Logo
>

Dilema EBT Indonesia: Investasi Seret, Energi Hijau Terhambat?

Ditulis oleh Syahrianto
Dilema EBT Indonesia: Investasi Seret, Energi Hijau Terhambat?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Di era digital yang penuh dengan perubahan, Indonesia bersiap menyambut masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), baru saja menyampaikan usulan perubahan kebijakan energi nasional kepada DPR RI.

    Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Perubahan ini didorong oleh berbagai faktor, seperti target pertumbuhan ekonomi untuk menjadi negara maju di tahun 2045, kemajuan teknologi energi baru dan energi terbarukan, serta komitmen untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca dan net zero emission pada tahun 2060.

    Tantangan Menuju Energi Masa Depan

    Rancangan Peraturan Pemerintah mematok target bauran energi baru dan energi terbarukan antara 19 persen sampai dengan 22 persen pada tahun 2030 dan terus naik sampai 72 persen di tahun 2060. Angka ini terbilang ambisius, mengingat hingga akhir tahun 2023 pencapaiannya baru mencapai 13,09 persen.

    Saat ini, kewenangan urusan energi masih terpusat di pemerintah pusat dan provinsi. Diperlukan desentralisasi hingga ke daerah kabupaten/kota agar daerah turut bertanggung jawab terhadap pengembangan energi di masa depan.

    Penyediaan energi, khususnya tenaga listrik, selama ini terpusat di PT PLN (Persero). Diperlukan keterlibatan lebih luas dari berbagai pihak, seperti subholding BUMN seperti Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) dan Pertamina Geothermal Energy (PGE), serta pihak swasta, untuk mencapai target bauran energi.

    Peluang Menuju Energi Masa Depan

    Pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan serta perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan membuka peluang bagi keterlibatan lebih luas dalam pengembangan energi baru dan energi terbarukan.

    Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), swasta, dan masyarakat, untuk mencapai target bauran energi dan mewujudkan transisi energi yang sukses.

    Tak hanya itu, kemajuan teknologi energi baru dan energi terbarukan membuka peluang untuk pengembangan energi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan terjangkau.

    Perubahan kebijakan energi nasional ini merupakan langkah penting untuk menuju masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Dengan sinergi dan kerja sama dari semua pihak, Indonesia dapat mencapai target bauran energi dan mewujudkan transisi energi yang sukses.

    Institute for Essential Services Reform (IESR) melihat investasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia tahu ini diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan 2023 karena banyaknya proyek-proyek besar yang akan dieksekusi tahun ini.

    Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, target investasi energi terbarukan Kementerian ESDM tahun ini mencapai USD2,6 miliar, lebih tinggi dari pencapaian tahun lalu.

    "Kalau melihat perkembangan hingga kuartal I-2024 di mana belum terlihat ada realisasi investasi pada proyek energi terbarukan yang besar dari PLN, ditambah dengan pelaku usaha yang wait and see karena pemilu dan mungkin menunggu kabinet baru, maka saya agak pesimis target ini bisa tercapai," ungkap Fabby.

    Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna menuturkan, bisa jadi realisasi investasi EBT angkanya relatif rendah dengan sebagian pihak menunggu kepastian investasi. "Harus menunggu angka resmi ESDM," ujar Putra.

    Menurut Putra, tantangan realisasi investasi EBT utamanya tentunya kelebihan kapasitas PLTU dan keuangan PLN, tapi turunannya adalah belum adanya pelaksanaan pengadaan EBT yang konsisten.

    Saat ini cofiring biomassa tampak dijadikan jalan pintas, meski seberapa efektif pengurangan emisinya dan keekonomiannya dalam skala besar masih tanda tanya.

    Realisasi EBT Pemerintah

    Indonesia terus bergerak menuju masa depan energi yang lebih hijau dengan menggencarkan investasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun, perjalanannya tidak selalu mulus. Fluktuasi nilai investasi EBT terjadi dalam beberapa tahun terakhir, menghadirkan gambaran kompleks yang perlu dipahami.

    Realisasi investasi EBT pada awal tahun ini diproyeksikan masih sepi. Belum adanya lelang pembangkit energi terbarukan oleh PLN menjadi beberapa penyebab realisasi investasi EBT hingga kuartal I-2024 ini masih belum terlihat menjanjikan.

    Memang, belum ada data resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kuartal I-2024, namun beberapa penyebab realisasi investasi EBT di awal tahun ini masih sepi layak dicermati.

    "Masih belum dihitung, angkanya belum keluar, coba nanti habis lebaran ya," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi (Dirjen EBTKE) Eniya Listiani Dewi.

    Realisasi investasi EBT pada 2023 mencapai USD1,5 miliar (sekitar Rp23,3 triliun), turun 9,3 persen dibandingkan tahun 2022. Target investasi EBT di tahun ini dipatok pada USD2,6 miliar. Realisasi investasi EBT 2022 menunjukkan tren positif dengan kenaikan 13 persen mencapai USD1,65 miliar dibandingkan tahun 2021.

    Sementara, pada 2021 pertumbuhan signifikan terjadi di tahun ini, dengan realisasi investasi EBT mencapai USD1,46 miliar, melonjak 28 persen dibandingkan tahun 2020. Realisasi investasi EBT pada 2022 mengalami penurunan 14 persen dibandingkan tahun 2019, mencapai USD1,15 miliar. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.