mencukupi dapat dilakukan penyediaan infrastruktur baru," imbuhnya.
Djoko juga menjelaskan bahwa pengelolaan CPE mencakup pengadaan persediaan, pengadaan infrastruktur dan pemeliharaan, penggunaan, dan pemulihan CPE. Pengadaan persediaan dapat berasal dari CPE yang diproduksi di dalam negeri atau diimpor.
"CPE digunakan apabila terjadi kondisi krisis energi dan/atau darurat energi. Mekanismenya mengacu pada Perpres Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi," imbuh Djoko.
Pengelolaan CPE didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber lainnya yang sah. Peraturan Menteri ESDM akan mengatur lebih lanjut tentang pelaksanaan teknis pengelolaan CPE, pembinaan, dan pengawasan.
"Dengan diterbitkannya Perpres ini, Indonesia semakin dekat dengan cita-cita menjadi negara yang mandiri dan berdaulat di bidang energi. Pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya mewujudkan ketahanan energi nasional yang kuat, demi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa," tutup Djoko.
Perpres 96/2024
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi resmi menerbitkan Perpres Nomor 96 Tahun 2024 tentang CPE. Perpres tersebut resmi ditetapkan pada tanggal 2 September 2024 lalu. Perpres tersebut diterbitkan untuk menjamin ketahanan energi nasional sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan menjaga keberlanjutan, kesinambungan energi di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam menjaga keberlanjutan energi, maka diperlukan regulasi yang mengatur cadangan penyangga energi untuk memenuhi ketersediaan sesuai dengan komitmen nasional dalam mendorong pembangunan energi bersih.
“Penyediaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk; (a) menjamin Ketahanan Energi nasional; (b) mengatasi Krisis Energi dan Darurat Energi; dan (c) melaksanakan pembangunan berkelanjutan,” tulis Perpres No. 96 Tahun 2024, Pasal 2 ayat (3).
Adapun dalam Perpres tersebut mengatur tentang jumlah CPE yang tercantum dalam Pasal 6 sebagai berikut:
- Bahan bakar minyak jenis bensin (gasolinel sejumlah 9,64 (sembilan koma enam puluh empat) juta barel;
- Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejumlah 525,78 (lima ratus dua puluh lima koma tujuh puluh delapan) ribu metrik ton; dan
- Minyak bumi sejumlah 10,L7 (sepuluh koma tujuh belas) juta barel.
Sementara pengelolaan dan penyediaan infrastruktur CPE, diatur pada Pasal 10 dan Pasal 14, yakni Menteri terkait dapat mengikutsertakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi.
Pada Pasal 17 ayat (3) menyebut, Pemeliharaan CPE sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Menteri melalui kerja sama dengan BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi, dengan diberikan imbalan atas jasa pemeliharaan.
Adapun Imbalan atas jasa pemeliharaan yang dilakukan oleh BUMN di bidang Energi atau Badan Usaha yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi melalui APBN.
Penggunaan CPE dilakukan apabila terjadi Krisis Energi dan/atau Darurat Energi yang ditetapkan berdasarkan dua keputusan yang diambil melalui:
- Sidang Anggota untuk Krisis Energi dan/atau Darurat Energi yang bersifat teknis operasional; atau
- Sidang Paripurna untuk Krisis Energi dan/atau Darurat Energi yang bersifat nasional. (*)
 
      