KABARBURSA.COM – Nilai tukar dolar Amerika Serikat bergerak dalam rentang sempit pada Selasa, 22 Juli 2025, setelah sempat melemah di awal pekan. Pelaku pasar menahan langkah sambil menanti perkembangan negosiasi perdagangan menjelang tenggat 1 Agustus—batas waktu bagi negara-negara untuk mencapai kesepakatan dagang dengan AS atau bersiap menghadapi gelombang tarif baru.
Sementara itu, yen Jepang bertahan di level penguatan yang diraih sehari sebelumnya, menyusul hasil pemilu majelis tinggi pada akhir pekan. Hasil itu dinilai tidak lebih buruk dari ekspektasi pasar, yang kini mengalihkan perhatian pada kecepatan Jepang merampungkan perjanjian dagang dengan Washington serta nasib Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang terpukul oleh kekalahan koalisinya.
Pada perdagangan Selasa pagi waktu Asia, yen tercatat sedikit melemah ke level 147,65 per dolar, setelah pada Senin naik sekitar 1 persen merespons hasil pemilu. Kekalahan telak Ishiba dan partainya memang mengguncang, namun dampaknya terhadap pasar saham Jepang relatif terbatas karena libur sebelumnya sempat menahan reaksi pasar.
“Sentimen awal yang mendukung penguatan yen, karena koalisi penguasa tak kehilangan lebih banyak kursi dan Ishiba masih bertahan di tampuk kekuasaan, kemungkinan tidak akan bertahan lama,” ujar Lee Hardman, analis senior valas di MUFG, dikutip dari Reuters.
Menurut dia, ketidakpastian politik yang meningkat justru dapat menyulitkan Jepang mencapai kesepakatan dagang tepat waktu dengan AS. Jika itu terjadi, ekonomi Jepang dan nilai tukar yen bisa tertekan.
Tarif Baru Menghantui, Peluang Perpanjangan Tenggat Masih Terbuka
Menjelang tenggat tarif 1 Agustus, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menegaskan bahwa pemerintah Presiden Donald Trump lebih mementingkan kualitas kesepakatan dagang ketimbang kecepatan waktu pencapaiannya. Ditanya apakah batas waktu itu bisa diperpanjang bagi negara yang aktif bernegosiasi, Bessent menjawab bahwa keputusan akhir ada di tangan Trump.
Ketidakpastian soal masa depan tarif global menjadi beban utama di pasar valuta asing. Ini menyebabkan pergerakan mata uang cenderung terbatas, meski indeks saham Wall Street terus mencetak rekor baru.
“Tak ada yang benar-benar final pada 1 Agustus, selama pemerintahan AS tetap terbuka untuk berdialog, sebagaimana terlihat dalam surat-surat Trump dua pekan lalu,” kata Thierry Wizman, analis strategi makro di Macquarie Group.
Dolar AS sendiri terpantau stabil setelah sempat melemah di sesi sebelumnya. Tekanan terhadap greenback sebagian dipicu oleh penguatan yen dan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Di sisi lain, poundsterling Inggris tercatat sedikit melemah 0,03 persen ke posisi USD1,3488.
Mata uang euro juga turun tipis 0,12 persen ke level USD1,1684. Pelaku pasar kini menantikan keputusan suku bunga dari Bank Sentral Eropa (ECB) yang dijadwalkan pekan ini. Mayoritas analis memperkirakan ECB akan mempertahankan suku bunga di level saat ini.
Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah pun belum menunjukkan pergerakan berarti. Kurs USD/IDR masih bertahan di posisi Rp16.325 per dolar—angka yang sama dengan penutupan sebelumnya.
Sementara itu, Uni Eropa disebut sedang mempertimbangkan sanksi tandingan yang lebih luas terhadap Amerika Serikat. Ini terjadi di tengah suramnya prospek kesepakatan dagang antara Brussel dan Washington, menurut sejumlah diplomat Uni Eropa.
Di sisi lain, indeks dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama naik tipis ke 97,94 setelah sehari sebelumnya melemah 0,6 persen. Namun, sentimen pasar masih dibayangi kekhawatiran terhadap independensi bank sentral AS (The Fed). Trump berulang kali menyerang Ketua The Fed Jerome Powell, bahkan menyarankan agar ia mundur karena enggan memangkas suku bunga.
Jonas Goltermann, ekonom dari Capital Economics, memperkirakan inflasi yang didorong tarif serta data ekonomi AS yang kuat akan membuat The Fed tetap menahan suku bunga hingga 2026. “Ini akan menggeser diferensial suku bunga global dan memperkuat dolar beberapa bulan ke depan,” katanya. “Tapi semua itu tetap tergantung pada kehendak Gedung Putih.”
Mata uang lain seperti dolar Australia turun 0,05 persen ke posisi USD0,6522, sedangkan dolar Selandia Baru melemah 0,14 persen ke level USD0,5960.(*)