Logo
>

Didorong IPO: Asosiasi Pede BPR Makin Profesional

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Didorong IPO: Asosiasi Pede BPR Makin Profesional

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Teddy Alamsyah, menyatakan bahwa penawaran umum saham perdana (IPO) bisa menjadi pemanis bagi industri BPR.

    Menurutnya, IPO tidak hanya membantu BPR memperoleh dana segar, tetapi juga meningkatkan tata kelola dan transparansi perusahaan.

    "IPO memang bisa menjadi pemanis bagi industri, bukan hanya untuk penguatan atau menambah fresh money, tetapi juga untuk meningkatkan tata kelola dan keterbukaan setelah transparansi. Jadi, BPR akan lebih profesional," ujar Teddy dikutip Selasa, 21 Maret 2024.

    Namun, Teddy menekankan bahwa ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan bagi perusahaan yang ingin go public. Salah satu syarat penting adalah modal yang besar. Teddy mengingatkan bahwa perusahaan yang ingin IPO harus memiliki riwayat pembagian dividen dalam 10 tahun terakhir.

    "IPO memerlukan modal besar dan perusahaan harus memenuhi syarat tertentu. Perusahaan yang ingin go public harus sudah membagikan dividen dalam 10 tahun terakhir. Ini perlu diperhatikan oleh industri BPR," jelas Teddy.

    Menurut Teddy, industri BPR sebenarnya sudah siap dari sisi permodalan untuk melantai di bursa. Namun, diperlukan juga tata kelola dan transparansi yang baik untuk memenuhi persyaratan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    "Saya melihat dari sisi permodalan, teman-teman [pelaku industri BPR] siap. Tetapi, kita bicara IPO, ada aturan POJK dan aturan di bursa efeknya sendiri. Ini yang perlu dipersiapkan," tambah Teddy.

    Teddy juga menyoroti tantangan lain yang dihadapi BPR untuk IPO, seperti syarat permodalan yang tinggi. Perbarindo mengusulkan modal inti minimum sebesar Rp50 miliar, tetapi OJK menetapkan Rp80 miliar. "Saat ini, BPR yang modalnya di atas Rp80 miliar masih terbatas jumlahnya," tambah.

    Selain itu, Teddy mencatat bahwa pemilik BPR belum siap untuk terdilusinya kepemilikan saham kepada pemegang saham minoritas atau publik, yang dapat menimbulkan kekhawatiran adanya intervensi.

    OJK telah meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), yang memungkinkan BPR/BPRS untuk melantai di BEI.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyebut bahwa meskipun BPR/BPRS mencatatkan kinerja yang baik, ada tantangan yang harus dihadapi, seperti modal dan disparitas skala usaha, terutama karena banyaknya BPR/BPRS berskala kecil.

    OJK juga menetapkan kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar bagi BPR pada akhir Desember 2024 dan bagi BPRS pada akhir Desember 2025.

    Sebagai langkah strategis, OJK juga mengumumkan pengelompokan BPR dalam rangka memperbesar peluang IPO. Pengelompokan ini akan memperhatikan kekuatan permodalan, kesehatan, dan aspek-aspek lainnya untuk memastikan kesiapan BPR masuk ke pasar modal.

    "Kita akan melakukan pengelompokan berdasarkan kekuatan permodalan, kesehatan bank, dan faktor lainnya untuk memastikan mereka siap dan layak masuk ke pasar modal," jelas Dian saat peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B) 2024-2027 di Jakarta.

    Dengan berbagai persyaratan dan tantangan ini, IPO bisa menjadi peluang besar bagi BPR untuk berkembang, namun persiapan matang dan pemenuhan ketentuan yang ada adalah kunci keberhasilan.

    BPR Diminta IPO

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengumumkan inisiatif baru yang akan membuka peluang bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk terjun ke pasar modal melalui penawaran umum atau efekinitial public offering (IPO).

    Dian menyatakan bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), BPR yang ingin melaksanakan IPO harus memenuhi beberapa kriteria tertentu.

    Untuk itu, OJK menerbitkan POJK Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPRS, yang dirancang untuk memperkuat aspek kelembagaan bank-bank ini dan memperbesar peluang mereka untuk IPO, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan.

    “Oleh karena itu, nanti akan ada pengelompokan kekuatan permodalan, kesehatan dan lain sebagainya, yang akan memungkinkan mereka bisa diterima IPO,” kata Dian usai peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B) 2024-2027, di Jakarta.

    Menurut Dian, keberhasilan IPO BPR akan menjadi tolok ukur reputasi bagi bank tersebut dan dapat mendorong bank-bank lainnya untuk mengikuti jejak yang sama. Sebaliknya, kegagalan dalam IPO bisa menjadi penghalang bagi BPR lainnya yang ingin masuk pasar modal.

    “Jangan lupa karena reputasi BPR ini juga bisa dipertaruhkan apabila mereka masuk IPO, karena ini kan akan bisa mendorong dan justru bisa menghambat BPR-BPR lain untuk bisa memanfaatkan IPO ke depan,” ujarnya.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.