KABARBURSA.COM - Pakar Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjuddin Noer Effendi, mengungkapkan bahwa lonjakan nilai tukar dolar hingga Rp16.000 dan banjirnya barang impor menjadi faktor utama tekanan terhadap industri lokal.
Tadjuddin menjelaskan bahwa situasi ini memicu gelombang PHK di berbagai sektor, termasuk media, tekstil, dan industri lainnya.
“Banyak perusahaan harus mengurangi tenaga kerja. Saya dengar, di sektor media saja, sudah ratusan pekerja terkena PHK,” katanya.
Dampak lanjutan dari kondisi ini adalah penurunan daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah. Ia mengungkapkan bahwa pasar-pasar tradisional mulai kehilangan pembeli.
“Pasar Tanah Abang, yang biasanya ramai, sekarang sepi. Penjual ada, tapi pembeli tidak. Ini menunjukkan daya beli masyarakat benar-benar menurun,” tegasnya.
Menurut Tadjuddin, pemerintah harus segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi persoalan ini. Ia menyarankan pembatasan impor barang tertentu dan penurunan nilai tukar dolar sebagai solusi jangka pendek.
“Jika impor tidak dibatasi, industri lokal akan terus kalah bersaing. Dolar yang tinggi juga membuat bahan baku semakin mahal, sehingga perusahaan kesulitan berproduksi. Ini harus jadi prioritas pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menilai kebijakan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan rencana kenaikan PPN pada Januari 2024 tidak akan cukup membantu perbaikan ekonomi jika tidak didukung kebijakan lain yang lebih strategis.
“Kenaikan UMP memang meningkatkan daya beli, tapi hanya sementara. Jika Januari nanti PPN dinaikkan, harga barang akan melonjak, dan daya beli masyarakat kembali tertekan. Ini tidak menyelesaikan masalah, justru menambah beban,” katanya.
Tadjuddin meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan ekonomi. Ia menekankan bahwa keseimbangan antara kebijakan fiskal, moneter, dan perdagangan sangat penting untuk menjaga stabilitas industri lokal.
“Kebijakan seperti pembatasan impor dan stabilisasi dolar harus segera diterapkan. Tanpa itu, perusahaan-perusahaan lokal tidak akan bertahan. Jika industri terus melemah, angka PHK akan semakin tinggi, dan kelas menengah yang menjadi tulang punggung ekonomi bisa terpuruk lebih dalam,” pungkasnya.
Terus Alami Fluktuasi
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan terus mengalami fluktuasi, meskipun pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat, 29 November 2024, mata uang Indonesia diperkirakan akan ditutup melemah.
Hal ini terjadi setelah sebelumnya rupiah berhasil menguat dalam sesi perdagangan yang berlangsung.
Menurut data dari Bloomberg, pada akhir sesi perdagangan terbaru, rupiah tercatat menguat 0,40 persen, berada di level Rp15.871,5 per dolar AS. Di sisi lain, indeks dolar AS juga menunjukkan penguatan.
Pada saat yang bersamaan, indeks dolar AS tercatat menguat sebesar 0,21 persen, mencapai level 106,3. Fenomena ini menggambarkan adanya pergeseran dinamika pasar yang lebih condong pada penguatan mata uang dolar AS.
Analis pasar menilai bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap perubahan ini adalah meningkatnya kehati-hatian para investor asing terhadap pasar modal Indonesia, yang tercermin dari aliran modal asing yang terus keluar selama lebih dari dua pekan berturut-turut.
Berdasarkan data Bloomberg, total aliran dana asing yang keluar dari pasar Indonesia hingga November 2024 telah mencapai sekitar USD 891 juta. Kondisi ini menyebabkan tekanan terhadap pasar saham Indonesia, yang tercatat mengalami koreksi signifikan.
Indeks saham acuan Indonesia telah turun sekitar 9 persen dibandingkan dengan rekor tertinggi yang tercatat pada 19 September 2024.
Seperti yang telah banyak diketahui, penguatan dolar AS serta kenaikan imbal hasil obligasi AS dalam beberapa minggu terakhir telah memberi dampak negatif pada aset-aset di pasar negara berkembang.
Salah satu faktor yang mendasari fenomena ini adalah ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan ekonomi yang diperkirakan akan diambil oleh Presiden terpilih AS, Donald Trump.
Kebijakan Trump yang diproyeksikan akan memperburuk inflasi di AS ini diperkirakan akan memaksa Federal Reserve untuk menahan rencananya untuk memangkas suku bunga. Akibatnya, rupiah tercatat melemah sekitar 1 persen selama bulan November 2024 ini akibat aliran modal keluar yang terus berlanjut.(*)