Logo
>

Dominasi BSI Ancam Iklim Perbankan Syariah?

Ditulis oleh Dian Finka
Dominasi BSI Ancam Iklim Perbankan Syariah?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Reputasi perbankan syariah nasional saat ini sangat bergantung pada Bank Syariah Indonesia (BSI), yang merupakan pemain dominan dalam industri tersebut.

    Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono, mendorong pemerintah untuk secepatnya melakukan langkah afirmatif untuk menghadirkan pesaing BSI yang kompetitif. “Pemerintah selayaknya tidak lagi meneruskan ambisi menjadikan BSI sebagai salah satu bank syariah terbesar di dunia,” kata Yusuf kepada Kabar Bursa di Jakarta, Minggu 9 Juni 2024.

    “Menjadikan BSI sebagai alat pencitraan dengan menjadikannya sebagai pemain utama di industri perbankan syariah global adalah langkah semu,” sambungnya.

    Ambisi untuk mewujudkan BSI sebagai salah satu bank syariah terbesar di dunia harus disesuaikan dengan realitas pasar. Memandang BSI sebagai satu-satunya pemain utama dalam industri perbankan syariah global adalah pandangan yang terlalu sempit.

    “Menurut saya ini adalah sesat pikir ketika kita menganggap bahwa ketika BSI masuk dalam 10 bank syariah terbesar dunia maka Indonesia otomatis akan menjadi pemain utama di industri perbankan syariah global,” jelas Yusuf.

    Untuk membentuk pemain global yang relevan, Indonesia perlu memperkuat industri perbankan syariah domestiknya terlebih dahulu. Saat ini, market share perbankan syariah domestik Indonesia hanya sekitar 7 persen, jauh di bawah negara-negara dengan pemain besar dalam industri tersebut seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Uni Emirat Arab.

    “Untuk menjadi pemain global, kita harus memiliki industri perbankan syariah domestik yang besar, tidak bisa hanya mengandalkan pada satu pemain besar seperti BSI,” tambahnya.

    Namun, kejadian sistem down BSI pada tahun 2023 telah menimbulkan kekhawatiran akan ketergantungan pada satu entitas, memperkuat urgensi pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bertindak cepat dalam menciptakan pesaing yang kompetitif bagi BSI.

    Lanjutnya, langkah konsolidasi industri perbankan syariah yang dilakukan terlalu dini, terutama melalui merger bank BUMN syariah, dinilai kontraproduktif karena belum didukung oleh pertumbuhan yang substansial dalam market share industri perbankan syariah nasional.

    “Bahrain misalnya, market share perbankan syariah domestiknya telah di kisaran 15 persen, Uni Emirat Arab kisaran 20 persen, Qatar dan Malaysia telah di atas 30 persen, Kuwait di kisaran 40 persen, dan Arab Saudi bahkan di kisaran 70 persen,” ujar Yusuf.

    Sebaliknya, konversi bank BUMN konvensional menjadi bank syariah, seperti yang diusulkan untuk Bank Tabungan Negara (BTN), dapat menjadi langkah yang lebih efektif dalam memperkuat industri perbankan syariah nasional.

    Suntikan Investor Global

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahwa investor global berkeinginan untuk memiliki saham di PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) hingga 20 persen atau bahkan lebih tinggi dari penawaran awal yang diberikan. Saat melakukan roadshow ke Timur Tengah pada awal Oktober lalu, Erick menyebutkan bahwa sejumlah investor global ingin masuk sebagai pemegang saham BSI dengan komposisi 15 persen-20 persen. Sementara itu, penawaran yang diberikan saat ini berkisar antara 10 persen-11 persen.

    “Mereka ingin masuk dengan kepemilikan lebih dari 10 persen, tidak seperti penawaran kita yang hanya 10 persen-11 persen. Jika bisa mencapai 15 persen atau 20 persen, mereka akan menjadi mitra strategis,” ujar Erick dalam konferensi pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, 2023 lalu.

    Erick juga menyatakan bahwa kondisi ini mengharuskan para pemegang saham BSI, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) untuk mengadakan diskusi ulang terkait tawaran ini.

    Berdasarkan data dari RTI Business, komposisi pemegang saham BSI saat ini terdiri atas Bank Mandiri yang memegang 51,74 persen saham, BNI sebesar 23,24 persen, dan BRI mencapai 15,38 persen. Kepemilikan publik atas saham BSI tercatat sebesar 9,87 persen.

    Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo pada Februari 2023 mengungkapkan bahwa BRI dan BNI akan melepas kepemilikan sahamnya di BSI. Langkah ini diharapkan dapat membuka jalan bagi masuknya investor strategis baru di BSI, yang tentunya akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan pengembangan bank syariah terbesar di Indonesia ini.

    BSI menguasai sekitar 60 persen pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia, menjadikannya pemimpin pasar yang dominan. BSI memiliki lebih dari 15 juta nasabah, yang merupakan salah satu basis nasabah terbesar di sektor perbankan syariah di Indonesia. Dengan lebih dari 1.200 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, BSI memiliki jaringan layanan yang luas dan menjangkau berbagai daerah. (Dian/*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.